Pagi ini ku lihat Hubby di depan almari sedang menyiapkan baju yang hendak aku kenakan untuk bekerja. Kupeluk dia dari belakang dan kucium pipinya.
"Sayang, I love you," bisikku di telinganya.
Segera aku ajak dia untuk duduk di ranjang tidur kami.
"Tolong bacakan artikel ini! Aku akan pakai baju dulu!" Ku pinta Hubby membaca sebuah artikel tentang kista dari laptopku yang sudah aku siapkan untuk membangun semangatnya setelah aku mengatakan hasil USGnya nanti.
"Kista pada ovarium sering membuat wanita cemas dan panik." Hubby mulai membaca artikel itu, dan aku mulai mengenakan pakaianku yang telah dia siapkan. "Karena dianggap dapat mengurangi kesuburan dan peluang untuk hamil. Sebenarnya operasi kista tidak terlalu mengganggu kesuburan dan peluang untuk hamil, apalagi jika pada operasi ini hanya kista yang diangkat, tanpa mengganggu kedua ovarium, dan prosedur ini juga dipercaya bisa membantu meningkatkan peluang seorang wanita untuk hamil. Dan..."
"Sudah! Mana laptopnya," kataku kemudian memotong keasyikan Hubby saat membaca.
Kuraih laptopku dari tangannya. Dan aku mulai duduk di hadapannya, aku duduk di lantai dengan memegang lututnya dan kemudian menggenggam kedua tangannya.
"Sayang! Dengarkan aku! Semalam setelah dokter memeriksamu dia menunjukkan hasil USG dari pemeriksaannya padaku. Dari hasil USG tersebut, dokter menjelaskan bahwa ada kista di ovariummu, dokter bilang kista itu masih kecil dan belum menyebar, jadi dia menyarankan agar kamu segera di operasi." Jelasku dengan pelan dan hati-hati. "Sayang! Untung saja kista itu bisa dideteksi lebih awal, jadi dokter bisa segera melakukan penanganan sebelum kista itu tumbuh lebih besar dan menyebar!" kataku. "Sayang! Kamu sudah baca artikel di laptopku tadi kan? Operasi pengangkatan kista yang nanti akan kamu lakukan tidak terlalu mempengaruhi kesuburanmu dan peluangmu untuk hamil." Kataku lagi padanya.
Ku lihat Hubby hanya terdiam mendengarkan penjelasanku, tanpa menjawab sepatah katapun. Tatapan matanya tiba-tiba kosong, dan aku lihat kemudian dia beranjak dari tempat duduknya melepaskan genggaman tanganku, kakinya melangkah menuju jendela kamar kami yang terbuka lebar, entah apa yang dia lihat, mungkin rerumputan dan bunga-bunga yang tersiram embun pagi di halaman samping rumah kami.
Aku memahami perasaannya, pasti hatinya sangat terluka dengan kabar yang telah aku sampaikan, meskipun tak ku lihat tetes air mata di pipinya.
"Sayang! Kita hadapi semua ini bersama! Aku akan selalu menemanimu!" Kataku kemudian dengan mendekap tubuhnya dari belakang. "Sayang! Aku tau kamu wanita pilihan! Dan aku yakin kamu mampu melewati semua ini!" Ujarku kemudian dengan mencium pundak sebelah kirinya. "Aku akan selalu menemani kamu, dan kita akan lewati semua ini bersama-sama." Aku berusaha meyakinkan dia kalau aku akan selalu mendukungnya.
Sungguh sebenarnya hatiku sangat pilu melihat raut wajahnya yang begitu terluka, ingin sekali rasanya aku menggantikan beban hidup yang dialaminya, namun aku hanya bisa memberikan dukungan dengan doa dan cintaku padanya.
Hari itu telah berlalu, kini sudah tiga hari dari ungkapanku menjelaskan tentang penyakit yang dialami oleh Hubby. Sore ini ketika aku baru pulang dari rumah sakit.
"Mana Ning Hubby mbak Nur?" Tanyaku pada mbak Nur ketika melihat Hubby tidak ada di dalam kamarnya.
"Dari tadi pagi keluar Gus, memangnya tidak pamit pada Gus Ashfa?" Jawab mbak Nur berbalik tanya padaku.
Segera ku periksa handphone yang sudah aku letakkan di dalam kamar, aku lihat panggilan telefon dan pesan WhatsApp kalau-kalau Hubby menghubungiku namun aku tidak mendengarnya. Ku lihat ada lima panggilan telefon yang tidak terjawab, dan ada satu pesan WhatsApp untukku darinya.
"Aku ada di klinik dokter Gunawan." Ku baca pesan untukku itu yang ditulis sekitar delapan jam yang lalu.
"Mbak Nur, aku keluar dulu, tolong rumah dijaga!" Pamitku kemudian pada mbak Nur.
Aku segera melajukan mobilku dengan kencang menuju klinik dokter Gunawan. Jujur saat ini perasaanku begitu khawatir dengan keadaan Hubby.
Setelah sampai di klinik dokter Gunawan aku bergegas masuk ke dalam dan mencari Hubby istriku. Aku tanyakan tentang keberadaan istriku tersebut pada resepsionis klinik, dan alangkah terkejutnya aku ketika resepsionis itu mengatakan kalau Hubby sudah dipindahkan ke ruang rawat inap. Seketika aku berlari menuju kamar rawat inap istriku tersebut.
"Hubby!" Seruku saat melihatnya sudah ditemani selang infus di tangannya.
Ternyata Hubby memutuskan untuk melakukan operasi pengangkatan kistanya tanpa memberitahuku terlebih dahulu.
"Kenapa kamu lakukan ini?" Tanyaku padanya. "Kalau terjadi apa-apa padamu siapa yang akan bertanggung jawab?" Tanyaku lagi.
"Aku sudah menelfon Gus Ashfa, tapi Gus Ashfa sepertinya sibuk." Jawabnya. "Aku meyakinkan dokter agar aku segera di operasi, aku membuat surat kuasa atas nama dokter Ashfa agar aku segera ditangani, dan karena hari ini dokter Gunawan tidak ada jadwal operasi, akhirnya aku bisa segera di tangani." Jelasnya padaku.
"Hubby! Tapi ini sangat beresiko, seharusnya kamu tetap menungguku. Jika terjadi apa-apa padamu bagaimana coba?" Kataku padanya dengan penuh kekhawatiran.
"Dokter, kenyataannya aku baik-baik saja kan?" Sahut Hubby dengan nada keras kepalanya.
"Ya sudah! Aku ke dokter dulu!" kataku kemudian padanya, karena percuma aku berdebat tentang operasi yang telah dia lakukan tanpa sepengetahuanku itu, aku berfikir lebih baik aku menemui dokter, dan menanyakan keadaannya, serta berkonsultasi untuk pemulihan kesehatannya.
"Aku minta maaf dokter, tidak bisa menemani istriku tadi saat operasi!" Kataku pada dokter Gunawan.
"Istrimu tadi membawa surat kuasa yang telah kamu tanda tangani, dan mengisi berkas persyaratan operasi dengan lengkap. Aku rasa kalian sudah mengkomunikasikannya kan? Istrimu juga bilang kalau kamu sibuk di rumah sakit, dan akan segera datang setelah urusanmu di rumah sakit selesai." Cerita dokter Gunawan padaku.
"Iya benar." Sahutku.
Kemudian dokter mulai menjelaskan padaku tentang keadaan Hubby, dan memberikan saran-saran yang harus Hubby lakukan agar dia lekas sembuh, serta memberikan nasehat padaku tentang sikap yang harus aku lakukan untuk mendukung istriku itu.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubbyna "Menanti Cinta"
Ficção GeralSebuah kisah perjodohan antara seorang dokter muda dengan seorang mahasiswi yang menempuh pendidikan di sebuah pesantren milik keluarga sang dokter. Perjodohan ini sangatlah tidak diinginkan oleh sang dokter, karena sang dokter telah memiliki kekasi...