006

1.4K 253 27
                                    

20 agustus 2020

🍭🍭🍭

"beri uang jajan lima puluh ribu, ayah perkosa dua putrinya di kamar masing-masing. Ah tolol. Mau meninggal nih orang kayaknya."

Dengan serius Sakha memandang lurus pada layar laptop yang berada dalam pegangannya. Beberapa kali terdengar umpatan kecil keluar dari mulut cowok itu, usai membaca kumpulan berita yang terpampang dalam situs pencarian tersebut.

Yang lain melirik sekilas, lalu melanjutkan makan siangnya masing-masing.

"anjing, delapan belas sama sebelas tahun anaknya—"

Cetukk

"apaan nih, heh?"

Sambil meneliti benda menjijikan apa yang baru saja mengenai pelipisnya lalu menggelinding diatas meja, Sakha melotot kearah tiga orang temannya menuntut jawaban. Sementara Radin dan Zafran bungkam, Bari malah balas menyoroti tak kalah galak.

Sebuah peluru yang terbuat dari bakso kecil-kecil berhasil diluncurkan oleh Bari melalui mulutnya, karena terganggu dengan ocehan Sakha yang belum juga berhenti sejak tadi. Kegiatan makan siang yang semestinya lebih santai, harus terusik dengan berita-berita yang dibacakan si wajah kelinci.

"bakso dari mulut lo? Jorok, Bar, asli."

"diem gak?" pinta Bari dengan intonasi datar, "lagian lo ngapain sih ke kantin bawa laptop? Repot banget gue liatnya."

Radin yang menyimak lantas terkekeh, "lo kayak gak tau Sakha aja. Kalo udah serius sama satu kegiatan, gak peduli tempat dan situasi."

"tapi ganggu, anying. Bakso gue rasanya jadi gak enak banget, tiap mau nyuap terus dia bacain kasus pemerkosaan."

"sabarrr." tahan Radin sambil menepuk-nepuk bahu temannya itu. Masih diliputi tawa geli hanya karena pertempuran kecil.

Sambil bersungut-sungut, Sakha pun mengalah. Menuruti perkataan Bari dan meletakkan laptopnya diatas meja. Intensitas keseriusannya berkurang, dibarengi dengan mie ayam pangsit yang satu demi satu masuk ke mulutnya dengan rasa yang sempurna.

"lo tau gak sih, berapa utang pemerintah sama orang-orang kita?" cowok itu ternyata masih penasaran, dan akhirnya membuka kembali topik baru.

"banyak." sahut Zafran.

"dalam satu tahun itu berapa banyak kejahatan yang terjadi di Indonesia, dan gak semua kasus bisa dikelola dengan mudah." tambah Radin.

"itu yang gue maksud!" Sakha berseru antusias, "cold case!"

Cold case, merupakan sebutan bagi kasus yang penanganannya tertunda. Sehingga pada akhirnya kasus tersebut menjadi dingin dan cenderung tidak terselesaikan, bahkan ditutup begitu saja oleh pihak berwajib. Faktor yang paling banyak mempengaruhi sampai saat ini adalah karena kurangnya bukti, atau kurangnya keterangan saksi.

"gimana kalo itu terjadi disekitar kita?"

Satu-satunya orang yang mendesis sebal adalah Bari. Cowok super tinggi itu sudah bersiap untuk melemparkan mangkuk sambal didepannya kearah sasaran, membuat Sakha otomatis menutup mulut dan melanjutkan makan tanpa banyak bicara. Takut diomeli lagi.

Yang lain bukan tidak peduli, karena kehidupan mereka kedepannya akan selalu dihadapkan dengan banyak kasus kriminal. Tapi untuk saat ini, waktu yang tak banyak seharusnya bisa digunakan untuk beristirahat secara efektif. Secara, dua mata kuliah sejak pagi itu cukup membuat kepala pusing tujuh keliling. Kalau dikatakan rumit, mungkin lebih.

✔ I Fix You in a Case // Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang