Pagi ini aku sengaja berangkat lebih awal. Setelah aku bantu Hubby membersihkan dirinya, aku berpamitan untuk berangkat ke rumah sakit. Aku tidak begitu memperdulikan sikap Hubby yang masih dingin padaku, ku abaikan sikapnya itu dengan sikapku yang tidak banyak berbicara padanya.
Dalam perjalanan menuju rumah sakit aku berfikir, tiga bulan melihat keangkuhan dan sikap dingin Hubby sungguh membuat batinku terasa kacau, bagaimana dengan perasaan Hubby saat selama kurang lebih 5 tahun menerima sikap dinginku, dia bisa dengan sabar menanti hingga aku dapat mencintainya. Ya Allah sungguh rasanya aku tidak adil atas sikapku ini kepadanya. Kecemburuan Hubby pada dokter Aliya mungkin adalah suatu hal yang wajar, apalagi dia pernah berada dalam perjalanan hidupku yang panjang dimana aku begitu sulit bangkit dari kenangan masa laluku itu.
Segera ku banting setir untuk belokkan mobilku, rasanya aku ingin segera bertemu Hubby dan meminta maaf padanya. Sungguh sikapku semalam padanya telah membuatku berada dalam rasa bersalah yang begitu besar. Aku telah melukai perasaannya dengan keegoisan kata-kataku yang mungkin telah melukai hatinya.
Saat sudah sampai di jalanan rumahku, segera aku tepikan mobilku di bawah pohon yang ada di pinggir jalan depan rumah, dan aku bergegas keluar dari mobilku.
Hubbyna, ku lihat wanita itu, istriku yang itu sedang ditemani mbak Nur berlatih berjalan dengan alat bantu di halaman rumah kami.
"Gus Ashfa!" Seru mbak Nur saat melihatku mulai masuk halaman rumah.
Hubbyna pun seketika melihat ke arahku.
Ku hampiri dia, dan ku sentuh tangannya untuk membantunya berlatih berjalan. Aku berdiri di belakangnya untuk terus membantunya.
"Mbak Nur tolong buatkan saya kopi ya!" Aku meminta mbak Nur untuk membuatkanku kopi.
Setelah mbak Nur masuk ke dalam rumah meninggalkan kami, aku mulai mengungkapkan perasaan bersalahku pada Hubby.
"Sayang aku minta maaf ya!" Aku mulai meminta maaf pada Hubby.
"Minta maaf untuk apa?" Tanyanya padaku.
"Mungkin perkataanku tadi malam telah melukai hatimu!" Jawabku kemudian.
Kulihat Hubby menoleh ke arahku dengan sebuah senyuman. "Aku yang seharusnya minta maaf, sudah sering menyakiti hati Gus Ashfa, dan terkadang berkata kasar pada Gus Ashfa," katanya dengan lembut dan tersenyum padaku.
"Tidak! Aku yang salah! Aku kurang memperhatikanmu! Aku tidak pernah membantumu berlatih seperti ini, tapi aku malah marah-marah padamu." Jawabku dengan tersenyum padanya saat dia menoleh ke arahku.
Sungguh melihat dia membalas senyumku membuat tenang rasa di hatiku, dan saat ku tatap wajah istriku itu, aku berdecak kagum, ya Allah ingin sekali aku menyentuh bibirnya yang kemerah-merahan, namun aku tahan karena tiba-tiba mbak Nur datang mengejutkanku.
"Gus kopinya!" Seru mbak Nur.
"Iya, terimakasih mbak!" Sahutku. "Aku berangkat kerja dulu ya sayang," kataku kemudian pada Hubby.
"Iya." Jawabnya dengan menganggukkan kepala.
Saat ini hatiku merasa lebih lega ketika melangkah meninggalkannya.
"Gus kopinya!" Seru mbak Nur lagi saat melihatku beranjak pergi.
"Buat mbak Nur saja!" Sahutku kemudian seraya kembali melanjutkan langkahku.
Ya, rasanya hari ini aku begitu bahagia, sepertinya sikap Hubby telah berubah, dia sudah mulai mau berlatih berjalan, dia juga sudah berkenan membalas senyumku dengan senyum manisnya. Aku merasa bahagia dengan sikapnya, dan sepertinya aku juga harus lebih banyak meluangkan waktuku untuk menemaninya saat dia berlatih mengulang terapinya di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubbyna "Menanti Cinta"
General FictionSebuah kisah perjodohan antara seorang dokter muda dengan seorang mahasiswi yang menempuh pendidikan di sebuah pesantren milik keluarga sang dokter. Perjodohan ini sangatlah tidak diinginkan oleh sang dokter, karena sang dokter telah memiliki kekasi...