Bagian 50

465 17 6
                                    

Pagi ini seperti biasa Hubby berpamitan untuk ikut serta bersamaku ke rumah sakit, karena dia ingin kembali menemani dokter Aliya.

Aku turuti kemauan Hubby itu, kali ini aku mengantarkannya hingga masuk ke kamar dokter Aliya.

"Assalamualaikum dokter!" Sapa Hubby pada dokter Aliya yang saat itu  baru selesai diseka oleh mamanya.

Terlihat wajahnya tampak lebih cerah dari sebelumnya, mungkin karena baru selesai diseka, baru mengganti bajunya, baru mengganti kerudungnya, serta baru ditaburi bedak di pipinya.

"Assalamualaikum!" ku dengar setelah itu seseorang beruluk salam, seseorang yang suaranya seperti aku kenal.

"Waalaikum salam!" jawab kami yang ada dalam ruangan ini.

"MasyaAllah Gus Firja!" aku segera menghampiri pria yang baru masuk itu dan memeluknya.

"Tante, ini temannya Ashfa! Dia dosen di universitas negeri Islam di kota ini." Aku mengenalkan Gus Firja pada mama dokter Aliya yang saat itu ada di ruangan ini.

"Assalamualaikum!" Sapa Gus Firja pada mama dokter Aliya dengan mengatupkan kedua tangannya.

"Waalaikum salam," sahut Tante Nadia mama dokter Aliya.

"O iya, kebetulan tadi subuh saya mengisi kajian di masjid, jadi sekalian saya minta doa dan meminta bacaan Fatihah dari para jamaah untuk kesembuhan dokter Aliya, ini ada dua botol air mineral yang sudah dibacakan doa dan Fatihah secara bersama-sama, siapa tahu bermanfaat untuk dokter Aliya," kata Gus Firja.

Jujur aku terperangah mendengarnya. Gus Firja memberi sebuah perhatian pada dokter Aliya, MasyaAlla, apakah ini sebuah pertanda Gus Firja menerima perkenalannya.

"Terimakasih banyak," kata tante Nadia saat menerima dua botal air mineral dalam kantong plastik warnah putih tersebut.

"Sama-sama!" sahut Gus Firja dengan mengangguk.

"Terimakasih banyak!" Kata dokter Aliya kemudian.

"Iya," sahut Gus Firja dengan mengangguk dan tersenyum padanya.

"O iya, Ashfa, Hubby! Terimakasih ya sudah sering mengunjungi Aliya," kata Tante Nadia kemudian padaku. "InsyaAllah besok Tante dan Om akan membawa Aliya berobat ke luar negeri, Tante mohon doanya ya!"

"Tentu saja Tante!" jawabku dengan tersenyum ke arah Tante Nadia, "InsyaAllah kami akan selalu mendoakan dokter Aliya," tambahku.

"Kreeee!"

Tiba-tiba ku dengan seseorang membuka pintu. Ku lihat seorang laki-laki berkulit putih bersih, berjas hitam dengan tubuh tinggi tegap masuk ke dalam ruangan itu.

"Aliya! what's wrong? Why didn't you tell me if you were sick?" tanya laki-laki itu kepada dokter Aliya sembari melangkah melewati kami mendekati dokter Aliya.

Ku lihat ada hal serius yang ingin mereka bicarakan, dan Tante Nadia pun mengajak kami keluar ruangan saat pria itu mulai mendekati dokter Aliya.

Kami segera keluar ruangan itu secara bersama-sama. Entah kenapa aku sangat penasaran dengan pria tersebut, aku biarkan Hubby yang saat itu sedang mengobrol di depan kamar dokter Aliya dengan Gus Firja, sementara aku mengikuti langkah Tante Nadia.

"O iya Tante, siapa laki-laki itu?" tanyaku penasaran.

Tante Nadia pun menoleh ke arahku dengan tersenyum sembari duduk di kursi panjang yang terletak di samping kamar rawat inap.

"Dia Jerico, teman dekat Aliya," terang Tante Nadia. "Dua tahun yang lalu, mereka bertemu, saat kami liburan di Sydney. Saat itu Jeri sedang ada urusan bisnis di sana, dan ada salah-satu teman Tante yang mengenalkan mereka berdua." Cerita Tante Nadia. "Awalnya Aliya menutup hatinya untuk berteman dengan Jery, namun karena dukungan Tante dan Om akhirnya mereka semakin dekat, meski hubungan mereka LDR (Long Distance Relationship) tapi Tante cukup menghargai keseriusan Jeri terhadap Aliya, Jeri sangat baik dan perhatian, dan rencananya Jery juga akan melamar Aliya bulan depan," lanjut Tante Nadia. "Tapi saat kemarin dokter mendiagnosa Aliya sakit, Aliya langsung memutuskan hubungannya dengan Jery." Mata Tante Nadia mulai berkaca-kaca. "Tante bisa memahami perasaan Aliya, mungkin dia tidak ingin membebani Jery," katanya. "Tapi Tante lihat Jerico tulus, saat dia mengetahui keadaan Aliya yang sebenarnya entah dari siapa, dia langsung menghubungi Tante, dan segera memutuskan untuk kesini, bahkan dia juga yang menyarankan agar Aliya berobat di luar negeri, dan dia juga yang mengurus untuk keberangkatan kita esok hari," tambahnya. "Tante sengaja tidak mengatakan hal ini pada Aliya, karena pasti dia akan menolaknya." Ku lihat air mata Tante Nadia mulai menetes. "Tante bersyukur ada yang mencintai Aliya denga tulus," kata Tante Nadia dengan mengusap air matanya. "Tidak seperti kamu yang meninggalkan Aliya disaat dia berfikir kamulah laki-laki terbaik yang dia punya," kata Tante Nadia dengan guratan senyum menggodaku.

Hubbyna "Menanti Cinta"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang