026

958 189 28
                                    

11 september 2020

🍭🍭🍭

Seperti biasanya, lingkungan universitas akan dihiasi dengan berbagai macam aktivitas dan kegiatan oleh para penghuninya. Terlihat beberapa kelompok kecil berkerumun, entah itu dari organisasi maupun hanya teman bergaul antar satu sama lain. Ada yang mengisi taman, ada pula yang senang duduk ditangga dekat pintu masuk gedung, dan lain sebagainya.

Usai memarkir kendaraan dengan apik, Radin turun dari mobil dan langsung menuju ke meja taman yang memang sudah dipenuhi orang. Menyusul Bari, Sakha dan Zafran yang memang sudah bercokol lebih dulu disana.

"wetsss, pak komti baru dateng." sapa salah satu rekannya.

Sedangkan Radin hanya tersenyum tipis dan mengangkat alis sekilas. Tak menghiraukan betapa ramai suasana saat itu. Ia kemudian melompat ke sandaran tempat duduk yang terbuat dari beton dan duduk nangkring disana, tepat disebelah Bari. Bungkus rokok dan pematik api kecil yang ada diatas meja pun menjadi daya tariknya saat ini. Cowok itu lalu meraihnya, setelah meminta izin kepada si pemilik yang entah siapa, untuk mengambil satu batang.

Tiga orang terdekat Radin memperhatikan dalam diam, sesekali mencuri pandang satu sama lain. Meski tidak berbicara menggunakan suara seperti pada umumnya, namun mereka sudah pasti paham dengan pikiran masing-masing. Mengenai si lesung pipi yang hampir tidak pernah merokok, terkecuali kalau kondisi pikirannya memang sedang kacau balau.

"udah?" tanya Bari pelan, mengingat Radin baru saja bertemu dosen mereka. Yang langsung diangguki singkat.

Cukup, hanya itu saja. Karena jika ingin membahas yang lebih rinci bukan disini tempatnya. Bari pun memilih untuk diam sekarang, lalu kembali mengobrol dan bercanda dengan yang lain. Membiarkan Radin mengambil waktunya sendiri, terlebih agar beban yang dirasakan laki-laki itu bisa berkurang. Tidak perlu heran, sebab gurat ekspresi yang jauh dari kata baik sudah terlihat sejak si ketua kelas itu tiba beberapa menit lalu.

"eh, Din, lo dari mana? Kok gak bareng cemcemannya?"

Alfian—adalah seseorang yang baru saja berkicau. Ia tidak sekelas, bahkan juga berbeda prodi dengan Radin. Hanya saja sama-sama dari Fisip. Dan mereka memang sudah kenal sejak lama.

Radin kontan melirik kearah Alfian sambil meniup asap yang keluar mulutnya. Sudah kelihatan tidak enak dari ekspresinya.

"maksud lo?"

"yang dosen muda itu. Siapa namanya? Soraya?" kekeh Alfian, "ya elah, Din. Kisah lo yang ngejar-ngejar dosen udah jadi konsumsi publik lagi."

Radin tersenyum sinis, sembari membuang rokok yang baru terbakar setengah ke tanah dibawahnya. Setelah itu ia melenyapkan api menggunakan ujung sepatu yang ditekan sedikit.

"konsumsi publik?" tanyanya super santai.

Sakha yang sudah menangkap atmosfir aneh lantas menyenggol lengan Zafran keras. Memberi kode agar mereka bisa mengalihkan topik pembahasan secepat mungkin.

"kebanyakan gosip lo, pantes ngulang terus." suara itu benar-benar milik Zafran, menyindir Alfian dengan maksud berusaha untuk mencairkan suasana. Dan benar saja, semua orang yang ada dimeja itu ikut menertawakan.

"yahhh, ini sih bukan gosip lagi namanya. Bisa-bisa dibilang legenda."

Pada akhirnya Zafran berdecak sebal, karena ternyata Alfian masih tertarik untuk menyambung ucapannya.

"lebay anjrit. Legenda apaan maksud lo? Joko Tingkir? Bawang merah bawang putih? Atau legenda Nyi Roro Kidul?" Sakha mulai bawel.

"legenda Radin si pentolan fakultas yang doyan janda!"

✔ I Fix You in a Case // Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang