3 september 2020
🍭🍭🍭
Walaupun kondisi sedang tidak prima, namun pria bernama asli Rafardhan itu ngotot ingin tetap datang dan mengikuti perkuliahan seperti biasa. Datang dijemput Sakha menaiki mobilnya, dan pulang akan kembali diantar bak bos besar. Padahal sepanjang jalan cowok itu memejamkan mata tak berdaya dengan hidung tersumpal tisu agar cairannya tidak keluar.
Jelas pada akhirnya hanya duduk bercokol dibangku kelas tanpa pergerakan apapun. Untuk sementara waktu tangan kanannya yang sedang sakit tak bisa digunakan untuk melakukan aktivitas. Jangankan mencatat materi, sekadar diangkat pun rasanya sakit bukan main.
Mahasiswa lain bertanya banyak hal kepadanya. Kalau Radin enggan menjawab, maka pertanyaan serupa akan berubah target ke-tiga orang lainnya. Yang kemudian akan dijawab dengan candaan atau lelucon, lalu menimbulkan rasa kesal terhadap mereka yang penasaran mengenai urusan orang lain.
"udah dikata kaga usah ngampus, ngotot banget nih manusia satu. Repot kan lo akhirnya, ini itu gak bisa."
Sakha tak berhenti menggerutu, sementara tangan sibuk menusuk bakso kecil-kecil menggunakan garpu, kemudian mengarahkan benda itu ke mulut Radin. Ketidakberdayaan laki-laki paling terkenal seantero fakultas itu pun mengundang atensi dari berbagai kalangan. Dan yang paling besar populasinya adalah kaum hawa.
Tak hanya satu atau dua mahasiswi yang melewati meja mereka melontarkan pertanyaan. Menatap prihatin meski tergurat rasa ingin menggantikan posisi Sakha dalam menyuapi laki-laki itu. Bahkan ada pula yang mendoakan, berharap si pangeran kampus cepat pulih dari kondisinya yang memprihatinkan ini.
"liat kan? Radin tangannya sengklek aja banyak yang doain. Gimana kalo dia wafat? Rumahnya penuh karangan bunga dari mahasiswi satu univ kali ya?"
Dengan mulut penuh makanan, tangan kiri Radin bergerak menoyor kepala Sakha. Tak puas dengan itu, ia langsung memberikan pelototan galak.
"bercanda, slur. Ya jangan wafat dulu lah, nanti lo jadi arwah penasaran terus gentayangin bu Raya. Hiii, serem."
"wah kelewatan. Tunggu tangan gue sembuh lo, kita adu kekuatan dideket danau."
Sakha tertawa puas, begitupun dua orang lainnya yang sejak tadi menyaksikan. Mereka melanjutkan makan siang hari itu sambil berbincang banyak hal. Tak terkecuali membahas kejadian kemarin.
Sebelumnya memang Zafran dan Sakha berhasil mendapati nota dari restoran yang dimaksud. Dalam selembar kertas kecil itu memang tidak tertera nama si pelanggan, tapi ada bukti waktu saat melakukan pembayaran. Dan mereka langsung mencocokkan dengan keterangan yang diberikan Radin, bahwa ia mulai menguntit target pada pukul empat sore lewat dua puluh menit.
Oh, jangan lupakan otak cerdas mereka semua. Zafran dan Sakha juga langsung meminta rekaman CCTV dari restoran tersebut dihari yang sama. Selain itu, meja nomor 17 yang tertera pada bukti pembayaran dikosongkan selama beberapa hari. Semua pihak restoran sudah diberi mandat untuk tidak menyentuh meja tersebut, ataupun membersihkannya dengan cara apapun.
Hari ini mereka berencana untuk datang lagi kesana, membawa serta beberapa petugas dari pihak labfor dan inafis kepolisian untuk menyelidiki lebih lanjut lokasi yang dimaksud.
Radin berpamitan lebih dulu dari kantin. Alasannya adalah ada rasa ingin muntah dan kepala mulai pusing. Belum ada respon dari yang lain, cowok itu sudah mengambil langkah cepat dan meninggalkan tempat. Berlarian tanpa lihat kanan kiri, sampai tak sadar telah melewati seseorang yang masuk kedalam daftar nomor satu dalam kamus kasih sayang dihatinya.
Diujung koridor fakultas, Radin berbelok menuju toilet. Langsung menubrukkan diri pada wastafel demi mengeluarkan isi perutnya yang sudah sampai dikerongkongan. Disaat yang sama, terdengar teriakan beberapa orang dari sisi sebelah kiri posisinya berada. Saat menyadari bahwa suara tersebut milik perempuan, otomatis Radin langsung melotot kaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ I Fix You in a Case // Jung Jaehyun
Fanfictionmencintai seseorang yang sudah pernah menikah? tidak masalah. ⚠ Do Not Copy / Plagiarism ⚠ I Fix You in a Case © chojungjae, August 2020