"Ummi sudah boleh pulang, sekarang dia masih di ruang fisioterapi, karena dokter syarafnya menyarankan agar Ummi fisioterapi," kata kak Azna padaku. "Sebenarnya, Gus Ahmad ingin dokter Andre yang menangani terapi Ummi, tapi karena beliau masih di luar kota jadi sementara ini dokter Aliya yang menangi, InsyaAllah saat Ummi kontrol nanti dokter Andre sudah datang dan bisa menangani Ummi."
"Iya." Aku mengangguk.
Setelah meminta tolong pada kang Iqbal dan dua orang santri putri untuk memasukkan barang-barang milik Ummi ke dalam mobil, kak Azna mengajak aku dan Hubby menyusul Ummi di ruang fisioterapi. Kak Azna memberitahukan padaku saat ini Ummi ditemani oleh kak Khilma dan Gus Azka di ruang fisioterapi, sementara Gus Ahmad dan Abah tengah mengurus administrasi pembayaran biaya rumah sakit.
Saat di depan ruang fisioterapi ku lihat pintu ruangan yang sedikit terbuka, sebenarnya tidak boleh ada banyak orang yang masuk dalam ruangan ini, karena aku merasa terapi Ummi sudah hampir selesai akhirnya aku memutuskan untuk mengajak kak Azna dan Hubby masuk ke dalam dengan membuka pintu ruangan itu berlahan.
"Ashfa!" sapa kak Khilma lirih ketika melihatku, Hubby dan kak Azna masuk ke dalam.
Hubby pun Aku lihat segera mencium tangan kakak iparnya tersebut.
"Mana kak Azka?" tanyaku.
"Lagi ngurus pembayaran, soalnya Gus Ahmad nganterin Abah pulang barusan, sepertinya Abah kurang enak badan."
Aku mengangguk mendengarkan penjelasan kak Khilma sembari memperhatikan Ummiku yang sedang melakukan fisioterapi bersama dokter Aliya dan seorang perawat.
Tak lama kemudian fisioterapi itupun selesai, ku lihat setelah itu Ummi dan dokter Aliya melihat ke arahku.
"Ashfa!" seru Ummiku dengan senyum semringah. Aku segera menghampirinya dan mencium tangannya. "Ini anak terakhir Ummi!" kata Ummiku pada dokter Aliya yang saat itu sedang mendorong kursi rodanya. "Dokter kenal kan? Dia juga bekerja di sini."
"Iya Bu, saya kenal," jawab dokter Aliya dengan tersenyum kepada Ummiku, saat Ummiku menoleh ke arahnya.
"Ini menantuku istrinya Ashfa," kata Ummiku lagi kepada dokter Aliya saat Hubby menyusulku untuk mencium tangan Ummi.
Aku lihat sepertinya Ummi sangat nyaman ketika melakukan terapi dengan dokter Aliya, bahkan mereka cukup dekat saat berkomunikasi.
Setelah percakapan Ummi dan dokter Aliya selesai, aku segera berpamitan kepada dokter Aliya dan berterima kasih padanya, kemudian mendorong kursi roda Ummi keluar ruangan itu.
"Ummi naik mobil Ashfa saja ya!" kataku pada Ummi saat kita sudah sampai di pintu depan rumah sakit.
"Iya, Ummi naik mobil Ashfa saja, soalnya di mobil Gus Azka ada mbak-mbak santri dan banyak barang-barang juga," sahut kak Azna. "Gus Ahmad juga barusan telfon aku, nggak bisa kesini, banyak tamu di rumah, jadi Gus Ahmad ngurusin tamu, biar Abah bisa istirahat," jelas kak Azna pada Ummiku.
"Iya, terserah, Ummi naik mobil siapa saja mau," jawab Ummiku.
Aku bergegas mengambil mobilku dari tempat parkir, setelah sampai di teras depan pintu rumah sakit aku keluar dari mobil dan segera menghampiri Ummiku untuk menggendongnya dari atas kursi roda.
"Tidak usah, Ummi bisa jalan meskipun pelan!" tolak Ummiku saat aku hendak menggendongnya.
"Tidak apa-apa, Ashfa kan ingin menggendong Ummi." Aku tetap menggendong Ummiku meskipun beliau menolaknya, sungguh hatiku dipenuhi rasa bersalah karena tidak ikut menjaganya ketika beliau sedang sakit.
"Gimana Ummi tadi terapinya?" tanya kak Azna saat kita sudah berada di dalam mobil.
Kebetulan Ummi duduk ditemani kak Azna di belakang, sedangkan Hubby menemaniku di depan.
"Dokternya baik sekali, Ummi suka, cantik, ramah juga," jawab Ummiku dengan ekspresi wajahnya yang bahagia.
"Besok kalau kontrol kata Abinya anak-anak Ummi terapi di dokter Andre saja, dokter senior, biar Ummi cepet sembuh," kata kak Azna.
"Ah, nggak usah, Ummi suka sama dokter yang tadi, dokternya baik, Ummi juga lebih enakan kok terapi sama dia, Ummi mau tetep terapi sama dokter yang tadi saja." Jawab Ummi menolak keinginan suami kak Azna.
"Ya sudah terserah Ummi, nanti saya bilangkan sama Gus Ahmad." Jawab kak Azna.
"Dokternya itu lo baik banget, sabar, telaten, Ummi sudah cocok sama dia," kata Ummiku. "Tapi tadi Ummi lupa nggak tanya namanya, terus Ummi tadi bilang gini lo sama dia, kalau Ummi masih punya anak laki-laki yang belum menikah pasti Ummi akan melamar dia untuk jadi menantu Ummi, karena tadi pas umi tanya ternyata dia belum menikah."
Cerita Ummi tentang dokter Aliya benar-benar membuat perasaanku merasa tidak tenang, aku takut perasaan Hubby akan terganggu dengan sikap Ummi yang berulang-ulang memuji kebaikan dokter Aliya, apalagi saat ini aku melihat sikap Hubby yang hanya terdiam dengan sesekali tersenyum tipis mendengar cerita Ummiku.
"O iya, dokternya itu tadi namanya siapa?" tanya Ummi kemudian.
"Dokter Aliya."
Spontan aku dan Hubby menjawab pertanyaan Ummi secara bersama-sama. Ku lihat saat itu Hubby langsung menatapku dan kemudian segera mengalihkan pandangannya.
"Oooo... Dokter Aliya," sahut Ummiku.
Entah jawaban itu mengingatkan Ummi pada nama wanita yang pernah aku ceritakan padanya beberapa tahun yang lalu atau tidak, yang jelas saat ini aku berharap Ummi tidak memuji tentang sikap dokter Aliya padanya di depan kami saat ada Hubbyna.
Tak lama kemudian mobilku sudah sampai di halaman rumah Ummi. Ku lihat kakak-kakakku dan sanak saudara yang lain sudah menunggu di depan, aku segera keluar dari mobil untuk membopong Ummi masuk ke dalam rumah, sesudah bersilaturahmi dengan mereka semua, dan melihat Ummi sudah beristirahat aku dan Hubby berpamitan untuk pulang.
Dalam perjalanan pulang aku lihat raut wajah Hubby tidak seperti biasanya, dia lebih banyak diam, aku berfikir mungkin perubahan sikapnya ini karena saat di dalam mobil tadi Ummi berkali-kali memuji kebaikan dokter Aliya.
"Kita cari makan dulu yuk!" ajakku membuyarkan lamunannya.
"Aku capek, langsung pulang aja ya!" jawabnya tanpa semangat.
"Okey!" sahutku.
Sesampai di rumah, ku lihat Hubby langsung masuk ke dalam kamarnya, dia bergegas membersihkan diri di kamar mandi, dan ku lihat setelah itu dia melakukan ibadah dan mengaji. Aku tidak ingin mengganggunya, ku biarkan dia dengan aktivitasnya, dan aku pun melakukan aktivitasku, setelah membersihkan diri di kamar mandi, aku mulai menyibukkan diriku dengan membaca buku, dengan mengotak-atik laptopku, dan kemudian merebahkan tubuhku di atas tempat tidur dekat Hubby mengaji.
Melihat aku yang sudah mulai bersiap tidur, Hubby pun membuka mukenahnya dan meletakkan Al Qur'annya.
"Gus Ashfa!" ku dengar Hubby memanggilku.
"Mmmmm?" sahutku.
"Aku lihat Ummi sangat menyukai dokter Aliya," katanya sembari duduk menemaniku yang saat itu sudah berbaring di atas tempat tidur. "Mungkin jika saat itu mereka bertemu, pasti Ummi akan lebih menyukai dokter Aliya dari pada diriku."
Aku sudah mengira perubahan sikap Hubby pasti ada kaitannya dengan dokter Aliya, dan dugaanku ternyata benar.
"Sayang! Pada kenyataannya saat itu Ummi tidak mau bertemu dengan dokter Aliya, dan Ummi lebih menyukai kamu dari pada dokter Aliya." Aku bergegas bangkit dari tidurku dan memeluknya. "Ayo tidur! Jangan berfikir macam-macam!" pintaku kemudian padanya.
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
Hubbyna "Menanti Cinta"
General FictionSebuah kisah perjodohan antara seorang dokter muda dengan seorang mahasiswi yang menempuh pendidikan di sebuah pesantren milik keluarga sang dokter. Perjodohan ini sangatlah tidak diinginkan oleh sang dokter, karena sang dokter telah memiliki kekasi...