Gedung Prama Gautama sudah ramai sejak pukul enam pagi. Ini hari pertama pementasan pergelaran sastra. Pergelaran pembuka--sekaligus momentum hadirnya salah satu orang penting di Jawa Barat--Bapak Gubernur. Semua mahasiswa berkemeja berwarna navy dengan bordiran berupa identitas judul drama yang dibuat menjadi lambang di saku kiri itu sudah sibuk sejak pagi. Adiran memimpin briefing pagi dan memastikan kembali bahwa seluruh tim di bawahnya sudah memiliki peran yang jelas. Galih juga ikut menambahkan tim pementasan di bawahnya.
"Thanks buat kerja keras kalian selama ini. Gue tahu banyak di antara kalian yang merasa tertekan dan capek. Tapi bisa gue pastikan, di akhir pergelaran hari ini, tepuk tangan penonton bisa membayar semua hal yang udah kita lakuin bareng-bareng." Adiran menutup briefing pagi dengan secuplik kalimat bijaknya. "Thanks karena udah mau bekerja sama. Dan ... maaf, kalau gue terlalu keras sama kalian. Gue cuma berusaha supaya semuanya berjalan baik."
Seluruh rekan kelas Adiran, untuk pertama kalinya, mengangguk tulus. Kesiapan pementasan kelas mereka hari ini sangat dipengaruhi oleh leadership Adiran. Meskipun angkuh dan menyebalkan, perihal memimpin dan memastikan semua hal sesuai dengan apa yang direncanakan, Adiran juaranya. Dan semua orang tahu akan hal itu. Kalau bukan karena Adiran, mungkin persiapan kelas untuk pergelaran masih jauh tertinggal. Kelas lain masih kekurangan dana, properti, dan hal-hal teknis lainnya. Tapi hari ini, persiapan pementasan drama kelas Adiran nyaris sempurna.
Pukul tujuh pagi, semua tim sudah bergerak: ada yang menyiapkan meja registrasi, membeli makanan, memasang properti, membersihkan teater, dan lain sebagainya. Adapun semua pemain yang tergabung ke pementasan drama juga melakukan hal yang sama. Di bawah arahan Galih sebagai sutradara pengganti Bumi, semua pemain menyiapkan kembali persiapan pementasannya. Tim rias dan kostum merias semua pemain sesuai karakternya.
"Empat semester kuliah, baru kali ini gue merasa nggak jadi beban kelas." Netta tersenyum bangga sambil menyapukan make up di wajah Ninda. "Cantik banget lo, Nin, tapi bukan karena muka lo ya. Lo jadi cantik karena gue yang make up-in."
"Berarti selama ini lo nyadar kalau lo jadi beban kelas ya, Ta?" timpal Mizi. Laki-laki itu datang ke ruang kelas yang dijadikan wardrobe untuk memberikan sarapan dan satu dus air mineral kepada rekan-rekannya.
"Bisa diem aja nggak, Zi?" balas Netta, "lo juga beban kelas ya."
Mizi tidak menjawab. Ia hanya mengeluarkan dua kotak berisi nasi ayam dan meletakkannya di atas meja. "Ini sarapan buat kalian ya. Punya lo yang karetnya dua, Ta."
"Apa bedanya nih? Yang karetnya dua lo kasih sianida?"
Mizi berdecak ringan. "Yang punya lo nggak pake sambel," balasnya, "lo nggak suka sambel, kan?"
Mata Netta menyipit. "Dih, kok lo tau? Wah, lo merhatiin gue ya, Zi? Jangan bilang, selama ini lo--"
"Jangan lanjutin imajinasi liar lo ya, Ta. Gimana gue nggak tahu lo nggak suka sambel kalau tiap lo nitip sarapan lo spam di grup kelas," jawab Mizi sambil memperlihatkan isi pesanan sarapan kemarin yang dikirim di grup kelas, "belum lagi pesenan lo paling ribet."
Aquanetta d'Lovina:
1. Lumi nasi kuning
2. Galih nasi kuning, aqua 1
3. Kalis nasi kuning, nggak pake sambel dan kacang
4. Adiran aqua 2
5. Zira nasi kuning, nggak pake sambel
6. Netta Cans, bubur ayam yang depan gate 1 (harus yang ini ya soalnya buburnya lembut kaya sifat gue hehe), nggak pake sambel sama kacang, kecapnya banyakin, kuah kuningnya dikit aja, kerupuknya yang banyak (minta dua aja bapaknya baik kok kayak gue), pake telor sama abon, sama titip air mineral tapi maunya pristine (ke alfa yak, kalau ada teh pucuk sekalian beli dua yang less sugar karena gue udah manis). Kalau bubur ayamnya nggak ada, nasi bakar yang depan Bakso Mercon aja ya yang isinya ayam. Yang masih anget. Kalau udah dingin, minta dibakar lagi bentar (biar nggak dingin kayak doi). Jangan pake sambel. Makasih banyak sahabat 🙏🙏🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
Dialektiva
Ficción GeneralIni cerita tentang Tiva dan kejenuhannya terhadap tipe-tipe mahasiswa yang ada di kampusnya--terutama di kelasnya. Tipe mahasiswa yang caper sama dosen, yang menggadaikan ungkapan agen of change sebagai alasan bolos kuliah, yang menyumpal telinganya...