Bagian 14

2.4K 102 2
                                    

Atas ijin Allah acara tasyakuran pernikahanku dengan Gus Ashfa di kediamannya berjalan lancar, keluargaku datang tepat waktu, begitu juga para tamu undangan, tak ada kendala dalam acara ini, karena semuanya berjalan sesuai dengan rencana yang diinginkan.

Setelah acara selesai keluargaku pun berpamitan untuk pulang, peluk dan cium dari Abah dan ummi serasa tak ingin aku lepaskan, sejatinya aku ingin kembali ikut pulang bersama mereka, namun doa kebaikan yang mereka ucapkan saat mengusap kepalaku menjadi energi baru dalam diriku untuk tetap berada dalam rumah ini menunaikan kewajibanku berbakti kepada suami.

Para tamu yang hadir di rumah ini juga satu persatu mulai pergi, dan suasana pun mulai sepi. Karena tak ada lagi tamu yang aku temui, aku masuk ke dalam kamarku, kubuka baju pengantin yang melekat di tubuhku ini, ku ganti dengan bajuku sendiri. Tak lama setelah itu aku lihat Gus Ashfa masuk ke dalam kamar kami. Dia melihatku, dan melangkah menghampiriku, tidak ku sangka dia berkenan duduk di sebelahku.

"Nanti malam aku akan kembali ke kampus." Katanya padaku. "Aku harus menyelesaikan program koas ku." Lanjutnya menjelaskan program profesi yang harus dia tempuh untuk mendapatkan gelar "dr" atau dokter setelah dia mendapatkan gelar sarjana kedokteran kemarin. "Program koas ku masih kurang sekitar satu tahun," katanya lagi. "Setelah itu aku juga masih harus ujian, hingga aku bisa yudisium" tambahnya. "Selanjutnya aku juga masih harus magang, agar aku bisa memperoleh surat ijin praktek, dan agar aku juga bisa mengajukan pendidikan lagi untuk program spesialis. " Jelasnya lagi. "Jadi, mungkin selama kegiatan itu belum selesai, aku akan jarang pulang" tambahnya dengan menoleh ke arahku. "O iya, konsentrasilah dengan kuliahmu. Kamu tidak perlu khawatir dengan semua kebutuhan dan biaya pendidikanmu, karena keluargaku yang akan menanggungnya." Katanya kemudian seraya beranjak dari tempat duduknya dan mengambil tas ransel dari dalam lemarinya.

Aku lihat dia mulai mengemasi pakaiannya. Aku beranikan diri untuk mendekatinya dan menawarkan diri untuk membantunya "aku bantu ya!" Tawarku.

"Tidak usah, kamu istirahat saja!" Tolaknya, dengan melihat ke arahku.

Aku pun tersenyum ke arahnya, dan kemundian mundur untuk menjauh darinya. Ku alihkan pandanganku dari keberadaannya yang sedang merapikan barang-barangnya.

Ya Allah, entah pernikahan apa ini namanya. Dan entah apa yang akan terjadi dengan kehidupan pernikahanku selanjutnya.

Bersambung

Hubbyna "Menanti Cinta"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang