"Lo nggak tahu apa-apa."

4.5K 1K 105
                                    

Tidak ada yang mampu memahamimu lebih baik daripada dirimu sendiri.

[ d i a l e k t i v a ]

"Gue harap kalian bijak dalam menyuarakan aspirasi," ujar Adiran sebelum mengakhiri rapat himpunan bersama rekan-rekannya. Sebelumnya, Adiran sudah menyampaikan kepada rekan-rekannya untuk menelaah dan menganalisis terlebih dahulu tuntutan aksi nasional yang diinisiasi oleh Aliansi BEM SI empat hari yang akan datang. "Gue nggak melarang, tapi gue minta kalian nggak ikut-ikutan cuma buat keren-kerenan aja."

Respons orang-orang yang mendengarkan ucapan Adiran beragam, tapi kebanyakan dari mereka hanya mengangguk kecil. Seusai rapat, Adiran beranjak keluar sekretariat Himpunan Mahasiswa Sastra Indonesia. Ia mengeluarkan payung dari dalam tasnya dan membukanya lebar-lebar. Latihan pergelaran hari ini tidak dilakukan di Taman Widipa karena hujan. Oleh karena itu, latihan dilakukan di ruang akses Fakultas Bahasa dan Sastra.

"Tiv!" panggilan Netta membuat arah pandang Adiran berubah. Netta yang sebelumnya juga mengikuti rapat melambaikan tangan ke arah Sativa. Perempuan itu berjalan ke arah fakultas bersama Mizi.

Netta membuka payung dari tasnya dan menghampiri Sativa. Pelan-pelan, Adiran juga mengikuti langkah Netta sambil mengeluarkan satu payung lagi dari tasnya.

"Gue perhatiin akhir-akhir ini lo nempel mulu ya, Zi, sama Tiva?" Netta langsung bertanya saat menghampiri Sativa dan Mizi. Perempuan itu langsung melindungi tubuh Mizi dan Sativa dengan payung miliknya. "Ada apa, nih? Lo berdua lagi PDKT?"

"Ngaco lo. Mizi punya pacar, Ta."

"HAH? MASA IYA?" Netta berteriak sambil mengamati wajah Mizi. "Demi apa? Serius? Serius ada yang mau sama mahluk kayak lo, Zi?"

"Wadaw. Mahluk kayak lo." Mizi mengulang ucapan Netta. "Emang gue mahluk kayak apa?"

Netta menyipitkan wajah. "Ya kayak gitu, deh. Bahkan kayanya terlalu bagus deh kalau lo dikategorikan mahluk."

"Ta. Mulut lo itu ya, kalau ngomong suka bener," balas Mizi diselingi tawa.

"Lo beneran punya pacar?" tanya Netta karena masih tidak percaya. Netta juga melirik Sativa. "Beneran, Tiv?"

Sativa menangguk. "Udah lama juga jadiannya. Dari SMA kelas 10 ya, Zi?"

"Lo pake pelet ya, Zi?"

"Tentu dong. Lo mau gue kasih tahu?" tanya Mizi. "Lo juga kan jomblo abadi, Ta."

"Eh! Sembarangan ya lo kalau ngomong. Gue tuh bukan jomblo, tapi lagi belajar jadi perempuan mandiri yang membangun cintanya ke diri sendiri dulu sebelum ke orang lain. Iya nggak, Tiv?"

Sativa menggumam pelan. "Iya aja deh."

"Lo mau mayungin apa, Ta?" tanya Adiran tiba-tiba. "Orangnya ada tiga dan payung lo lebih cocok dipake anak TK."

Netta mendengus sebal. Kemudian, ia langsung merangkul dan merapatkan tubuhnya dengan Sativa. Sementara itu, Mizi tertinggal di belakang. Adiran melirik Mizi. Laki-laki itu balik menatapnya. "Kenapa, Ran? Lo mau minjemin payung ke gue?"

Adiran berdecak ringan, lalu memberikan payung lipat kepada Mizi. Mereka berdua berjalan bersisian. Di depan mereka, ocehan Netta yang lebih banyak dijawab gumamam oleh Sativa terdengar jelas.

"Di saat orang-orang banyak yang nggak bawa payung ... lo justru bawa payung dua?" tanya Mizi, "mau jadi ojek payung, Ran?"

Alih-alih menjawab, Adiran justru bertanya kepada Mizi. "Kenapa lo nggak ikut rapat himpunan?"

DialektivaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang