ku telusuri jalanan ke arah tempat tujuanku, daerah atletik. aku berjalan sendiri, dan tidak ada devon di sampingku. dia ada janji dengan temannya di perpustakaan dan ini kusempatkan untuk menemui seseorang yg sudah membuatku geram dari tadi. sesampainya aku di daerah atletik, ku dekati siswa siswa yg sedang bermain basket di lapangan terbukanya.
"apa diantara kalian ada yg melihat justin dimana?" tanyaku tidak mau berbasa-basi. pertama mereka melihatku keheranan, tapi ada salah satu dari mereka yg memakai headband putih, menunjuk ke arah gedung gym. aku hanya mengangguk dan berterima kasih pada orang itu, lalu berjalan memasuki gedung gym.
ku buka pintu masuknya dan langsung terdengar suara decitan sepatu, juga pantulan bola di dalam ruangan. ku tutup pintunya, dan melihat justin sedang mendrible bola menjauhi ring. tapi saat matanya bertemu dengan mataku, dia langsung berhenti sambil memegang bola basket di tangannya. nafasnya sudah tidak teratur karena mungkin dia sudah lama bermain basket. keringatnya juga sudah mengucur dari keningnya. rambutnya yg berkilau, terlihat basah oleh keringatnya.
pemandangan ini jadi teringat saat dia sedang berlari di lapangan football. okay! jauhkan pikiran itu! kau sudah punya devon seorang!
"mau apa kau kesini?" tanya justin ketus dan kembali mendrible bola di tempat. aku berjalan pelan ke arahnya.
"kenapa kau menolak devon masuk teammu? padahal permainannya sangat bagus dan bisa di andalkan di dalam team" kataku tidak mau bertele-tele. justin memutarkan kedua bola matanya dan membalikan badan ke arah ring melakukan passing.
"aku kaptennya. semua keputusan ada di tanganku" jawabnya melihat ke arahku lagi sambil melipat tangannya di bawah dada.
"oke, tapi kau tidak usah memukulnya sampai dia terluka seperti itu!" bentakku kesal sambil menunjuknya. wajah justin berubah menjadi wajah 'what the hell?' nya.
"apa kau bilang? memukulinya? aku? asal kau tahu saja, aku tidak pernah menyentuh kekasihmu yg banci itu" ucapnya geram sambil berjalan ke arahku dan menepis tanganku yg sedang menunjuknya. tatapannya tajam, sama sepertiku.
"banci? apa? jaga mulutmu!" bentakku sambil mendorong dadanya.
"kau duluan yg harus menjaga mulutmu! jangan seenaknya menuduhku memukulinya!" bentaknya tidak mau kalah.
"jika kau yg bukan memukulinya, siapa lagi?! karena dia mendapatkan luka itu setelah dia kembali dari lapangan football!" bentakku lagi. tiba-tiba tawaan pahit justin terdengar, membuat ruangan yg besar ini menggelegarkan tawaannya.
"itu bukti bodoh yg pernah aku dengar. kau tahu sendiri dia itu orangnya seperti apa. mungkin saja dia mendapat luka karena melihat mandy, kapten cheers, yg roknya terbuka membuatnya hilang kendali dan tersungkur ke tanah" ejeknya masih tertawa.
aku terus menatapnya dengan tajam, dan tanganku juga sudah membentuk kepalan.
dia sudah keterlaluan! aku yakin devon tidak seperti itu! sudah jelas-jelas itu luka pukulan.
dalam hitungan menit, kepalan tanganku melayang ke wajahnya.
walaupun aku memukul wajahnya dengan sekuat tenaga, tapi justin tetap berdiri tegap. hanya kepalanya saja yg bergerak karena kupukul tadi. maklumi saja, dia pria yg kuat sedangkan aku hanya wanita.
"jangan kau tuduh devon yg tidak-tidak" geramku sangat kesal. justin melihatku dengan tatapan tajamnya sambil menyusut sedikit darah yg ada di ujung bibirnya.
"untung kau wanita. jika bukan, mungkin aku sudah membalasmu" gumamnya sambil berjalan keluar gedung gym meninggalkanku.
aku terdiam sambil berfikir. jika hubunganku dengan justin tidak baik, maka devon yg ada hubungannya denganku juga tidak akan pernah membaik dan mimpi devon untuk menjadi atlit football pun lenyap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bullworth Academy (justin bieber Love story)
FanficSayang juga kalau mangkir di draft mulu. Cerita ini sama sekali gak aku edit. Asli banget dari taun 2011. Bahkan masih ada emotnya. Jaman-jamannya buat JD di Facebook. Kalau yang mau ber-cringy cringy ria monggo di tengok. Dan yep, ini cerita tenta...