Bagian 30

3.2K 130 7
                                    

Pagi pun menjelang, setelah sarapan selesai, Gus Ashfa berpamitan padaku yang saat itu masih berada di dalam kamar. Gus Ashfa tetap terlihat ramah padaku, meski semalam aku tanpa sengaja menolaknya, dia tetap bersikap hangat dan lembut.

"Hubby! Aku sudah bilang pada umi tentang rencana kita untuk pindah ke rumah baru. Ummi setuju, yang penting aku selalu menjagamu." Katanya. "Aku pergi dulu ya! Nanti siang aku jemput kamu di sekolah, karena kita harus menyelesaikan urusan pembelian rumah" lanjutnya. "Aku minta maaf tidak bisa mengantarmu! Pagi ini ada pekerjaan di rumah sakit!" Katanya dengan mencium pipiku, ciuman kedua di bagi hari yang kuterima dari Gus Ashfa.

Aku masih terdiam, entah kenapa sikap hangat Gus Ashfa masih membuat hatiku beku, aku masih enggan berkata dan menanggapi semua pembicaraannya padaku. Bukan karena aku membencinya, tapi karena aku masih butuh waktu untuk  menata hatiku.

Siang ini ketika aku sedang konsentrasi mengajar di kelas, kulihat dari luar pintu kelas yang terbuka lebar seorang laki-laki sedang memperhatikanku, senyum manisnya pun dia lemparkan saat mataku tak sengaja melihatnya.

Gus Firja, pria itu menungguku di luar, mungkin karena dia ingin mengambil kurikulum sekolah yang saat ini tengah aku selesaikan, dan mungkin dia tidak menungguku di kantor karena merasa bosan.

Aku pun segera membalas senyumnya saat dia tersenyum padaku, dan kemudian kembali menjelaskan materi kepada murid-muridku, karena pelajaran pada saat itu memang masih berlangsung, jadi aku biarkan dia menungguku.

Tak lama setelah itu, aku kembali melihat ke arahnya, dan saat ini aku melihat dua orang pria di tempat itu. Gus Ashfa terlihat melambaikan tangannya dengan senyum hangatnya untukku. Dia berdiri di sebelah Gus Firja yang terlebih dahulu berada di tempat itu. MasyaAllah sunggu keberadaan dua pria tersebut di depan kelas tempatku mengajar sangat mengganggu konsentrasiku.

Setelah jam pelajaran usai, aku segera menghampiri keduanya.

"Sayang!" Gus Ashfa tiba-tiba merangkulku dan mencium pipiku di depan teman SMAnya itu. Aku pun membalasnya dengan mencium tangannya.

"O iya Ustadzah! Saya ingin mengambil program pembelajaran yang sudah ustadzah selesaikan, sekalian saya minta softcopynya juga!" Kata Gus Firja padaku.

"Iya, sudah saya siapkan, mari ke kantor!" Ajakku kemudian.

Gus Ashfa tetap menggandeng tanganku saat kami berjalan, sementara Gus Firja berada di belakang mengikuti langkah kami.

Ku ambilkan berkas-berkas yang dibutuhkan oleh Gus Firja di meja kerjaku, dan segera kuberikan padanya yang saat itu sedang menungguku di luar ruangan bersama suamiku.

"Ini yang sudah saya print, dan ini softcopynya!" Kataku saat menyerahkan berkas-berkas tersebut pada Gus Firja.

"Terimakasih! Nanti kalau ada yang harus diperbaiki, saya akan segera menghubungi ustadzah!" Jawab Gus Firja dengan sopan padaku.

"Ehhemmm!" Ku dengar suara Gus Ashfa mendehem di tengah percakapan kami.

"Mmm... Boleh kan dokter saya menelfon Ning Hubby! Untuk membahas pekerjaan ini!" Pamit Gus Firja kemudian pada suamiku.

"Tentu saja! Tidak masalah jika hanya untuk membahas masalah pekerjaan." Jawab suamiku. "Atau... Jika memang ada yang harus diperbaiki, nanti bisa istriku kirim lewat email saja apa-apa yang harus di benahi, karena itu pasti lebih efektif dan efisien, dari pada Gus Firja harus ke sekolah ini menunggu istriku yang sedang mengajar! Pasti itu sangat menyita waktu Gus Firja kan?" Jawab suamiku. Entah saran, ataukah isyarat peringatan yang dikatakan oleh suamiku itu kepada Gus Firja untuk tidak menemuiku, yang jelas saat itu aku melihat raut kesal di wajahnya.

Hubbyna "Menanti Cinta"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang