Chapter 36 - Pesimis

56.1K 5.1K 274
                                    

HALOOOOO balik lagiii nihh sama SAFAREZ.

YUK budayakan untuk vote sebelum membaca cerita inii!

Selamat membacaa! semoga sukakk..

Chapter 36 - Pesimis

🦁🦁🦁

Safarez mengatur napasnya setelah Giani pergi meninggalkan ruang rawat Xavera dengan tangisan. Safarez tidak peduli. Bahkan kalau bisa ia ingin membuat Giani lebih rapuh daripada itu. Fakta yang baru saja ia ungkapkan tentang bagaimana samanya kelakuan Giani dengan Ibunya dihadapan Xavera dan Giani cukup membuat Giani terguncang. Tapi Safarez sama sekali tidak peduli.

Keinginan untuk menghancurkan Giani begitu kuat. Sebenarnya mudah saja untuk menghancurkan gadis itu, tapi jujur Safarez masih sangat menghormati orang tuanya. Safarez masih menghargai Ayah dan Bundanya. Bagaimanapun itu masa lalu mereka, tugas Safarez hanya melindungi yang ada kini.

Safarez menghela napasnya. Mengabaikan dan mengubur emosinya. Safarez berbalik dan menatap Xavera yang masih terdiam. Langsung Safarez berjalan kearah gadis itu. Keadaan Xavera sudah kembali normal. Safarez tidak tau apa yang akan terjadi kalau tadi ia sempat terlambat. Mungkin Safarez akan mengulangi kebodohannya lagi kalau sampai itu terjadi.

"Xa," panggil Safarez pelan. Xavera mengerjap lalu menatap Safarez. Gadis itu bahkan masih bisa tersenyum meskipun telah hampir kehilangan kesadarannya beberapa menit yang lalu.

"Sini," ajak Xavera. Xavera bergeser sedikit, membiarkan Safarez untuk duduk disampingnya. Safarez menuruti itu. Berjalan menuju Xavera dan duduk dipinggir ranjang menghadap gadis itu.

"Dia ngomong apa aja ke kamu?"

Xavera mengangkat alisnya lalu menggeleng pelan. "Gapapa,"

"Xa,"

Xavera kembali menggeleng. "Aku bisa ngatasin itu Rez,"

Safarez menatap Xavera dengan tatapan tak percayanya. "Bisa? Kamu bilang bisa? Tadi kamu hampir kehilangan kesadaran kamu lagi Xa!"

Xavera mengerjap saat nada Safarez meninggi. "Aku-"

"Kenapa kamu ladenin orang kayak gitu?"

Xavera tertawa sumbang. Matanya berkaca-kaca. "Terus? Aku harus apa?"

"Aku harus diem? Biarin mulutnya ngehina aku kayak tadi? Safarez, aku juga punya harga diri!" balas Xavera.

"Tapi enggak dengan korbanin keselamatan kamu Xa!"

Safarez menghela napas saat melihat air mata Xavera jatuh dari mata gadis itu. Safarez memejamkan matanya, menekan seluruh emosinya mengingat keadaan Xavera tadi. Safarez hanya takut. Takut pada bayang-bayang gadis itu akan meninggalkannya. Karena Safarez dapat bersumpah, sampai kapanpun ia tidak akan siap ditinggalkan oleh gadis itu.

"Maaf," ucap Safarez pelan. Safarez menarik Xavera kedalam pelukannya. Menyembunyikan wajah gadisnya di dadanya sembari mengelus rambut Xavera yang semakin tipis.

"Maaf, aku cuma khawatir sama kamu Xa,"

Xavera mengangguk dalam pelukan Safarez. Ia mewajarkan sikap emosional pacarnya. Ia mengerti Safarez hanya takut dan khawatir. Xavera tersenyum lalu memeluk Safarez dengan erat. Bangga dan merasa beruntung memiliki lelaki itu disisa-sisa waktunya.

Xavera melepaskan pelukannya lalu menatap Safarez dengan senyuman. "Aku punya permintaan. Kamu harus turutin,"

Safarez mengerutkan keningnya melihat wajah bersemangat dan berbinar milik Xavera. "Apa?" tanyanya.

SAFAREZ Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang