017

1K 182 40
                                    

31 agustus 2020

🍭🍭🍭

Rintik hujan menghiasi pintu kaca yang mengarah ke halaman samping sebuah rumah dua lantai. Pemiliknya tengah duduk rileks didepan grand piano berwarna putih tulang, dengan jemari yang mulai aktif menekan beberapa tuts hingga terdengar alunan musik yang indah.

Sewaktu masih duduk dibangku sekolah dasar, Soraya pernah mengikuti kelas bermusik. Ia terus mengasah kemampuannya dibidang alat musik piano sampai beberapa kali meraih gelar juara dalam perlombaan. Bakatnya itu tidak pernah menghilang, bahkan sampai sekarang pun ia masih sering menghilangkan bosan dengan cara tersebut.

Wanita berusia dua puluh tujuh tahun itu tersenyum malang, tatkala memorinya mengingat kenangan pedih bersama sang suami yang hanya berlangsung dalam waktu sekejap. Dulu, Soraya sering beradu kemampuan dengan Nurish. Tentunya laki-laki itu juga menguasai bakat yang sama. Menyanyikan lagu-lagu tertentu, mengalahkan jeritan air langit, dan bercumbu dibawah sinar rembulan.

Nurish yang ia cintai pergi begitu cepat. Dengan cara yang tidak bisa dikatakan baik-baik saja. Tanpa salam perpisahan. Tanpa adanya isyarat atau pertanda apapun. Dan kini ia harus membesarkan seorang gadis kecil yang memiliki kekurangan mental, sendirian.

Hancur sekali batinnya saat itu. Atau mungkin sampai sekarang, perasaan itu masih sama. Tidak mudah melupakan seseorang yang pernah menguasai hati sampai hilang akal. Butuh waktu yang sangat lama untuk mengikhlaskan kepergiannya kembali ke sisi Sang Menciptakan.

Sebuah ponsel diletakkan diatas komponen sudah dalam mode menyambungkan panggilan. Tak lama kemudian terdengar suara dari seberang sambungan, karena memang sebelumnya sengaja ia loadspeaker.

"halo, Ay? Ada apa?"

"kamu sibuk, Ren?" tanya Soraya kepada Renita. Memastikan kalau tindakannya tidak sampai mengganggu kesibukan orang lain.

"enggak kok. Kenapa?"

"hm..gak ada apa-apa sih, aku cuma bosen aja."

"Tafira mana?"

"lagi sibuk menggambar."

"jangan dicuekin."

Soraya terkekeh samar, mengiyakan ucapan temannya itu untuk selalu mendekatkan diri dengan sang anak. Terutama jika ada waktu.

"dia banyak kemajuan." ucapnya lagi.

"she's good. Aku suka Tafira." timpal Renita sambil tertawa pelan. "kamu mau cerita sesuatu ya pasti?"

"hm? Enggak.." kilah Soraya, sadar telah membohongi dirinya sendiri.

"serius?"

"iya, serius." jawabnya, "tapi, Ren,"

"tuh kan. Kenapa sih? Jangan bikin aku penasaran dong."

"soriii," Soraya nyengir kuda.

"ya udah cerita."

"hm..kamu inget kan mahasiswa yang pernah aku ceritain waktu awal-awal, dia ketua kelas sih. Tapi orangnya emang agak nyeleneh. Selalu bikin geleng-geleng kepala."

"ohhh..yang kamu bilang mukanya manis banget jadi enak dipandang?"

"seratus." sambungnya, disusul tawa dari Renita. "waktu itu dia pernah bantuin aku, waktu mobilku mati mesin dan bermasalah. Sampe nelpon temennya yang kerja dibagian mekanik, terus bayarin semua biaya bengkel itu."

"he'em, terus?"

"katanya sih dia mau memperbaiki kesan diawal pertemuan waktu itu, jadi ya dia gak mau uangnya dibalikin."

✔ I Fix You in a Case // Jung JaehyunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang