Bagian 3

2.9K 125 1
                                    

Sudah satu hari Gus Ashfa berada di rumahnya, aku melihat sikap Gus Ashfa begitu dingin padaku, meski kita pernah satu meja makan, pernah berpapasan, namun tak pernah sedikitpun dia memperhatikan diriku, sepertinya dia tak pernah menginginkan perjodohan ini, dan jujur sikapnya sangat mengganggu pikiranku.

Pagi ini sebelum aku berangkat ke kampus, seperti biasa aku membantu Ning Azna dan Ning Khilma menyiapkan sarapan untuk keluarga.

"Kuliah jam berapa dik?" Tanya Ning Khilma padaku.

"Jam setengah sembilan Ning." Jawabku sambil membantu mengelap piring untuk ditata di meja makan.

"Aku berangkat dulu ya? soalnya aku ada jam mengajar." Kata Ning Khilma padaku dan pada Ning Azna.

Seperti biasa Ning Khilma jarang ikut sarapan pagi bersama kami, karena dia harus mengajar murid Aliyah di pesantren ini ketika jam tujuh pagi. Meski jarak antara rumah dan gedung sekolah dekat, dia selalu disiplin waktu dan selalu berangkat sebelum jam tujuh. Sementara Ning Azna dia memiliki tugas mengajar kitab di malam hari, jadi terkadang lebih banyak waktuku bersama Ning Azna dari pada Ning Khilma.

Pagi ini setelah selesai menyiapkan sarapan di meja makan, aku kembali ke dapur untuk mencuci tanganku yang baru saja ketumpahan sedikit kuah sayuran, sementara Ning Azna berpamitan padaku untuk mandi pagi sebelum sarapan bersama keluarga.

Ku lihat di dapur begitu sepi, mbak-mbak santri yang biasa membantu pekerjaan di rumah ini juga sudah kembali ke asramanya untuk belajar, begitu juga dengan abdi ndalem keluarga ini, dia berpamitan padaku untuk ke pasar membeli keperluan dapur rumah.

Berlahan aku hidupkan kran di wastafel, menuangkan sabun cuci ke tanganku, kemudian membilas tanganku hingga bersih dengan air kran tersebut. Dan di tengah-tengah konsentrasiku mencuci tangan tiba-tiba seorang laki-laki menjejeriku.

Aku terkejut saat laki-laki itu berdiri di sampingku, jujur jantungku berdebar apalagi saat melihat dia menoleh ke arahku dan menatapku. Aku langsung menunduk dan terdiam membisu karena tak tau harus memulai berbicara apa dengannya. Dan ternyata dia yang memulai pembicaraan denganku.

"Aku tidak menginginkan perjodohan ini. Aku sudah menolak keinginan Abah dan Ummi, namun beliau tetap memaksaku. Aku tidak mampu menetang keputusan beliau berdua." Kata laki-laki itu tiba-tiba. "Ummi dan Abah tetap menginginkan aku menikah denganmu." Lanjutnya. "Aku ingin berkata jujur padamu. Aku, tidak menyukaimu, karena aku sudah memiliki pilihan yang lain, aku mincintai gadis lain. Aku punya harapan bisa menikah dan menjadi imam buat dia." Katanya jujur padaku. "Aku minta maaf jika kata-kataku ini menyakitimu!!" Pintanya kemudian. "Aku yakin kamu adalah gadis yang baik. Jika perjodohan ini terus dilakukan, maka aku bisa menyakiti perasaanmu, begitu juga dengan perasaanku, aku pun akan sakit karena harus hidup dengan orang yang tidak aku cinta." Jelasnya. "Karena itu pergilah dari rumah ini!! Minta pada orang tuamu untuk membatalkan perjodohan ini!!!" Pintanya padaku. "Aku mohon!!" Lanjutnya menghiba.

Aku terdiam, aku mengangguk-anggukkan kepalaku, bibirku tak mampu menjawab permintaannya dengan sebuah kata-kata, apalagi ketika aku lihat matanya penuh pengharapan saat dia memohon padaku agar aku pergi darinya dan membatalkan perjodohan ini.

Setelah melihat anggukanku laki-laki yang biasa ku sebut Gus Ashfa itu pun segera meninggalkanku. Aku masih terdiam di depan wastafel. Entah kenapa perkataan laki-laki itu begitu menyayat hatiku. Hatiku bagai dihunus pisau tajam. MasyaAllah apa mungkin itu karena tanpa sadar aku telah menaruh harapan besar untuk menjadi pendamping hidupnya.

Rasanya aku begitu malu, ternyata selama ini aku hanya terbawa rasa padanya, terbawa oleh sebuah pengharapan pada pria yang masih fatamorgana, yang pada kenyataannya pria itu sama sekali tak pernah menginginkanku.

Tak terasa air mata pun menetes di pipiku. "Tidak aku tidak boleh menangis!!" Kataku dalam hati. Segera aku lanjutkan mencuci tanganku dan kemudian pergi menuju ke dalam kamarku.

Bersambung

Hubbyna "Menanti Cinta"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang