Bagian 31

2.9K 112 2
                                    

Siang itu, setelah kami menandatangi sebuah perjanjian jual beli rumah di salah satu kantor pemasaran perumahan elite yang ada di kotaku, Gus Ashfa mengajakku mendatangi sebuah pusat perbelanjaan.

"Hubby aku ingin membelikan sesuatu untukmu!" Katanya saat kita hendak masuk ke dalam tempat itu.

"Membelikan aku apa?" Tanyaku datar. Aku tidak begitu penasaran dengan apa yang ingin dibelikan untukku oleh Gus Ashfa. Mungkin dia hanya ingin memberiku sebuah hadiah jalan-jalan dengan membeli sesuatu yang aku suka di mall ini agar aku bahagia, dan bagiku semua itu adalah hal yang biasa saja.

Jujur ini adalah pertama kalinya Gus Ashfa mengajakku di tempat keramaian, dengan menggandengku, dan memperlakukanku hangat selayaknya istri yang dia cintai di depan halayak ramai.

"Ayo masuk Hubby!" Katanya saat di depan jawelry sebuah outlet store yang menjual perhiasan.

Aku menghentikan langkahku. "Untuk apa ke tempat ini gus?" Tanyaku.

"Hubby! Aku ingin membelikan cincin pernikahan untukmu!" Kata pria itu.

Seketika aku mengerutkan kedua alisku. "Bukankah cincin pernikahanku ini masih ada?" Tanyaku dengan menunjukkan cincin pernikahan kami yang melingkar di jari manisku.

"Hubby! Itu Ummi yang membelikan, bukan aku." Jawab Gus Ashfa lembut dengan tersenyum padaku. "Aku ingin memperbaiki semuanya, aku ingin memberikan sesuatu yang belum pernah aku berikan padamu!" Katanya dengan tatapan mata yang penuh kesungguhan hingga mampu menembus jantungku.

Diraihnya tanganku untuk masuk ke dalam tempat itu.

"Mbak cincin yang aku pesan seminggu yang lalu sudah jadi kan?" Tanya Gus Ashfa pada salah seorang pramuniaga dengan menunjukkan sebuah nota pemesanan.

"Sudah pak! Sebentar saya ambil!" Kata seorang pramuniaga tersebut.

Ternyata sudah satu Minggu yang lalu Gus Ashfa memesan cincin untukku itu.

"Lihat Hubby! Kamu suka?" Tanyanya padaku dengan menunjukkan cincin emas 24 karat yang terlihat sangat cantik itu. "Ada nama kita juga di dalamnya." Lanjutnya dengan memperlihatkan ukiran namaku dan namanya.

Sungguh aku tak mampu berkomentar apapun dengan hadiah yang ditunjukkan oleh Gus Ashfa, ada rasa haru dan tak percaya dihatiku ketika melihat pria itu, suamiku itu, yang selama lima tahun tidak perduli padaku begitu perhatian, tulus, dan lembut.

Sesaat setelah Gus Ashfa melakukan pelunasan pembayaran di outlet perhiasan itu, kita segera kembali ke dalam mobil. Seperti biasa dia membukakan pintu mobil untukku. Aku masih terdiam, karena rasanya hari ini seperti sebuah mimpi bagiku.

"Hubby! Aku pakaikan ya cincinnya di jarimu!" Kata pria itu saat baru masuk ke dalam mobil. Di raihnya jemariku dan dipindahkan cincin pemberian Umminya di hari pernikahan kita dulu ke jari sebelah kiriku. "Hubby! Aku ingin menikah denganmu!" Katanya saat melingkarkan cincin pembeliannya itu di jari manis sebelah kananku. Sungguh aku terkejut dengan permintaannya. "Kamu mau kan hubby!" Tanyanya lagi dengan menatap mataku.

Entah kenapa tak terasa air mataku berlinang. "Gus Ashfa bicara apa? Bukankah kita sudah menikah?" Sahutku.

"Hubby! Aku tahu, aku hanya takut lima tahun perjalan pernikahan kita membuat Allah tidak ridho dan murka padaku." Katanya.

Aku tersenyum tipis. "Kita tidak pernah melakukan perjanjian atau sighat ta'lik waktu pernikahan." Sahutku. "Aku juga tidak pernah mengajukan perceraian di pengadilan agama yang membuat jatuh talak padaku. Jadi untuk apa kita mengulang pernikahan lagi?" Jelasku.

"Hubby!" Pria itu seketika mencium kedua tanganku. "Aku takut Allah tidak lagi ridho padaku saat aku menyentuhmu, karena segudang kesalahanku padamu Hubby! Karena itu ijinkan aku untuk melakukan tajdidun nikah!" Katanya. "Kamu bersedia kan Hubby!" Pintanya menghiba.

Aku terdiam dan menundukkan kepala, aku tau maksud Gus Ashfa ingin melakukan tajdidun nikah karena ikhtiar kehati-hatiannya yang diperintahkan oleh agama. Tajdidun nikah biasa disebut "nganyari Nikah" dalam bahasa Jawa, atau memperbaharui sebuah pernikahan. Aku mengerti perasaan Gus Ashfa saat ini, dia bimbang dengan pernikahan pertamanya karena selama lima tahun ini dia merasa telah mendholimi diriku, kebimbangan itulah yang membuat dia ingin melakukan tajdidun nikah.

Aku mencoba memahami keinginannya, sejatinya ijab qobul dalam pernikahan kedua tidak merusak pernikahan yang pertama, dan Rosulullah pun pernah bersabda; barang siapa yang menjaga hal-hal yang musyabihat (samar-samar) maka ia telah membersihkan agama dan kehormatannya.

Ya, setelah lama menunduk dan berfikir aku pun mengangguk mengiyakan keinginan Gus Ashfa, karena aku yakin keinginannya untuk tajdidun nikah adalah bentuk kehati-hatiannya dalam menjaga syariat agama, agar rumah tangga kami lebih diberkahi olehNYA.

"Terimakasih Hubby!" Katanya saat aku mengiyakan keinginannya, seketika dia mencium kedua tanganku, dan kulihat setelah itu dia segera melajukan mobilnya. "Aku akan mengurus semuanya Hubby! Kita akan menikah di pesantren ustadz Ja'far temanku, beliau mengasuh ratusan anak yatim dan anak tidak mampu di sana. Kita akan berbagi kebahagiaan dengan mereka semua, dan doa mereka akan mengiringi langkah kita." Gus Ashfa terlihat bersemangat merencanakan acara tajdidun nikah kami.

"Bagaimana dengan waliku?" Tanyaku kemudian dengan nada cemas.

"Hubby! Aku juga sudah memikirkan semua itu! Aku pernah menyinggung masalah ini kepada Abah saat aku menemaninya Terapy di rumah sakit dulu, dan Abah pun setuju, karena tajdidun nikah juga akan menambah keharmonisan rumah tangga kita begitu kata Abah waktu itu padaku." Ungkap Gus Ashfa. "Kamu tidak perlu khawatir, aku akan sowon untuk meminta restu Abah dan Ummi kembali."

"Iya." Kataku dengan mengangguk. "Bagaimana dengan Abah dan Ummi Gus Ashfa?" Lanjutku bertanya.

"Aku yang akan berbicara kepada mereka semua." Kata Gus Ashfa.

"Bagaimana kalau mereka tau tentang keadaan keluarga kita yang sebenarnya, kalau Gus Ashfa selama ini tidak mencintaiku?" Kataku cemas. "Aku malu! Bukan malu karena Gus Ashfa tidak mencintaiku, tapi karena kehormatan suamiku!" Kataku ragu.

"Hubby!" Seketika Gus Ashfa melihatku. "Aku tahu apa yang harus aku katakan pada mereka, tidak mungkin aku merendahkan keluarga kecil kita dengan berkata yang tidak baik." Kata Gus Ashfa. "Tenanglah! Percayalah! Aku tidak akan mempermalukan keluarga kecil kita!" Gus Ashfa menggenggan tangan kananku dengan senyuman meyakinkan hatiku kalau kekhawatiranku tidak beralasan dan semuanya akan baik-baik saja.

Bersambung

Hubbyna "Menanti Cinta"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang