Bagian 22

2.7K 114 4
                                    

Pagi yang cerah, namun kulihat suasana senyap di meja makan, hanya ada aku, Ummi, dan Gus Ashfa, sementara Abah sedang keluar kota, dan sejak satu bulan yang lalu Ning Khilma dan Gus Azka pun pindah dari rumah ini, karena Gus Azka sedang mengembangkan yayasan pendidikan yang baru dia bangun di pinggiran kota ini. Sementara Gus Ahmad dan Ning Azna sowan ke rumah orang tuanya Ning Azna yang sedang gerah, atau sakit dalam bahasa Jawa.

"Ashfa! Kapan Ummi diberi cucu?" Tanya Ummi memecahkan suasana hening di meja makan.

"Bukankah Ummi sudah punya 8 cucu," jawab Gus Ashfa dengan menyebutkan jumlah putra kakaknya yang masing-masing ada 4.

"Mereka semua kan sudah tidak tinggal sama Ummi, sudah di pesantren semua." Sahut Ummi. "Ummi rindu suara anak kecil di rumah ini." Lanjut Ummi masih dengan suara lembutnya.

"InsyaAllah! Doakan ya Ummi!" Jawab Gus Ashfa kemudian, seraya bangkit dari tempat duduknya. "Aku berangkat dulu Ummi!" Katanya dengan mencium tangan dan kedua pipi Umminya. "Aku berangkat Hubby!" Katanya kemudian padaku.

Setelah Gus Ashfa pergi, aku pun menyusul pergi meninggalkan rumah itu menuju area pesantren tempatku mengajar, yang jaraknya hanya 200 meter dari rumah tempatku tinggal. Aku berjalan kaki menuju tempat itu, di tengah perjalanan aku mulai memikirkan keinginan Ummi mertuaku, bagaimana bisa akan ada cucu di rumah itu sementara Gus Ashfa sama sekali tidak pernah menyentuhku, sungguh ini adalah dilema hidupku, aku memilih diam untuk terus menjalani drama ini berharap pintu hati Gus Ashfa terbuka untukku.

Sesampai di sekolah, aku mulai mengajar dari kelas, ke kelas yang lain, Alhamdulillah aktivitas ini bisa sedikit menghiburku dari kepelikan masalah rumah tanggaku.

Setelah mengajar, sengaja aku membuka akun Facebookku kembali untuk menghibur diri mengurangi rasa penatku. Tanpa sengaja aku lihat di berandaku seseorang menandai dr. Aliya tentang status "kenangan saat KKN". Ku pandangi foto-foto itu, sepertinya aku mengenali salah seorang yang ada dalam foto-foto lama itu, iya diantara mereka ada suamiku. Karena penasaran aku coba masuk untuk melihat akun seorang wanita yang menandai dr. Aliya tersebut. Aku lihat foto-foto yang ada di Facebook wanita itu. Ya, aku banyak menemukan jawaban dari rasa penasaranku. Ya Allah ternyata prasangkaku bahwa dr. Aliya yang kemarin aku temui saat kegiatan workshop adalah benar, dia adalah mantan kekasih suamiku yang mungkin sampai saat ini masih belum bisa di lupakan.

Tak terasa berlinang air mataku, jantungku berdenyut kencang, dan keringat dinginku keluar, entah kenapa mengetahui kebenaran tentang kekasih Gus Ashfa sangat menyakitkan hatiku, dan terasa sesak di dadaku.

Aku menghelan nafas panjang dan memperbanyak membaca istighfar untuk menenangkan pikiranku. Segera aku pulang setelah kewajiban mengajarku di sekolah selesai. Entah kenapa aku ingin sekali menemui dokter Aliya. Ya siang itu selepas menyelesaikan tugasku, aku yang hendak pulang mengurungkan niatku untuk pulang. Aku menuju rumah sakit tempat suamiku dan dr. Aliya bekerja, aku berjalan ke arah jalan raya untuk mendapatkan angkutan umum yang bisa membawaku kesana.

"Assalamualaikum mbak! Bisa saya ketemu dengan dr. Aliya?" Tanyaku sopan pada seorang resepsionis yang ada di lobi rumah sakit itu.

Ku lihat resepsionis itu memeriksa sebuah buku, mungkin buku yang berisi jadwal dokter Aliya bertugas.

"Maaf mbak, dokter Aliya shift malam." Katanya padaku dengan senyuman. "Mungkin jika sangat penting bisa ditemui di klinik Cintra Medika, klinik keluarga dr. Aliya!" Saran resepsionis itu kemudian.

Klinik Cintra Medika, mungkin itu adalah tempat yang pernah disebutkan oleh teman sejawatku ustadzah Mar'ah, dia pernah bilang kalau rumah sakit baru di dekat Doble W adalah milik keluarga dr. Aliya. Ya, mungkin maksut ustadzah Mar'ah adalah klinik yang disebut resepsionis itu.

Hubbyna "Menanti Cinta"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang