Bagian 12

2.5K 105 0
                                    

Hari mulai menjelang sore, tamu pun sudah berkurang, acara walimatul urusy pernikahanku juga telah selesai, dan keluarga Gus Ashfa pun terlihat hendak berpamitan pulang. Kiayi Masykur yang saat itu asyik bersilaturahmi hangat dengan keluargaku mulai mengungkapkan keinginannya kepada kedua orang tuaku untuk membawaku ikut pulang bersama mereka, karena besok pagi akan digelar acara tasyakuran pernikahan kami di rumahnya. Dan orang tuaku dengan entengnya menyetujui dan mendukung keinginan beliau, padahal sebelumnya aku berfikir malam ini aku masih akan menginap di rumahku dan bercengkrama dengan keluargaku.

"Aku masih kangen ummi!" Rajukku kepada Ummiku dengan suara lirih.

"Huuuus! Kamu sudah jadi istri, sudah jadi menantu, kewajibanmu berbakti pada suami dan ikut ke rumah suamimu!" Tegas Ummiku. "Besok Ummi, Abah, dan keluarga juga kesana menghadiri tasyakuran pernikahanmu." Lanjutnya. "Ayo sekarang pamit pada keluarga di sini! Untuk barang-barangmu, biar besok Ummi yang bawakan!" Kata Ummiku kemudia.

Rasanya enggan kakiku melangkah untuk berpamitan kepada keluargaku, karena aku masih ingin tetap tinggal di rumah ini, namun Ummi segera menggandengku dan menuntun langkahku untuk berpamitan kepada mereka semua, pelukan hangat serta doa kebaikan pun mereka kirimkan untuk perjalananku menempuh kehidupan baru, kehidupan menjadi istri dan menantu seorang kiayi besar yang ada di kotaku. Ya akhirnya aku pun kembali ke rumah itu lagi, rumah keluar besar Kiayi Masykur dan Bu Nyai Arifah.

Satu jam sudah berlalu tepat adzan magrib aku sampai di rumah ibu nyai Arifah. Ning Azna dan Ning Khilma, dua orang kakak iparku itu segera menyambutku yang baru keluar dari mobil pengantin yang dinaiki aku dan Gus Ashfa, kemudian keduanya menggandeng tanganku untuk memasuki rumah menuju kamar pengantin yang telah di siapkan oleh keluarga ini. SubhanAllah, ternyata indah sekali kamar pengantin yang telah disiapkan untuk pernikahanku dan Gus Ashfa tersebut, ada rasa senang dalam hatiku saat melihat keindahan kamar itu, namun ada juga rasa takut, cemas, dan kekhawatiran di hatiku tentang sikap Gus Ashfa nanti saat melihatku ada di dalam kamarnya ini.

Setelah memintaku masuk ke dalam kamar, kedua kakak iparku itu pun pergi, kini aku sendirian di dalam kamar itu, aku duduk di atas ranjang tidur dengan taburan bunga mawar merah yang begitu wangi. Entah kenapa perasaanku tidak bahagia seperti layaknya pengantin baru, apalagi ketika aku mengingat sikap dingin Gus Ashfa padaku, bahkan saat duduk berdua di mobil tadi dia sedikitpun tidak pernah melihatku, mungkin sekarang pun dia tidak akan masuk ke dalam kamar ini karena ada diriku.

"Kreeek!" Tiba-tiba lamunanku terhenti saat seorang laki-laki berbaju pengantin warna putih masuk ke dalam kamar ini.

Lagi-lagi prasangka burukku terhadap Gus Ashfa keliru, ternyata dia pun berkenan masuk ke dalam kamar ini. Aku melihat dia melepas kopyah warna putih yang dikenakannya, kemudian melepas baju pengantin warna putih yang dipakai saat ijab qobul tadi, masih ada kaos putih lengan pendek yang melekat di tubuhnya, setelah melipat baju itu dengan rapi dan meletakkan di meja dekat lemarinya, kemudian dia membuka lemarinya itu dan mengambil baju Koko warna abu-abu untuk dikenakannya.

"Aku jamaah di masjid dulu!" Katanya lirih sambil melihat ke arahku. Aku pun segera mengangguk. Ku lihat langkah kakinya keluar dari kamar pengantin kami, aku tersenyum tipis. Tadi, dia sudah berkenan melihatku dan berpamitan padaku, meskipun sinar mata yang diberikannya begitu layu dan sendu.

Bersambung

Hubbyna "Menanti Cinta"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang