Sudah satu minggu lebih aku lihat Hubby begitu giat berlatih berjalan dengan alat bantu yang memang sudah aku siapkan. Dan aku lihat ada perkembangan serta kemajuan dari kegigihan usahanya tersebut. Kini dia sudah mulai belajar berjalan tanpa bantuan kursi rodanya. Ku biarkan dia dengan aktivitas dan semangatnya itu, dan sengaja aku tidak mengingatkan dia dengan fisioterapinya.
"Gus Ashfa! Kapan aku fisioterapi?" tanyanya padaku saat kita sedang sarapan pagi ini.
"Kamu sudah banyak perkembangan. Apa masih perlu fisioterapi?" tanyaku.
"Sepertinya masih. Aku kan tidak punya alat terapi seperti yang ada di rumah sakit!" katanya padaku.
Aku tersenyum mendengar jawabannya. "Iya, nanti aku akan coba liat jadwal praktek dokter Andre." jawabku.
"Kenapa dokter Andre? Bukankan aku terapi dengan dokter Aliya?"sahutnya.
"Hubby! Aku tidak mau jika setelah bertemu dengan dokter Aliya, kamu tidak lagi mau tersenyum padaku." jawabku.
"Dokter, maafkan aku!" jawabnya. "Aku berjanji tidak akan kekanak-kanakan lagi!" katanya. "Aku percaya dengan cinta dokter Ashfa, jadi tak ada alasan bagiku untuk cemburu pada dokter Aliya." lanjunya dengan menggenggam tanganku. "Aku tetap akan terapi dengan dokter Aliya." putusnya.
"Kamu yakin?" tanyaku ragu.
Ku lihat dia mengangguk dengan tersenyum manis ke arahku.
"Jika kamu berjanji setelah melakukan terapi kamu akan menciumku, baiklah!" kataku menyetujui keinginannya dengan sebuah persyaratan.
"Okey!" jawabnya dengan senyuman, seraya menarik lenganku dan kemudian mencium pipiku.
Aku pun tersenyum geli dibuatnya, sikapnya pagi ini sungguh membuat hatiku berbunga-bunga, dan jujur aku semakin jatuh cinta padanya. Pada istriku, istriku yang sangat aku cinta.
Ku tinggalkan dia pagi ini dengan perasaanku yang masih berbunga-bungan. Mungkin inilah rasanya berpacaran dalam sebuah pernikahan, senang, bahagia, cinta, selalu ingin berjumpa, dan rindu, rindu, rindu yang tetap halal di dalamnya. Dan perasaan ini sungguh sangat membuat aku seperti anak remaja yang sedang dimabuk asmara.
Waktu terus berjalan, kini sudah saatnya jadwal fisioterapi Hubby akan dilakukan. Entah kenapa ada rasa cemas di hatiku, aku takut sikap dingin Hubby akan datang kembali setelah pertemuannya dengan dokter Aliya.
"Selamat malam!" sapa dokter Aliya pada aku dan Hubby saat kami baru masuk ruangannya.
"Malam dok!" sahut Hubby dengan membalas senyum dokter Aliya. Aku lihat ada perubahan sikap pada diri Hubby terhadap dokter Aliya.
"Sayang aku tunggu di luar ya!" bisikku kemudian pada Hubby.
"Tidak usah, temani aku saja!" sahut Hubby lirih. "Dokter suamiku tidak apa-apa kan menemani aku di sini, karena perawat yang biasa menemaniku tidak ikut?" kata Hubby kemudian pada dokter Aliya.
"Tentu saja tidak apa-apa." jawab dokter Aliya masih dengan ramah kepada Hubby.
Setelah menjawab pertanyaan Hubby dokter Alya dan seorang perawat segera melakukan proses fisioterapi pada Hubby. Ku perhatikan mereka, dokter Aliya memang seorang dokter yang sangat lembut dan sabar, dia juga motivator yang sangat luar biasa bagi pasiennya, dan bukan hanya beberapa pasien yang mengungkapkan hal itu, aku pun menyaksikannya sendiri sikap dan cara bicara dokter Aliya dalam menyemangati istriku di saat proses terapi.
"Dokter Aliya! Kenapa dokter Aliya belum menikah?" tanya Hubby disela-sela terapinya.
"Kenapa ya? Mungkin belum datang jodoh." jawab dokter Aliya santai.
"Mau aku kenalkan dengan temanku? Teman dokter Ashfa juga!" katanya kemudian. "Orangnya tampan, sepertinya serasi dengan dokter Aliya, tampan dan cantik, dan sama-sama pintar juga." lanjutnya.
"O iya, aku pikir-pikir dulu ya." jawab dokter Aliya masih dengan senyumannya kepada Hubbyna.
Setelah terapi itu selesai segera aku keluar dari ruangan itu dengan sebelumnya mengucapkan terimakasih pada dokter Aliya.
"Terimakasih ya dokter!" kataku.
"Sama-sama!" jawab dokter Aliya. "Satu Minggu lebih tidak melakukan fisioterapi, nyonya Ashfa banyak sekali perkembangan, aku ikut senang." kata dokter Aliya kemudian dengan menunjukkan senyuman padaku dan Hubby.
"Terimakasih! Ini semua karena dokter!" sahut Hubby.
"Tidak! Ini karena kamu yang selalu semangat berlatih dan berusaha sembuh." jawab dokter Aliya.
Ku perhatikan ada sebuah komunikasi yang cukup hangat antara Hubby dan dokter Aliya saat ini, dan mereka pun terlihat sangat dekat ketika saling berbicara dengan diselingi canda tawa.
Entah kenapa aku masih sedikit cemas dengan kedekatan mereka, mungki karena sikap Hubby yang beberapa hari lalu sangat angkuh dan dingin padaku. Tapi aku tidak ingin larut dalam prasangka negatif terhadap kedekatan mereka, aku mencoba menipis kekhawatiranku, aku berpositif thinking, aku yakin kedekatan yang aku lihat diantara mereka adalah jalan terbaik dari Allah agar istriku dan dokter Aliya dapat menjalin silaturahmi.
"Sayang! Memangnya kamu akan kenalkan dokter Aliya pada siapa?" tanyaku pada Hubbyna saat perjalanan pulang di dalam mobil kami.
"Dengan Gus Firja." jawabnya.
"Haaaa? memangnya kamu masih berhubungan dengan Gus Firja?" tanyaku penasaran.
"Tidak!!" jawabnya spontan, seolah takut aku berfikir macam-macam padanya. "Aku sudah menghapus nomer Gus Firja sejak waktu itu, waktu Gus Ashfa marah-marah padaku," katanya.
"Lalu bagaimana kamu bisa mengenalkan dia pada dokter Aliya?" tanyaku.
"Kan ada dokter Ashfa, dokter bisa menghubungi Gus Firja untuk mengenalkannya pada dokter Aliya." jawabnya.
"Aku?" tanyaku heran. "Iiiiih enggak!!!" jawabku.
"Kenapa? Bukankan menyatukan seseorang dalam sebuah ikatan pernikahan itu pahalanya besar?" kata Hubby. "Memangnya dokter Ashfa tidak mau mendapatkan pahala besar?" tanyanya.
"Bukan begitu. Tapi aku malas melihat laki-laki itu melirik istriku." sahutku.
"Dokter! Dokter jangan terlalu berlebihan, dan jangan terlalu perasa!" jawab Hubby.
"Maksutmu?"
"Memang dokter Ashfa pernah melihat Gus Firja melirik-lirik aku?" tanyanya.
"Waktu di rumah Ummi dulu! Waktu di sekolah juga! Untuk apa coba dia menunggu kamu di depan kelas. Tidak sopan kan orang itu?" kataku sedikit kesal.
"Dokter Ashfa! Siapa tau waktu itu Gus Firja memang sengaja berkeliling di setiap kelas untuk mengobservasi kinerja guru, untuk melihat cara mengajar guru, mickro teaching! Itu istilahnya dalam ilmu keguruan." Jelas Hubby padaku. "Kebetulan dia lewat depan kelasku jadi dia mengamati cara mengajarku, karena ingin mengevaluasi kekuranganku, bisa jadi seperti itu kan?" lanjutnya. "Jadi Gus Ashfa tidak boleh suudzon!".
"Begitu ya?" jawabku. "Ya bisa jadi memang seperti itu." lanjutku mencoba berfikir positif dengan perasangkaku yang mungkin terlalu berlebihan padanya saat itu. Tapi sekalipun demikian aku tetap bersyukur, setidaknya kehadiran Gus Firja pada saat itu telah membuka mata hatiku kalau ternyata Hubby adalah wanita yang sangat berharga dalam hidupku, hingga kecemburuanku yang membabi buta dapat menyelamatkan mahligai rumah tanggaku, aku menyadari kalau Hubby adalah wanita yang aku cintai.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubbyna "Menanti Cinta"
General FictionSebuah kisah perjodohan antara seorang dokter muda dengan seorang mahasiswi yang menempuh pendidikan di sebuah pesantren milik keluarga sang dokter. Perjodohan ini sangatlah tidak diinginkan oleh sang dokter, karena sang dokter telah memiliki kekasi...