Sudah tiga hari Mbak Nur bekerja di rumahku menjaga Hubbyna. Aku lihat Mbak Nur cukup cekatan dan sabar dalam melayani Hubby selama aku tidak ada di rumah, dan aku cukup puas dengan pekerjaannya.
Hari ini aku sengaja pulang lebih awal dari rumah sakit, karena hari ini adalah hari dimana Hubby harus kembali menjalankan fisioterapi.
Setelah sholat magrib aku bersiap untuk mengantarkan Hubby, dan ku lihat mbak Nur pun telah siap untuk mendorong kursi roda Hubby keluar dari rumah kami.
"Mbak Nur ikut saja ya! Jadi bisa menemani Ning Hubby di sana!" Kataku pada mbak Nur.
Ku gendong Hubby yang saat itu sudah berada di teras rumah, setelah membantunya duduk di dalam mobil dan meletakkan kursi rodanya di bagasi, segera aku lajukan mobilku menuju rumah sakit tempat Hubby akan menjalankan fisioterapi.
"Sayang! Kamu sudah siap kan fisioterapi lagi?" Tanyaku pada Hubby saat di tengah perjalanan.
Ku lihat Hubby hanya menjawabnya dengan sebuah anggukan. Aku mencoba memahami sikapnya, akhir-akhir ini Hubby memang sering terlihat murung, jarang bicara, dan lebih suka menyendiri, dan aku tetap berusaha memahami perasaannya, trauma pasca kecelakaan yang membawanya pada kelumpuhan pasti sangatlah menyayat hatinya.
Setelah sampai di rumah sakit, segera aku gendong istri cantikku itu, ku bantu dia duduk di kursi roda yang sudah siap di dorong oleh mbak Nur.
"Biar aku saja yang ndorong ya mbak Nur!" Kataku pada Mbak Nur.
Ku dorong kursi roda yang diduduki Hubby menuju Poli Rehabilitasi Medik yang ada di rumah sakit itu.
"Tunggu sini dulu ya sayang!" Kataku pada Hubby saat sudah sampai di depan Poli tersebut, aku bermaksud meninggalkannya sebentar untuk menyapa seorang resepsionis yang menjaga poli tersebut.
"Malam dokter!" Sapa resepsionis itu ramah.
"Aku tadi sudah mendaftarkan istriku, atas nama Hubbyna Altafunnisa." Kataku pada resepsionis.
"Sebentar ya dokter!" Katanya dengan mengangkat gagang telepon yang ada di mejanya. "Bisa langsung masuk kata dokter Aliya!" Ujarnya kemudian.
"Terimakasih!" Sahutku dengan tersenyum padanya.
Aku berbalik melangkah menghampiri istriku, dan saat hampir sampai ku dengar istriku sedang berbicara dengan salah seorang pasien yang juga mengantri di poli yang sama dengannya.
"Di dokter Aliya juga mbak terapinya?" Tanya seorang pasien yang mengantri.
Dan ku lihat istriku hanya mengangguk.
"Dokternya baik ya mbak, cantik lagi, ramah, sabar juga." Katanya, "aku lebih suka sama dokter ini lo mbak dari pada sana dokter perempuan satunya, terapi sama dokter Aliya lebih nyaman, lebih cocok." Katanya.
"Iya Bu saya juga, mertua saya juga seneng sama dokter Aliya, malah besok kalau dokter Andre sudah datang, tetap minta terapy sama dokter Aliya." Sahut seorang pasien yang lain.
Aku masih melihat hal yang sama, Hubby hanya menanggapi obrolan mereka dengan senyuman terpaksa.
"Ehmm! Ayo sayang!" Kataku dengan mendehem memutus obrolan mereka seraya mendorong kursi roda istriku. "Duluan ya Bu!" Pamitku pada mereka semua.
"Selamat malam!" Sapa dokter Aliya saat kami baru sampai di ruangannya.
"Malam dok!" Sahutku. "Mbak Nur temani Ning Hubby ya!" Bisikku kemudian pada mbak Nur yang saat itu berdiri di belakangku.
Aku sengaja keluar dari ruangan itu setelah mengantar Hubby, entah kenapa aku merasa cemas dengan kondisi emosional Hubby, karena setiap kali disapa ramah oleh dokter Aliya dia terlihat murung dan enggan untuk menjawabnya. Apakah mungkin Hubby masih berfikir kalau aku memiliki perasaan kepada dokter Aliya, ya Allah semoga ini hanya pikiranku saja, karena jika sampai Hubby berfikir demikian itu bisa mempengaruhi psikologisnya yang akan berdampak pada perkembangan kesehatannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubbyna "Menanti Cinta"
General FictionSebuah kisah perjodohan antara seorang dokter muda dengan seorang mahasiswi yang menempuh pendidikan di sebuah pesantren milik keluarga sang dokter. Perjodohan ini sangatlah tidak diinginkan oleh sang dokter, karena sang dokter telah memiliki kekasi...