28 september 2020
🍭🍭🍭
Benturan lebih dari satu kali dan cukup keras membuat Tafira mengalami cedera kepala bagian dalam yang lumayan serius. Dokter mendapati tanda-tanda keretakan tulang tengkorak melalui darah yang ditemukan pada pupil mata, pun dengan cairan kemerahan yang keluar dari telinga dan hidung. Itu baru kepala, belum tau apakah ada patah tulang lain atau tidak. Atas dasar itulah diagnosa medis ditegakkan. Sementara untuk pemeriksaan penunjang, harus segera dilakukan foto X-ray dan serangkaian tatalaksana lain.
Kedengarannya jatuh dari tangga memang suatu hal yang biasa, tapi kenyataannya separah itu.
Selagi menunggu pihak medis menindak lebih lanjut, Soraya duduk pada bangku yang ada disebelah brankar. Terdiam dengan fokus tertuju pada gadis kecil yang terkulai lemah dihadapannya, tanpa melepas genggaman antar satu sama lain.
Air mata tak berhenti meluncur dari sudut netra indahnya. Sangat menyesal karena sempat pergi dan meninggalkan sang anak sendiri tanpa pengawasan darinya. Soraya menangis tertahan, benar-benar tak tau lagi harus bagaimana dan hanya bisa menyalahkan diri sendiri.
Tanpa dikomando, bayang-bayang Nurish terlintas begitu saja didalam kepala. Membuatnya cukup terkejut hingga menggeleng cepat demi mengusir segala pikiran buruk yang tidak diinginkan sampai terjadi ke dunia nyata. Cukup, kehilangan pendamping hidup kala itu sudah cukup menyakitkan baginya. Tidak untuk kedua kali, hanya itu permohonannya kepada Tuhan.
Soal Radin, mahasiswanya itu pasti juga khawatir berlebihan sekarang. Dan mungkin ia berusaha menghubungi sejak tadi meski selalu berakhir dengan kegagalan, sebab Soraya memutuskan untuk menonaktifkan ponsel sementara waktu ini.
Bukan salah Radin semua ini terjadi. Sama sekali, bukan. Hanya saja pedih bagi Soraya setiap mengingat bahwa laki-laki itu menjadi tujuannya melepas pengawasan dari sang anak. Ia merasa marah, kesal, emosi yang bercampur menjadi satu terhadap diri sendiri sekarang. Dan merenung adalah jalan terbaik.
Saat sedang mengusap punggung tangan mungil dalam genggamannya, tiba-tiba saja Tafira mengalami kejang. Membuat Soraya refleks berdiri dari tempat dan kembali terpacu dalam kepanikan. Bagusnya, Mbak Sari langsung sigap mencari tenaga medis yang bisa membantu mereka.
Dokter jaga di ruangan itu datang bersama antek-anteknya. Kemudian memeriksa tanda-tanda vital Tafira, dan melakukan tindakan yang bisa dilakukan. Dalam beberapa menit Soraya menunggu sambil mengepalkan kedua tangan erat-erat didepan dada, sangat cemas. Lalu hasil menyatakan bahwa ketakutannya selama ini benar-benar menjadi kenyataan.
Detak jantungnya terasa seperti mati begitu mendengar kalau Tafira tidak bisa diselamatkan. Cedera kepala yang parah, perdarahan bagian dalam, serta kondisi miokarditis yang menjadi latar belakang puterinya itu harus meregang nyawa.
Tangis Soraya pecah luar biasa dan tak terbendung. Dadanya sesak bukan main. Yang terjadi sekarang, ia hanya bisa berdiri disamping jasad anaknya tanpa bisa memaafkan diri sendiri.
Nurish, anak kita..
🍭🍭🍭
Di lain sisi, Radin langsung meninggalkan lokasi konser grup musik itu secepat mungkin. Terbawa suasana yang sedang dilanda kepanikan, jadilah gaya menyetirnya tak berbeda jauh dengan pembalap Formula 1. Kepalanya semakin pening saat Soraya menutup telepon begitu saja, tanpa memberitau dimana ia berada. Radin beberapa kali mengontak ulang masih dengan nomor yang sama, tapi selalu gagal. Bahkan yang terakhir, handphone Soraya tidak aktif.
Mau gila saja rasanya saat itu. Ia tak punya pilihan selain langsung menuju kediaman yang bersangkutan. Radin tiba lebih dari tiga puluh menit kemudian, padahal ia sudah berupaya untuk sampai dalam waktu cepat. Usai menepikan roda empatnya didepan gerbang, cowok itu langsung berlari keluar. Mengetuk besi pagar beberapa kali.
KAMU SEDANG MEMBACA
✔ I Fix You in a Case // Jung Jaehyun
Fanfictionmencintai seseorang yang sudah pernah menikah? tidak masalah. ⚠ Do Not Copy / Plagiarism ⚠ I Fix You in a Case © chojungjae, August 2020