Penonton sering membenci orang-orang yang berada di panggung, tetapi mereka juga benci jika panggung dalam keadaan kosong. Dan ketika diminta untuk berdiri di sana, mereka hanya menggelengkan kepala.
Jadi, maunya apa?
[ d i a l e k t i v a ]
"Selamat, Adiran! Anda mewakili fakultas sekaligus kampus kita untuk mengikuti Kompetisi Debat Mahasiswa Indonesia tingkat nasional!" Ucapan selamat dari Bu Agni membuat Adiran tersenyum dan berterima kasih. Seisi kelas ikut bertepuk tangan dan menyelamati Adiran. Sepekan yang lalu, terlepas dari "kericuhan" yang diciptakan Bumi dan Sativa, tim Adiran memenangkan seleksi debat tingkat fakultas. Kemudian, dua hari yang lalu, sebagai perwakilan Fakultas Bahasa dan Sastra, tim Adiran berhasil memenangkan seleksi debat tingkat universitas. Pada seleksi tingkat universitas, hanya Adiran yang terpilih mewakili timnya untuk digabungkan dengan dua mahasiswa dari jurusan lain, yaitu Program Studi Hukum dan Kehutanan.
Adiran mengembuskan napas pelan. Sejak dinyatakan lolos seleksi tingkat fakultas sepekan yang lalu, Adiran sudah merasa bangga dan lega. Biasanya, ia tidak merasa demikian. Ia baru bisa tersenyum puas saat piala atau mendali berada dalam genggamannya. Akan tetapi, kali ini semuanya terasa berbeda. Mungkin karena Sativa.
Satu pekan yang lalu, saat seisi auditorium dibuat membeku setelah mendengar senandung lirih Sativa, Adiran justru merasa beban pada dadanya terangkat saat moderator menginformasikan bahwa tim Sativa didiskualifikasi. Adiran merasa demikian sebab sepekan sebelum seleksi tingkat fakultas, pikirannya bercabang, hatinya resah, dan ia bahkan tidak mampu percaya diri seperti biasanya. Hanya satu penyebabnya: ia takut dikalahkan Sativa.
Adiran kira, ia tidak perlu memikirkan Sativa lagi karena timnya sudah didiskualifikasi. Akan tetapi, sore itu, Adiran justru pulang dengan langkah gontai. Pikirannya kembali bercabang. Adiran kembali mengingat apa yang terjadi di ruang auditorium saat timnya melawan tim Sativa. Dari awal, ia sudah tahu bahwa maksud Bumi bukan untuk ikut serta, tetapi menimbulkan kegaduhan seperti biasanya. Dan Adiran tidak bisa membiarkan hal itu terjadi. Sebab itulah ia menginterupsi Bumi sebanyak tiga kali.
Namun, saat mendengar Sativa bersenandung dengan lirih, Adiran baru sadar bahwa jauh dalam lubuk hatinya, ia ikut merasa perih. Setitik air mata yang melintas di pipi Sativa terpatri dengan sangat kuat dalam ingatannya. Wajah angkuh, dingin, dan kaku milik Sativa tiba-tiba memudar perlahan. Lalu Adiran sadar, bahwa Sativa sama kacaunya dengan Bumi--bahkan mungkin ... dirinya sendiri.
Keesokan harinya, seluruh fakultas sudah membicarakan Bumi dan Sativa: Bumi akan segera dikeluarkan dari kampus, Sativa diskors selama seminggu, juga rumor bahwa keduanya menjalin hubungan. Adiran mencoba tidak peduli, tetapi setiap kali ia mengingat nada pilu serta wajah Sativa hari itu, ada bagian dalam dirinya yang ikut merasa remuk. Dan Adiran yakin bukan hanya ia saja yang merasakannya.
"Adiran, persiapkan diri dengan baik, ya! Ibu bangga karena salah satu perwakilan kampus kita berasal dari FBS."
Ucapan Bu Agni membuyarkan segala hal tentang Sativa dalam benak Adiran. Ia mengangguk dan berterima kasih. Selepas Bu Agni keluar pintu, suasana kelas kembali ramai. Biasanya, Adiran akan membaca buku referensi mata kuliah hari itu dan melingkari bagian dalam buku yang akan ia tanyakan atau diskusikan. Akan tetapi, sekali lagi, fokus Adiran kembali terbagi. Ia melirik ke arah Netta yang duduk di kursi belakang. Biasanya, di samping Netta akan duduk Sativa yang memanfaatkan waktu kosong pada jam kuliah untuk menggambar atau membaca buku. Seminggu berlalu, kursi itu kosong.
Fokus Adiran terpecah saat gawainya bergetar. Satu pesan WhatsApp masuk.
Netta
Ngapain lo ngeliatin gue?

KAMU SEDANG MEMBACA
Dialektiva
Ficción GeneralIni cerita tentang Tiva dan kejenuhannya terhadap tipe-tipe mahasiswa yang ada di kampusnya--terutama di kelasnya. Tipe mahasiswa yang caper sama dosen, yang menggadaikan ungkapan agen of change sebagai alasan bolos kuliah, yang menyumpal telinganya...