10 oktober 2020
🍭🍭🍭
Sejak ada pernyataan hari itu, semua aspek yang ada dalam kehidupan kembali menempati hakikat masing-masing. Meski sejatinya jiwa dan raga mengatakan ingin berontak mengendalikan takdir. Namun manusia tetaplah manusia, bukan Tuhan yang bisa menentukan segalanya. Begitu kan?
Beberapa hari berikutnya, Radin sama sekali tidak bertemu Soraya dan mulai membenahi diri. Mungkin benar, sebagai seorang pria, ia terlalu egois sampai harus mengorbankan dua hati wanita yang tidak bersalah. Maka itu, teguh akan satu pendirian harus segera dibiasakan mulai sekarang.
Radin benar-benar berusaha untuk fokus pada Giana. Sebisa mungkin membagi waktu antara kebutuhan pribadi dan juga pertemuan mereka. Dikarenakan usia yang sebaya, jadi tak jarang juga Radin menemani gadis itu mengerjakan revisi penulisan akhir untuk program strata satu yang diembannya.
Meskipun katanya baik-baik saja, namun Giana cukup peka untuk menyadari bahwa kekasihnya itu sedang dalam kondisi yang berbeda. Banyak melamun sudah pasti, bahkan terkadang tidak fokus antara apa yang ada didalam pikiran dengan dunia nyata. Semua terjadi begitu saja, semenjak ada pesan masuk tak biasa dari email atas nama Soraya. Kurang lebihnya demikian yang dapat Giana perkirakan.
Bermodalkan nekat, gadis berusia dua puluh dua tahun itu mampir ke indekos tempat Bari dan Zafran bertahan hidup selama ini. Membuat dua laki-laki yang ada disana terkejut dengan maksud kedatangannya. Mereka memang sudah saling mengenal, tapi tidak pernah bertemu dalam frekuensi waktu yang lama. Singkatnya, Giana meminta waktu kepada Bari dan Zafran untuk berbicara sebentar, di kafe yang terletak tak jauh dari kampus.
"kalian kenapa sih, kok kaget banget gitu deh kayaknya ketemu gue?" tanya Giana sambil tertawa. Terlihat tenang mengaduk teh leci pesanannya menggunakan sedotan stainless.
Sementara itu Bari langsung menyenggol lutut Zafran, karena posisi mereka memang berdekatan. Secara tidak langsung meminta temannya itu untuk membuka suara lebih dulu.
"iya sih kaget, tapi lebih ke heran, Gin." balas Zafran tak kalah tenang, "tumben soalnya."
"gitu ya? Maaf gak pernah kumpul sama kalian juga."
"tau nih, kalo kita kumpul ikut aja kali. Biar ceweknya Zafran ada temen." Bari menyambung.
"oh iya? Ceweknya Zafran suka ikut?"
"enggak, itu dia karena gak ada temen." jawab Zafran membenarkan, "lo gimana? Masih skripsi?"
Yang ditanya bergumam, "iya, masih banyak revisian."
"capek ya? Sama, kita juga. Radin doang yang udah tenang idupnya kalo soal skripsi." ucap Bari. Membuat satu-satunya gadis diantara mereka tertawa lagi. "kok sendiri, Gin? Gak lagi kenapa-napa kan sama Radin?"
Bukan menuduh, hanya saja rasanya terlalu bertele-tele jika tidak langsung menembak poin utama meskipun mereka sudah tau sejak awal. Pertanyaan Bari lantas menciptakan suasana aneh untuk pertama kali di meja yang tidak terlalu besar itu. Sekaligus menghilangkan garis senyum diwajah Giana.
"kalian emang keren ya, bisa langsung tau situasi." ucap Giana memberi apresiasi, "tapi gue gak lagi berantem kok sama Radin. Cuma mau ngomong sebentar aja sama kalian, soal Soraya."
Benar dugaan mereka. Walaupun masih menerka-nerka bagaimana prosesnya sampai Giana bisa tau nama dosen mereka itu.
"kalian gak mungkin gak tau, iya kan?"
Bari dan Zafran terlihat menghela nafas bersamaan. Kemudian si jangkung menyandarkan punggung pada kursi. Membalas tatapan penuh selidik gadis didepannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ I Fix You in a Case // Jung Jaehyun
Fanfictionmencintai seseorang yang sudah pernah menikah? tidak masalah. ⚠ Do Not Copy / Plagiarism ⚠ I Fix You in a Case © chojungjae, August 2020