Sudah dua hari Gus Ashfa berada di rumah ini, kini waktunya dia pergi meninggalkan rumah untuk menyelesaikan program internship nya di rumah sakit yang ada di luar kota, tepatnya di luar pulau Jawa.
Ku dukung keberangkatannya dengan doa. Meski hanya sebatas berjabat tangan, namun aku percaya hati Gus Ashfa tak akan pernah menghianati pernikahannya, meski bukan karena mencintai diriku, namun karena rasa taqwanya kepada Tuhan.
Keharuan pun terlihat saat Ummi Arifah tak henti memeluk dan mencium putranya. Aku memahami kesedihan Ummi Arifah, sebelas bulan tidak berjumpa dengan putranya, kini baru dua hari bertemu dia sudah akan pergi lagi meninggalkannya. Jelas semua itu menorehkan sejuta kesedihan dan kerinduan di hati beliau.
Ya, kini Gus Ashfa telah pergi untuk sebuah tugas pengabdiannya. Dua belas bulan lagi dia baru akan kembali ke rumah ini. Aku ikhlaskan hatiku untuk melepas kepergiannya, sejuta doa disetiap sujudku selalu ku panjatkan untuk keselamatan dan kesuksesannya. Dan kini aku pun menjalani hari-hariku kembali seperti biasa, kembali menjadi mahasiswi lajang dan jomblo yang tak pernah disibukkan dengan komunikasi intens dengan pasangannya, karena seperti sebelum-sebelumnya Gus Ashfa tidak pernah menghubungi secara langsung, dia hanya menitipkan salam untukku melalui Umminya.
Satu tahun ini aku manfaatkan dengan konsentrasi terhadap tugas akhirku, setelah KKNku selesai aku segera mengajukan judul skripsiku. Aku gunakan waktuku dengan baik agar aku bisa lulus tepat waktu dan tidak mengecewakan orang-orang yang menyayangiku, hingga jawaban dari usahaku itu pun berbuah manis, aku bisa lulus tepat waktu dengan indeks prestasi kumulatif yang memuaskan, aku menjadi lulusan terbaik fakultas tarbiyah jurusan Bahasa Arab dengan menyandang gelar Cumlaude. Ya sungguh prestasi yang membanggakan, aku membuat Abah dan Ummiku bangga padaku, begitu juga dengan Abah dan Ummi mertuaku.
Yudisium ku telah selesai, satu minggu lagi adalah acara wisudaku, sungguh aku berharap Gus Ashfa datang dan mendampingiku, apalagi sudah genap satu tahun Gus Ashfa menjalankan program internshipnya di luar pulau sana. Bahkan aku hitung sudah satu tahun lebih satu bulan kepergiannya meninggalkan rumah ini.
Malam ini, mataku terasa sulit dipejamkan, entah kenapa aku ingin sekali menghubungi Gus Ashfa, aku ingin mengabarkan padanya tentang prestasi yang telah aku raih di kampusku, jujur rasanya aku ingin berbagi kebahagiaan dengannya. Akhirnya malam ini aku beranikan diri untuk menghubunginya terlebih dahulu, meski hatiku begitu cemas, khawatir dia tidak berkenan mengangkat teleponku.
"Assalamualaikum!" Terdengar suara Gus Ashfa mengangkat telponku.
"Waalaikum salam Gus" jawabku.
"Bagaimana kabarmu Hubby?"
"Alhamdulillah sehat, Gus Ashfa apa kabarnya?" Tanyaku.
"Aku baik-baik saja." Jawabnya.
"Gus! tadi aku melaksanakan yudisium di kampus, dan InsyaAllah sabtu depan acara wisudaku." Aku menyampaikan kabar bahagiaku kepadanya.
"Alhamdulillah! Selamat ya!" Jawabnya datar.
"Jika Gus Ashfa tugasnya sudah selesai, aku berharap Gus Ashfa datang di acara wisudaku!" Kataku penuh harap.
"InsyaAllah!" Jawabnya dengan suara seolah tiada bersemangat.
"Terimakasih, maaf sudah mengganggu Gus Ashfa!" Kataku kemudian. "Assalamualaikum!"
