027

967 184 51
                                    

14 september 2020

🍭🍭🍭

Karena tidak tau lagi harus melakukan apa demi bisa membunuh semua pikiran khawatir yang berlebihan, Radin memilih untuk berkutat didapur walaupun sudah malam. Mengeluarkan semua bahan yang bisa dimasak dari dalam kulkas, lalu menatanya diatas meja super rapi. Anggap saja sayuran dan kawan-kawannya sedang upacara.

Pertama, diambilnya ponsel. Kemudian diketikkan sebuah kata kunci dalam portal pencarian yang langsung menunjukkan jutaan hasil dalam sekali tekan. Pasta aglio olio menjadi pelabuhan terakhir dari kebingungan Radin dalam mengolah bahan-bahan yang ada.

Memisahkan udang dengan kulit dan kepalanya dilakukan dalam waktu setengah jam lebih, karena sambil melamun. Dilanjut merebus spagetti sampai matang, sembari memotong cabai merah dan bawang putih. Untuk taburannya, Radin memilih peterseli. Tentu saja lengkap, sebab keluarga mereka kalau sudah belanja bulanan bisa memindahkan hampir semua isi supermarket ke rumah.

"om,"

"om Radin."

"OM RADIN!"

Radin terperanjat, sembari menjauhkan kepala dari anak kecil yang baru saja berteriak ditelinganya. Dengan kedua mata memicing sebal, ditatapnya Arga. Anak laki-laki yang memakai baju tidur bermotif kartun mobil itu sudah naik ke salah satu kursi meja makan entah sejak kapan.

"apaaa?"

"om ngiris apa sih?"

"daun. Kenapa?"

"kena jari tuh." tunjuk Arga kearah jari yang dimaksud.

Diikuti oleh arah pandang Radin ke pusat yang sama. Betapa terkejut ia kala melihat jari telunjuknya sudah mengeluarkan darah karena tergores pisau. Sakitnya mungkin tidak terlalu, tapi pucat sudah pasti. Trauma dengan kejadian tangan kanannya yang pernah retak beberapa bulan lalu.

Akibat dari pikiran yang kosong, ya beginilah akhirnya. Tetap tenang, cowok itu mencuci tangan di wastafel. Lalu membungkus jari yang terluka menggunakan tisu. Tidak berupaya mengobati sama sekali.

Melihat pamannya sangat kacau, Arga langsung melompat turun dan berlari ke ruang tengah. Entah apa yang dilakukan si kecil saat itu, karena dua menit kemudian Medina menyusul ke dapur.

"mau bikin apa, Din?" tanya Medina. Diletakkannya sebuah kotak obat kecil diatas meja.

Radin tak menjawab, hanya melirik kakaknya itu sekilas. Nampak sudah dapat menebak apa yang akan dilakukan selanjutnya. Benar saja, cowok itu tak berkomentar apa-apa ketika tangan kirinya diambil alih sebentar untuk diobati.

"masih tenang ya darahnya udah sebanyak ini?"

"terus Radin harus gimana?" ia balik bertanya, tidak terdengar nada cemas sama sekali. "lari-lari sambil teriak tangan Radin berdarah?"

"ya engga gitu, bodoh." sebal Medina. Dibersihkannya jari yang terluka itu dengan antiseptik khusus. "kamu kenapa sih? Belakangan ini kakak liat kayak orang yang kehilangan jati diri tau gak? Hidup segan, mati tak mau. Iya?"

Cowok itu hanya menimpali dengan kekehan pelan.

"udah ada perkembangan lagi belum dari dosen kamu?"

"soal?"

"soal kasus suaminya lah. Emang soal apa lagi? Hati?"

Radin melengos malu sambil mengerucutkan bibir. Sementara itu Medina tertawa, dengan fokus tetap tertuju kepada jari sang adik yang tengah dibalutnya menggunakan plester luka.

✔ I Fix You in a Case // Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang