Bagian 18

2.5K 110 2
                                    

Saat aku membuka pintu kamar, ku lihat Gus Ashfa sudah merebahkan tubuhnya di atas ranjang tidur kami. Matanya tertutup rapat, entah dia pura-pura tidur, atau benar-benar telah terlelap. Aku biarkan dia beristirahat, aku ambil laptopku dan kembali mengerjakan tugas-tugas kuliahku.

Tak lama kemudian suara adzan ashar pun terdengar, segera aku berwudlu' dan mengambil mukenahku. Seperti biasa aku akan berjamaah sholat ashar sore ini, aku tinggalkan Gus Ashfa yang masih terlelap tidur.

Setelah sholat selesai, sengaja aku tidak langsung pulang, aku mengikuti murojaah hafalan Al Qur'an di surau, tempat santriwati pesantren ini melaksanakan jamaah sholat dan kajian Islam.

Satu jam telah berlalu, kegiatan ini pun selesai, aku bergegas pulang. Ku lihat Gus Ashfa sudah tidak ada di ranjang tidur, sepertinya dia ada di kamar mandi, karena ku dengar suara air kran yang mengalir di kamar mandi kami.

Tak lama kemudian dia pun keluar dari kamar itu, dan tak sengaja kita saling bertatapan. Ku lihat dia hanya mengenakan handuk yang melingkar di pinggangnya hingga lutut, karena merasa risih, dan tidak sopan aku pun mengalihkan pandanganku, tubuhku memblakanginya, aku pura-pura sibuk kembali dengan tugas-tugas kuliahku.

Gus Ashfa, pria itu memang sangat tampan, kulitnya yang putih bersih, rambutnya yang hitam dan tebal, tinggi badannya yang semampai, dan postur tubuhnya yang proporsional, sunggu siapa wanita yang hatinya tidak bergetar ketika memandang. Ya hatiku pun berdecak kagum saat memandangnya, saat menatap matanya, dan saat mendengar suaranya, meskipun aku sadar dia hanya memberikan hati bekunya yang tertutup gurun salju untukku.

"Bagaimana kuliahmu?" Tanyanya tiba-tiba memecah lamunanku.

"Oh... Baik!" Sahutku sedikit gugup, dengan melihat pria yang sudah memakai baju koko krem dan sarung dengan rapi itu berdiri di sebelah kursi tempatku duduk.

"Sudah mengajukan skripsi?"

"Belum, masih ada beberapa SKS yang belum selesai, InsyaAllah setelah KKN akan aku ajukan judul." Jawabku.

"Kapan kamu KKN?" Tanyanya.

"Setelah lebaran, dua atau tiga bulan lagi."

"Ooooh!" Laki-laki itu mulai melangkah meninggalkanku dan duduk di ranjang tidur kami, tepatnya di belakang kursi tempatku duduk. "Mungkin tahun ini aku tidak bisa menemanimu lebaran di sini." Katanya kemudian dengan suara yang di tata lebih pelan. "Aku hanya dua hari di rumah ini, karena lusa aku akan berangkat lagi." Lanjutnya. "Aku masih ada program internship, kurang lebih satu tahun di luar pulau." Dia menjelaskan padaku tentang program pengabdian yang harus dia lakukan, yang merupakan tanggung jawabnya terhadap profesinya sebagai seorang dokter muda.

"Iya tidak apa-apa." Jawabku, "Semoga dokter Ashfa sukses!" Tambahku kemudian, sambil menoleh ke arahnya dan tersenyum renyah, yang sengaja aku berikan agar dia tidak merasa terbebani saat dia meninggalkanku.

"Terimakasih!" Jawabnya. "Setelah semua selesai dan aku kembali nanti, aku akan berusaha jadi suami yang baik untukmu!" Katanya kemudian menggetarkan hatiku. "Aku memang belum bisa mencintaimu, tapi InsyaAllah aku akan menjaga hati ini, aku tidak akan menodai kesucian rumah tangga ini." Lanjutnya. "Maafkan aku ya!" Katanya kemudia seraya berdiri mendekatiku. "Aku doakan tugas akhirmu lancar!" Terusnya mendoakanku. "Aku ke masjid dulu!" Katanya kemudian seraya pergi meninggalkanku.

Sungguh ungkapan Gus Ashfa benar-benar menyentuh hatiku, dia memang tidak pernah mencintaiku, tapi aku yakin dia adalah pria yang baik, yang takut kepada Tuhannya, yang cinta kepada Rosulnya, yang patuh kepada orang tuanya, dan yang tidak akan menghianati janji suci pernikahannya. Ya Allah sungguh hatiku bergetar melihat sikap dan pribadinya, ya... Sepertinya aku mengaguminya, mengagumi pribadi suamiku, laki-laki berhati beku yang saat ini turus berusaha menjadi suami yang baik untukku.

Bersambung

Hubbyna "Menanti Cinta"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang