Chapter 22 - Pain

54.4K 5.2K 416
                                    

Haiiii kembali lagi sama BAB baru SAFAREZ!

gimana sejauh ini SAFAREZ?

YUK budayakan untuk drop the vote sebelum membaca cerita ini yaaaa...

Chapter 22 - Pain

🦁🦁🦁

Safarez mendecak. Setelah buru-buru pergi menuju rumah sakit dan berlari kearah ruang rawat Xavera, ia malah mendapati ruang itu kosong dan sudah bersih. Saat ia bertanya pada perawat, perawat itu mengatakan kalau Xavera sudah pulang.

Safarez mengeluarkan ponselnya. Menghubungi Xavera dengan cepat. Lagi dan lagi ia berdecak saat Xavera tak mengangkat panggilannya. Berulang kali ia coba menghubungi gadis itu namun panggilannya selalu berakhir oleh suara operator membuat Safarez ingin sekali membanting ponselnya.

Tadi saat menjemput Giani, Safarez seakan lupa waktu dan menuruti keinginan adiknya itu untuk mampir disuatu rumah makan karena Giani mengaku belum makan dari siang. Karena tak ingin adiknya berakhir kelaparan, ia pun mengiyakan ajakkan Giani hingga membuat ia seperti lupa waktu.

Safarez mendecak saat melihat jam tangannya yang menunjukkan pukul delapan malam. Ia kemudian langsung beranjak menuju parkiran dan melaju menuju rumah Xavera.

🦁🦁🦁

Xavera duduk diranjangnya. Ia menghela napasnya. Ia sedari tadi menatap ponselnya dengan diam. Ia mengabaikan sekitar delapan panggilan masuk dari Safarez. Entahlah, Xavera hanya merasa harus menenangkan dirinya. Xavera tidak ingin Safarez tau kalau dirinya cemburu dengan seorang Giani. Xavera merasa tidak pantas, apalagi dengan fakta Giani yang merupakan adiknya Safarez.

Xavera mengabaikan pusing pada kepalanya. Ia bahkan tidak meminum obat malamnya. Sudah dua kali ia bolak-balik dari toilet hanya untuk memuntahkan cairan bening yang pahit. Xavera mendecak dan matanya kembali berkaca-kaca. Ia lelah dengan semua keadaan yang menyiksanya ini.

Pintu kamarnya diketuk dan Xavera langsung menoleh. Mendapati Mbok Sumi yang berada di pintu kamarnya.

"Anu Non, ada Den Farez nyari Non Xave,"

Xavera menghela napasnya lalu menggeleng pelan. "Bilang Xave udah tidur Mbok,"

"Tapi-"

"Xa," Xavera menatap dengan terkejut saat Safarez sudah berdiri dibelakang Mbok Sumi menatapnya dengan wajah lelah.

"Eh.. kalau gitu Mbok tinggal dulu. Den Farez pintunya biarin kebuka ya biar gak muncul fitnah,"

Safarez menghela napas dan mengangguk. Mengucapkan terimakasih pada Mbok Sumi. Xavera hanya diam menatap Safarez yang kini berjalan kearahnya. Raut kelelahan tergambar jelas diwajah lelaki itu membuat Xavera sedikit tidak tega.

Safarez duduk di ranjang dan berhadapan dengan Xavera. Menggenggam tangan gadis itu yang wajahnya terlihat pucat dan sembab.

"Kenapa pulang gak kasih tau aku?" tanya Safarez lembut. Mengesampingkan semua emosinya saat menatap wajah sendu Xavera.

"Aku..aku gak mau ganggu kamu,"

Safarez menggeleng. "Kamu gak pernah ganggu aku Xa,"

Xavera menunduk. Membiarkan tangannya digenggam oleh Safarez. Xavera menahan dirinya agar tidak menangis dihadapan Safarez. Sekali lagi, Xavera tidak ingin Safarez tahu kalau ia sudah gila dengan cemburu pada adik lelaki itu.

"Hei, kenapa?" tanya Safarez sembari mengangkat dagu Xavera. Xavera menggeleng pelan.

"Kamu harusnya gak usah kesini. Udah malem," ucap Xavera. Safarez mengerutkan keningnya.

SAFAREZ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang