Epilog

101K 6.9K 1.1K
                                    

HAIII selamat datang di akhir bab ini. Aku bacain komen kalian di bab sebelumnya dan hampir seluruhnya ikut nangis😭

Kalau kalian sebaper itu sama Safarez dan Xavera, boleh dong di share cerita ini supaya yang lain ikut baca..

YUK budayakan untuk vote dulu sebelum membaca cerita ini!

Selamat membaca, semoga sukakk!

Epilog

🦁🦁🦁

Safarez diam. Lidahnya kelu bahkan sepertinya dirinya mati rasa. Tepukkan, pelukkan bahkan ucapan Bunda dan semua orang yang menghampirinya tak sanggup membuat Safarez bergerak barang sedikitpun dan tak sanggup membuat Safarez mengalihkan tatapannya dari tubuh yang terbujur kaku berlapis kain kafan itu.

Sudah satu jam sejak gadisnya di mandikan dan dikafankan, Safarez hanya duduk disana, menatap lurus kearah tubuh kurus yang tak lagi bergerak.

Safarez masih dengan pakaian pestanya. Masih dengan kemeja hitam dan celana jeans hitamnya. Safarez terkekeh penuh kesakitan dalam benaknya, bahkan pakaiannya sudah sangat pantas untuk menghadiri keadaan sekarang.

Air mata Safarez sudah tidak lagi runtuh. Ia sudah menangisi gadis itu sejak gadis itu jatuh tak bernapas dan bernyawa dalam pelukkannya semalam. Sudah hampir 9 jam Safarez hanya terduduk menatap kearah yang sama. Tak bergeming, tak juga menjawab siapapun yang menghampirinya.

Safarez merasakan yang namanya mati rasa pada seluruh organ tubuhnya, apalagi hatinya. Dua kali, dua kali Safarez harus melihat gadis yang ia cintai terbujur kaku tanpa nyawa.

Namun kali ini lebih menyakitkan dari sebelumnya. Kali ini jauh lebih membuat Safarez jatuh sedalam-dalamnya.

"Abang belum bergerak dari tadi. Belum makan juga. Makan ya Nak," Acacia menatap prihatin putranya. Sudah lebih dari sepuluh kali Acacia, Hazel, bahkan teman-teman lelaki itu membujuk Safarez untuk setidaknya beranjak dari tempatnya. Namun hanya keheningan dan pandangan kosong yang mereka dapati dari mata tajam Safarez.

Hari sudah menunjukkan pukul 9 pagi. Xavera juga telah di kafankan meski bagian kepala gadis itu masih terbuka. Safarez hanya bisa duduk dan menatap gadis itu dari kejauhan. Ia masih tak sanggup mengingat ialah orang yang terakhir bersama gadis itu. Memeluk gadis itu, oh bahkan mencium gadis itu. Ia orang pertama dan terakhir.

Safarez merasakan banyak tamu-tamu yang hadir dan mengucap bela sungkawa pada Safarez dan Papi dari Xavera.

Papi dari Xavera sendiri tak henti-hentinya menangis. Sama dengan Mbok Sumi. Kehilangan Xavera kali ini terlalu mendadak, atau mungkin bukan mendadak. Semua orang hanya tidak akan pernah siap untuk kehilangan gadis dengan sejuta pesona itu.

"Abang, jangan buat Bunda khawatir," isak Bundanya pelan.

Safarez menghela napasnya lalu untuk pertama kalinya setelah 9 jam hanya diam, Safarez akhirnya menatap Bundanya dengan sendu. Tatapan yang hampir tak pernah Safarez tunjukkan, bahkan tidak saat Camelia meninggal.

Acacia menangis memeluk anaknya. Putranya tak pernah lebih rapuh dari ini. Mungkin tak ada tetesan air mata lagi dari mata tajam putranya, tapi Safarez tak pernah sekosong ini. Sehampa ini. Putranya seakan-akan tak berada dihadapannya.

Safarez hanya mematung meski Bundanya memeluknya dengan erat. Safarez mematung saat matanya bersitatap dengan Ayahnya yang menatapnya dengan sendu.

Acacia melepaskan pelukkannya dan menangkup pipi Safarez. Pipi lelaki itu dingin. "Abang makan ya? Biar Bunda suapin,"

Safarez menggeleng pelan. Ia menunduk dan mengepalkan tangannya. "Bilang sama Farez kalau ini cuma mimpi buruk Farez Bun," ucap Safarez dengan gemetar.

SAFAREZ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang