022

918 177 29
                                    

6 september 2020

🍭🍭🍭

Denting tanda pintu lift yang terbuka mengantarkan langkah tiga laki-laki bertubuh tinggi besar dilantai tersebut. Bari, Zafran dan Sakha baru kembali dari kafetaria dilantai dasar. Ditangan mereka masing-masing terdapat barang bawaan. Beberapa kantung snack, minuman dingin, dan gorengan risol isi kentang.

Langkah ketiganya berhenti mendadak dan serempak, ketika dari kejauhan mata mereka dapat menjangkau seseorang yang tidak asing. Berjalan cepat, bahkan setengah berlari sambil menutup mulut menggunakan satu tangan. Kelihatannya seperti menangis, tapi apa mungkin?

"mampus." desis Sakha, "bu Raya kenapa itu woi?"

"jangan-jangan dia marah gara-gara omongan kita tadi? Elo sih berdua mulutnya kayak kaleng rombeng." Zafran menyalahkan begitu saja.

Sedangkan Bari tak mengindahkan keduanya, lantas melanjutkan gerakan kaki yang sempat tertunda menuju ruang rawat sahabat mereka. Berbagai spekulasi pasti datang memenuhi isi kepala. Namun untuk saat ini menanyakan secara langsung pada yang bersangkutan adalah satu-satunya pilihan.

Tak ada yang tak terkejut begitu satu daun pintu dibuka lebar. Tersebab Radin kini tengah berjongkok dengan punggung menumpu pada dinding dibelakangnya. Cowok berlesung pipi itu nampak memejamkan mata, dengan tangan kiri bertumpu diatas kening.

"Ya Allah, si Tunjang-"

"Tanjung, Manaf." ralat Zafran cepat.

"iya itu maksudnya. Gustiii, lo kenapa bisa ada dibawah sih, Din?"

Khawatir, mereka bersama-sama menghampiri Radin. Memastikan bahwa keadaan temannya itu baik-baik saja.

"lo jatoh, Din?"

"pusing?"

"tangannya sakit?"

"mau muntah ya? Baskom mana baskom?"

"ayo, bantu diri."

Ketika yang lain baru saja bergerak ingin membantu, Radin sudah lebih dulu bangkit dari posisinya. Ia mengatakan bahwa dirinya tidak apa-apa, kemudian berjalan perlahan dan sempoyongan kembali ke tempat tidur.

Meski tidak memegangi secara langsung, namun tiga orang lainnya tetap berjaga-jaga dari jarak dekat. Takut sewaktu-waktu Radin jatuh pingsan, lalu tangan yang baru dioperasi malah semakin retak karena ketindihan, kan tidak lucu jadinya.

Tanpa kata, tanpa perundingan, Bari menyusul dan duduk dikursi sebelah ranjang pasien usai merapikan kotak makan yang masih ada disana. Sementara Zafran dan Sakha langsung menghempaskan diri disofa. Mereka jelas bertanya-tanya dan penasaran sekarang. Tapi juga sadar kalau Radin mungkin sedang tidak ingin diberondongi dengan banyak pertanyaan kompleks. Harus pelan-pelan.

"abis makan ya? Udah minum belom?" tanya Bari, disusul anggukan singkat dari orang yang ditanya.

"bu Raya udah balik, Din?" Zafran mulai mencicil.

"lo pada nonton TV aja ya, gue mau tidur."

Bukan jawaban atas pertanyaan sebelumnya. Radin justru memberitau bahwa sekarang ia ingin beristirahat. Dengan bantuan Bari, posisi tangan yang berbalut perban itu bisa bertengger dengan baik kembali keatas bantalan.

Pada akhirnya Radin benar-benar tak ingin mengatakan apa yang baru saja terjadi. Membuat ketiga temannya saling melempar pandangan pasrah dan memilih diam saja untuk saat ini. Mungkin sesuatu yang fatal, lebih dari sekadar kasus obrolan tadi. Tapi entahlah, tak ada yang bisa menebak kalau Radin baru saja menyatakan perasaan kepada dosen mereka itu.

✔ I Fix You in a Case // Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang