1 oktober 2020
🍭🍭🍭
Satu tahun lebih, cahaya mentari menyinari jiwa insan yang kesepian di bumi. Begitu tega, seolah tak mau tau apa yang tengah terjadi padanya di dunia. Tidak peduli sebanyak apa goresan tinta tertuang dalam kertas putih. Tidak peduli sebanyak apa air mata terbuang. Semua hanya menjadi saksi bisu rasa sakit yang datangnya karena cinta.
Semenjak kepergian Soraya yang tidak sama sekali meninggalkan jejak, Radin menjadi sedikit berubah. Mungkin tidak dirasakan oleh yang bersangkutan langsung, tapi teman-temannya sudah menyadari itu sejak lama. Kadar keceriaan Radin berkurang, bahkan benar-benar lenyap. Hampir setiap hari mereka mendapati kondisi laki-laki itu berusaha untuk terlihat bersemangat. Padahal kenyataannya tidak. Dan sekarang motto hidupnya adalah lulus kuliah tepat waktu, itu saja.
Kecewa, bisa dikatakan demikian. Sampai sekarang pun Radin masih terngiang dengan apa yang pernah diucapkan seseorang tentang kehilangan. Melekat dan menjadi yang paling menyayat hati jika diingat dengan sengaja. Kehilangan, adalah takdir yang sulit untuk dimaafkan.
Radin memiliki kekasih dalam dua bulan terakhir. Bukan teman satu universitas. Tapi dekat karena sebuah pertemuan singkat. Tertarik, hm, katakanlah begitu.
"rambut kamu pake apa sih? Gel? Pomade?"
Sambil terus melakukan kegiatan mengetiknya, Radin mengangguk singkat. Tak protes saat surai gelapnya yang tertata rapi disentuh oleh gadis disebelahnya. Omong-omong, mereka sedang berada di kedai kopi dekat kampus sekarang. Radin berniat untuk revisi sendiri, tapi sang kekasih ngotot ingin menemani.
"culun ya?" tanya cowok itu tanpa memalingkan wajah sama sekali.
"enggak kok," jawab Giana—pacarnya. "emang mau ketemu dospem jam berapa? Kok hari gini masih ngetik."
"ada yang mesti dibenerin dikit. Dospem sih janji jam satu abis makan siang."
"ohh, mau dibantuin? Aku gak ada kerjaan ini."
Sambil terkekeh, Radin meliriknya sekilas. "gak usah, nanti kamu pusing."
"ya udah deh, tapi sambil dimakan dong ini kuenya. Nanti aku kasih meja sebelah loh."
"iyaaa, bentar ya." balas cowok itu lembut. "kamu dulu aja, kalo gak abis baru buat aku."
Pada akhirnya Giana cemberut dan tak bicara apa-apa lagi. Radin kalau sudah serius nampaknya sulit sekali diganggu. Meja bundar berukuran kecil itu pun mengalami keheningan selama beberapa saat. Yang terdengar hanya bunyi sendok kue dan piring yang saling bersentuhan.
Kelabu langit menghiasi hari. Mungkin akan turun hujan siang nanti. Tapi setiap kali suasana itu datang, jauh didalam hati Radin merasakan rindu yang sangat dalam. Dipendam satu tahun lebih, sampai ia pikir sudah mati rasa untuk menyikapinya.
Seolah pegawai kedai itu ingin menambah taburan sedih dari luka seseorang, musik yang diputar pun sejak tadi tak luput dari lagu-lagu ballad milik penyanyi Tiara Andini, Andmesh, Mike Mohede, dan banyak lagi. Kekinian sekali, batin Radin. Membuatnya jadi tersenyum lucu, lebih tepatnya menertawakan diri sendiri tanpa sebab.
Radin menumpu dagu menggunakan satu tangan sambil terus menggerakkan kursor laptop. Satu notifikasi muncul dari email, sukses mengalihkan atensinya saat itu. Dengan teliti ia membukanya untuk mengecek jika ada informasi lain dari dosen pembimbing. Jelas yang ada dikepalanya memang hanya persoalan skripsi sekarang. Tidak pernah menyangka akan mendapatkan kejutan luar biasa dari seseorang yang telah lama hilang dari genggamannya.
sorayasamorn93@gmail.com
10.49
Apa kabar, Radin?Betapa terkejut pemuda itu usai membaca apa yang ada dilayar sana. Ia bahkan beberapa kali mengusap mata, berusaha mengecek jika memang sedang menghalu biru. Tapi ternyata email itu benar-benar datang dari Soraya. Ibu dosen yang masih menempati posisi pertama dihatinya, tak pernah berubah.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ I Fix You in a Case // Jung Jaehyun
Fanfictionmencintai seseorang yang sudah pernah menikah? tidak masalah. ⚠ Do Not Copy / Plagiarism ⚠ I Fix You in a Case © chojungjae, August 2020