"Waalaikum salam." Jawab Gus Ashfa.
Setelah itu aku pun menutup telponku. Dalam diam aku berfikir, apa mungkin Gus Ashfa akan menghadiri wisudaku, karena tadi saat aku telfon, suara Gus Ashfa terdengar lesu dan layu. Ya Allah lagi-lagi hatiku penuh tanda tanya. Aku hanya berfikir, jika dia tidak hadir dalam acara wisudaku bagaimana pemikiran teman-temanku dan orang tuaku, sungguh aku terbawa rasa takut kalau nantinya mereka semua tiba-tiba mencibirku dan bertanya-tanya tentang hubunganku dengan Gus Ashfa. Ah! Seharusnya aku tidak memikirkan semua itu, karena tidak penting memikirkan kata-kata orang lain, datang dan tidaknya Gus Ashfa nanti di acara wisudaku, pasti adalah sesuatu yang terbaik dari Allah.
Satu Minggu telah berlalu, hari ini adalah hari Sabtu, hari dimana aku akan menghadiri acara yang sakral bagi diriku, dimana aku akan diwisuda, dan dinyatakan menjadi seorang sarjana.
Aku ditemani oleh Ummi Arifah, Ning Azna, serta Abah dan Ummiku. Sementara Abah Masyur selaku pengasuh yayasan pesantren ini menjadi tamu penting diacara wisuda kampusku, sedangkan Gus Ahmad selaku dekan fakultas tarbiyah menjadi salah satu dosen yang nantinya akan memwisuda diriku.
Ning Khilma dan Gus Azka memang tidak ikut dalam acara ini, karena beliau berdua ada kepentingan yang harus di selesaikan dijenjang pendidikan lain yang ada di pesantren ini.
Tepat jam 09.00 nanti acara yang bagiku sangat luar biasa ini akan dimulai. Saat ini sudah jam 08.00 pagi, aku sudah berada di gedung kampusku tempatku wisuda bersama keluarga yang tadi menemaniku.
Aku berulang-ulang melihat jam tanganku berharap waktu tidak segera berlalu karena Gus Ashfa orang yang aku tunggu terlihat belum juga datang. Jujur ada cemas dihatiku, ada sejuta pertanyaan, mungkinkah dia akan datang menghadiri acara wisudaku?.
Waktu tetap berjalan dan tak bisa aku tahan, empat puluh lima menit pun berlalu, aku harus meninggalkan keluargaku untuk duduk bersama teman-temanku, calon wisudawan-wisudawati yang telah disediakan kursi yang terpisah dengan para tamu dan pendamping wisuda yang ada di dalam gedung luas berdemokrasi megah itu.
Aku masih punya waktu lima belas menit sebelum acara wisuda dimulai, harapanku dengan kehadiran Gus Ashfa masih ada. Ya Allah sungguh aku berharap dia hadir dan melihatku ketika aku mendapatkan penghargaan sebagai mahasiswi terbaik dengan gelar cumlaude. Sungguh aku ingin menanyakan diri bersanding dengannya dengan prestasi yang aku punya.
Namun sepertinya harapanku menantinya pupus sudah, kini sudah tepat jam 09.00, dia belum juga datang. Berkali-kali aku menoleh ke belakang, namun ku lihat kursi yang aku pesan untuk tempat duduknya terlihat masih kosong. Ya Allah sedih rasanya, apalagi saat aku mendengar beberapa temanku bercerita saat ini mereka datang didampingi oleh tunangan-tunangan mereka, bahkan ada yang didampingi oleh suaminya.
Aku tidak ingin larut dalam rasa ketidak nyamanan, aku tepis perasaan sedihku, aku tanamkan prasangka baik di hatiku, mungkin Gus Ashfa tidak bisa hadir karena memang tugasnya di sana belum selesai. Ah! Aku harus konsentrasi dengan acara wisudaku.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubbyna "Menanti Cinta"
General FictionSebuah kisah perjodohan antara seorang dokter muda dengan seorang mahasiswi yang menempuh pendidikan di sebuah pesantren milik keluarga sang dokter. Perjodohan ini sangatlah tidak diinginkan oleh sang dokter, karena sang dokter telah memiliki kekasi...