Perihal batas:
hilang digerus waktu
atau semakin jelas dilukis ragu.[ d i a l e k t i v a ]
"Sativa Airish Cantigi?" Pak Eka, dosen mata kuliah Semantik menyebutkan nama Sativa saat melakukan presensi.
Seisi kelas saling melirik. Semua tatapannya mengarah kepada Netta. "Sakit, Pak! Sakit!" sahut Netta.
"Sakit apa?" tanya Pak Eka.
"Eh, izin, Pak, maksudnya. Ibunya Tiva sakit." Netta kembali menjawab.
"Ibunya sakit apa?"
"Eh, bukan, Pak--"
"Bisa dihubungi aja nggak, Ta?" potong Adiran.
Netta membungkam sejenak. Setelah itu, ia mengeluarkan gawai dan mengirimkan chat kepada Sativa. "Ceklis satu. Lagi offline. Ada yang bisa telepon biasa?"
"Coba saya telepon dulu, Pak." Adiran langsung mengeluarkan gawainya dan mendial nomor Sativa.
"Baik. Beri tahu Sativa kalau dia tidak menghadiri kelas hari ini, dia tidak dapat mengikuti UAS karena sudah tidak hadir sebanyak tiga kali. Jika dia tidak mengikuti UAS, bisa dipastikan dia akan mengulang kelas saya tahun depan," jelas Pak Eka, "atau ... Sativa masih dalam masa skors?"
"Seharusnya, Sativa sudah masuk dari kemarin, Pak," jawab Adiran sambil meminta izin keluar kelas untuk menelepon Sativa.
Pak Eka mengangguk dan mengizinkan. Setelah itu, Adiran berjalan keluar kelas dan berdiri sambil menyandarkan badannya pada dinding. Panggilan teleponnya berdering, tetapi tidak kunjung dijawab. Pada panggilan yang ketiga, deringan itu akhirnya diangkat.
"Tiv, lo di mana?" Adiran langsung bertanya.
"Kenapa?"
"Lo udah nggak masuk tiga kali di kelasnya Pak Eka. Kalau hari ini lo nggak masuk juga, lo nggak bisa ikut UAS," jelas Adiran. Sebelum Sativa menjawab, Adiran sudah melanjutkan kembali ucapannya. "Dan gue telepon lo bukan karena gue peduli atau gimana, tapi tadi--"
"Gue nggak akan masuk."
"Kenapa?" Adiran bertanya kembali. "Lo nggak di Bandung?"
"Enggak. Sekarang gue di kampus." Samar-samar, Adiran mendengar suara musik tradisional dan suasana ramai di sekeliling Sativa.
"Lo di mana, sih? Di FIB?" tebak Adiran.
"Kenapa penasaran?" tanya Sativa. "Katanya lo nggak peduli?"
"Emang kalau gue nanya, artinya gue peduli?"
"Terus apa?"
Adiran terdiam. Ia mulai berpikir apa alasannya keluar kelas dan menelepon Sativa seperti ini. Adiran menggeleng berkali-kali. Gue nggak peduli. Gue nggak mau tahu juga. Gue cuma merasa gue harus ngabarin Tiva. "Gue--"
"Pokoknya gue nggak akan masuk," potong Sativa.
"Ya kenapa, Tiv?" Adiran bertanya sekali lagi. Kali ini nadanya lebih tinggi dari sebelumnya. "Gue harus tahu alasannya biar bisa gue bilangin ke Pak Eka."
"Bilang aja ke Pak Eka, gue bakal ngulang kelas Semantik tahun depan," balas Tiva.
Mendengar jawaban itu, Adiran berdecak ringan. Di ujung telepon, Sativa juga tidak mengucapkan apa-apa lagi. "Hari ini akan ada penentuan tim produksi dan pementasan pergelaran. Gue harap lo datang ke kelas supaya semua anak-anak di kelas dapat role-nya hari ini."

KAMU SEDANG MEMBACA
Dialektiva
General FictionIni cerita tentang Tiva dan kejenuhannya terhadap tipe-tipe mahasiswa yang ada di kampusnya--terutama di kelasnya. Tipe mahasiswa yang caper sama dosen, yang menggadaikan ungkapan agen of change sebagai alasan bolos kuliah, yang menyumpal telinganya...