Bagian 40

2.9K 112 19
                                    

Satu bulan telah berlalu, aku lihat kesehatan Hubby semakin hari semakin membaik, terlihat dia sering melakukan aktivitas tanpa mengandalkan bantuan dariku atau pun dari mbak Nur. Seperti yang aku lihat pagi ini.

"Gus Ashfa! Gus Ashfa!" Teriaknya mengejutkanku.

"Ada apa?" Sepertinya suaranya terdengar dari kamar mandi, dan aku segera menghampirinya.

"Aku bisa berdiri." Katanya dengan memegang gayung di tangannya, menunjukkan padaku kalau dia bisa berdiri tanpa sebuah alat bantu.

"Iya, iya!" Jawabku saat melihatnya menunjukkan ekspresi yang sangat bahagia.

Ku hampiri wanita itu dan ku raih tangannya, karena jujur aku khawatir dia terjatuh di kamar mandi yang licin karena ada guyuran air di lantainya.

"Ayo sini!" Kataku dengan meraih tangannya.

Ku pegangi tangan wanita itu untuk berjalan keluar dari toilet kamar kami.

"Gus Ashfa! Aku sudah bisa jalan aku sudah bisa jalan!" Ungkapnya bahagia saat duduk di ranjang tidur kami. "Terimakasih Gus Ashfa! Terimakasih!" Katanya dengan memelukku yang saat itu duduk di sampingnya.

"Iya! Sama-sama!" Kataku. "Alhamdulillah, kamu sudah sehat kembali!" Aku tersenyum bahagia saat melihat ekspresi kebahagiaan dari wajah wanita itu, wanita yang hampir enam tahun menjadi istriku. "Kalau begitu, aku akan segera ambil cuti, agar kita bisa secepatnya berangkat bulan madu!" Kataku kemudian.

"Haaaa?" Hubby seketika menganga. "Mmmm... Aku tidak mau pergi kemana-mana." Sahutnya kemudian dengan menundukkan kepala.

Ku lihat seketika kebahagiaan dari aura wajahnya menghilang.

"Kenapa?" Tanyaku penasaran.

"Kita di rumah saja ya Gus Ashfa! Aku tidak ingin pergi kemana-mana!" Jawabnya.

"Kenapa?" Tanyaku lagi karena penasaran dengan alasan sikapnya.

"Aku tidak mau kecelakaan lagi!" Sahutnya mengejutkanku.

"MasyaAllah Hubby! Kenapa kamu jadi berfikir mendahului kehendak Allah!" Jawabku dengan menyentuh pundaknya.

"Iya aku tau, tapi untuk saat ini aku tidak ingin kemana-mana?" Jawabnya sembari menatapku dengan mata berkaca-kaca.

Tidak ku sangka kecelakaan yang mengakibatkan kelumpuhan di kakinya membuat dia begitu trauma melakukan perjalanan untuk rencana bulan madu kita.

"Kita bisa bulan madu di rumah saja kan Gus Ashfa!" tawarnya kemudian dengan menghiba.

"Mmm... iya, tentu saja!" jawabku dengan mencubit hidungnya seraya tersenyum manis memberikan ekspresi bahwa aku cukup mengerti dengan kondisi emosionalnya yang masih trauma. "Nanti, jika kamu sudah siap, kita bisa pergi jauh ke tempat yang indah berdua." Kataku kemudian.

Ku lihat Hubby pun mengangguk dengan senyuman menjawab kata-kataku.

"Saat ini kita bulan madu di rumah saja!" Kataku lagi dengan memandang wajahnya. "Sekarang!" lanjutku lirih dengan seketika mendekapnya.

"Gus Ashfa!" Hubby seketika mendorong tubuhku.

"Kenapa?" Jawabku.

"Gus Ashfa kan harus bekerja! Sebentar lagi sudah jam tujuh!" katanya mengingatkanku kalau aku harus segera berangkat bekerja.

"Hubby! Sebentar saja!" Pintaku kemudian dengan suara lirih sembari langsung mendekapnya, dan melakukan suatu yang entah itu apa, yang pasti sesuatu yang semestinya aku lakukan padanya, pada istriku yang selama hampir enam tahun menunggu saat ini, saat dimana rasa ini tiba, rasa yang akan menyatukan kami untuk selalu berada dalam ridhonya.

"Gus Ashfa! Ini sudah jam tujuh!" kata Hubby padaku dengan menunjukkan jam berbentuk lingkaran yang menempel di dinding kamar kami.

Entah kenapa jarum jam itu begitu cepat berjalan, aku mencoba mengabaikan benda yang terlihat jelas itu, dan ku abaikan juga kata-kata Hubby, ku pandangi wajahnya, memandangnya membuat aku enggan meninggalkannya pagi ini, rasanya aku ingin menghabiskan seharian ini dengan terus menemaninya di kamar, menghabiskan waktuku bersamanya, mendekapnya, menyelesaikan bulan madu kita yang bertahun-tahun tertunda.

"Aku hari ini cuti!" kataku kemudian dengan terus memandanginya.

Ku lihat Hubby salah tingkah saat aku terus saja memandangi wajahnya. "Hape Gus Ashfa bunyi!" katanya mencoba mengalihkan konsentrasiku saat aku memandangi dan mengagumi kecantikannya.

"Biarkan saja!" sahutku dengan terus memandangnya.

"Dokter Anwar yang menelfon." katanya dengan menyebut nama dokter Anwar, seorang direktur rumah sakit di tempatku pekerja.

Segera aku bangkit dari tempat tidurku, aku lupa kalau hari ini aku ada agenda rapat menemani direktur rumah sakit di dinas kesehatan. Segera aku raih handphoneku yang ada di meja lampu tidur yang terletak di sebelah kanan Hubby. Dan setelah menjawab telfon dari dokter Anwar, segera aku masuk ke dalam kamar mandi untuk mensucikan diriku.

Saat keluar dari kamar mandi ku lihat Hubby sudah menyiapkan baju kerjaku, aku pun langsung mengenakan bajuku, kemudian mengambil tas, kontak mobil, dan bergegas keluar kamar menuju tempat parkir mobil.

"Gus Ashfa sarapan dulu!" Seru Hubby saat melihatku sudah membuka pintu mobil.

"Aku sarapan di rumah sakit!" sahutku dengan segera menghampiri dan mencium pipinya. "I love you!" kataku sebelum aku pergi meninggalkannya masuk ke dalam mobilku.

Sungguh sebenarnya pagi ini aku ingin menghabiskan waktuku bersamanya sampai malam menjelang, namun tugas yang aku emban tetap harus aku tunaikan karena ini pun amanah yang harus aku jalankan. Dan aku bahagia Hubby sangat mendukung tugas dan karirku ini, terimakasih ya Allah telah memilihkan wanita sholihah itu untukku, sungguh aku sangat bahagia, bahagia, bahagia dan bahagia.

Bersambung

Hubbyna "Menanti Cinta"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang