19-Comfort

2.5K 391 43
                                    

Mirae menghela pelan setelah sambungan telfon terputus dan menarik ponselnya dari telinga. Ia lantas  melangkahkan kaki untuk keluar dengan membawa ponselnya seusai menghabiskan cukup banyak waktu setelah ibunya mewawancarai melalui telfon karena anak bungsunya tak kunjung pulang ke rumah hingga larut seperti ini. Khawatir anak gadisnya ini akan kabur lagi, wanita itu kemudian mengirim Ellen untuk datang ke rumah pertanian.

Ini sudah sangat larut, dan ibunya malah menyuruh Ellen menghampirinya kesini. Mirae jadi merasa bersalah. Mungkin Ellen sedang dalam perjalanan menahan rasa kantuknya sekarang.

 Ia membka pintu kamar, suasana rumah sudah sangat sepi setelah para member dan pamannya ia persilahkan untuk tidur di lantai dua. Untung saja tempat ini menyediakan kamar kosong. Ia heran, jelas-jelas mereka sudah memesan kamar hotel di Amsterdam dengan fasilitas lengkap dan nyaman ketimbang bermalam di rumah yang hanya dijadikan tempat singgah sementara ini. Mungkin saja mereka merasakan kenyamanan berada di tempat yang tenang ini.

Mirae melangkahkan kakinya menuju ke pintu belakang, keadaan halaman belakang sana sudah sangat gelap, dan masih berantakan. Mereka semua terlihat lelah, jahat sekali jika Mirae menyuruh bersih-bersih. Jadi ia langsung meminta mereka semua untuk naik ke atas dan beristirahat.

Tangannya bergerak menutup pintu belakang, memutar kuncinya sebelum berbalik dan melangkahkan kaki kembali ke ruang tengah. Memilih untuk merebahkan dirinya di sofa sembari menunggu Ellen datang. Rasa kantuk belum juga menghampirinya, padahal ia merasa kalau tubuhnya lelah.

Ia tidak mendengar suara apapun dari atas. Sunyi. Senyap. Tanpa kerusuhan seperti biasa. Para member mungkin sudah langsung terlelap disana.

Kembali membuka layar ponsel dan menghadapkannya tepat di depan wajah. Membuka kembali sosial media di ponselnya. Sudah lama sejak ia membuka sosial medianya, tidak sering Mirae membuka ponsel semenjak kembali ke Belanda.

Jarinya terus bergerak di atas layar ponsel, sesekali menekan like pada beberapa postingan yang menurutnya menarik. Jarinya berhenti sejenak, baru memikirkan satu hal. Dia tidak pernah melihat akun sosial media milik member.

Ia kemudian melakukan pencarian untuk akun instagram milik NCT. Lantas membuka akun bercentang biru tersebut sebelum kembali menggerakkan jari menjelajahi postingan-postingan pada akun tersebut.

Tangannya berhenti pada postingan foto Renjun. Melihat tanggalnya, itu adalah postingan bulan September. Lantas menatap ponselnya heran. "Kenapa anak ini sok keren sekali?" gumamnya kemudian kembali menggerakkan jari menggeser ke bawah.

Melewati satu postingan, jarinya berhenti pada postingan foto Jaemin. Postingan bulan Agustus, tepat pada ulang tahun Jaemin rupanya. Memandang sesaat foto tersebut sebelum kembali bergumam pelan. "Tatapanmu itu loh."

"Tatapan siapa?"

Sontak Mirae langsung bangun, dan terduduk sembari mematikan layar ponselnya. Kepalanya menoleh kepada Jaemin yang sudah berdiri di salah satu sisi sofa dengan sepiring buah-buahan di tangan kanannya. Ia mengerjap, lantas menggeleng pelan.

Bisa-bisanya Jaemin sudah berada disana tanpa ada suara langkah kaki yang terdengar?

"Kenapa tatapannya?" tanya Jaemin lagi sembari melangkahkan kaki dan mendaratkan diri tepat di samping Mirae dan meletakkan piring buahnya ke atas meja.

Mirae mengalihkan pandangan ke depan. Sebelah alisnya naik ke atas seolah berpikir. Ia kemudian kembali melemparkan pandangan kepada Jaemin. "Lembut? Tulus?" katanya tak yakin lalu mengidikkan bahu. "Entahlah."

Jaemin menyandarkan diri sebelum menatap ke arah Mirae. "Tatapan siapa ke siapa?" Ia kembali bertanya kendati sempat juga melihat siapa yang dimaksud oleh Mirae.

Mendengar pertanyaan Jaemin membuat Mirae menghela pelan, ia ikut menyandarkan dirinya pada sandaran sofa. "Tatapan seseorang yang sangat menghargai orang-orang yang mendukungnya."

"Sebenarnya lebih dari menghargai." Jaemin mengalihkan pandangan ke arah langit-langit rumah. Tanpa sadar bibirnya mengulas senyum tipis, bayangan para penggemar yang ia temui ketika perform ataupun fansign terbayang di kepalanya. "Tidak tahu kata apa yang pantas, tapi orang itu menafsirkannya sebagai cinta. Sering sekali membicarakan 'aku cinta kamu', 'aku cinta kalian'."

Mirae terkekeh pelan, paham Jaemin tengah membicarakan dirinya sendiri. Ternyata dia ketahuan Jaemin sedang stalking akun sosial media grup mereka. Mirae pun ikut mengalihkan pandangan mengarah kepada langit-langit rumah. "Aku pernah dengar orang itu berkata kalau dia sangat-sangat mencintai penggemarnya."

"Iya, sangat."

"Aku jadi berpikir, kalau orang itu sampai tidak akan menemukan gadis yang dia sukai. Hatinya sudah untuk penggemarnya."

Jaemin terdiam, mendengar penuturan Mirae. Ia menoleh sekilas ke arah gadis itu yang masih memandang ke arah langit-langit rumah. Jaemin menelan saliva, perkataan Mirae membuatnya langsung berpikir. Perasaan yang bagaimana sebenarnya?

Jaemin tertawa kecil. "Orang itu sedang pusing sekarang."

"Dia benar-benar tulus rupanya." Mirae tersenyum miring. "Kalau sampai pusing memikirkan hal itu."

"Tentu saja pusing." Jaemin kembali menyahut. "Kalau dia punya pacar, nanti penggemarnya sakit hati. Mana mungkin menyakiti hati ribuan orang hanya demi satu gadis?"

Mendengar itu Mirae terdiam, ia hanya mengulas senyum kecil. Jaemin masih sangat polos, Mirae berpikir kalau itu pemikiran yang sangat naif. Mungkin Jaemin belum pernah sampai pada tahap dimana dia benar-benar ingin memiliki seseorang. Sebab itu, gampang sekali ia berbicara begitu.

"Kenapa kau belum tidur?" Jaemin menolehkan kepalanya pada Mirae. "Kau terbiasa tidur pagi, ya?"

"Iya, biasanya," jawab Mirae, "tapi saat kau datang aku jadi mengantuk."

Jaemin menautkan alis, dia tidak merasa kalau dia membosankan seperti Jeno. "Kenapa bisa?"

Menaikkan kakinya ke atas meja, Mirae menutup matanya perlahan. "Mungkin aku nyaman di sampingmu."

***


"Rachel benar-benar menyusahkan." Ellen berdecak sebal. Menahan kantuknya mengendarai mobil menempuh rute yang tidak bisa dibilang dekat. "Harusnya kubiarkan saja dia di Seoul, dan aku kabur ke Paris. Tinggallah dua orang tua itu."

Ia menggerutu sepanjang perjalanan. Waktu yang harusnya dipergunakan untuk istirahat setelah jadwal melelahkan malah digunakan untuk menyusul Mirae seperti ini hanya karena khawatir Mirae ternyata kembali pergi dari Amsterdam. Ellen heran, padahal Mirae di sini dan di manapun juga tidak ada bedanya.

Ia memarkirkan mobilnya tepat di belakang mobil Mirae. Mematikan mesin sembari menguap, ia benar-benar mengantuk. Untung saja menempuh perjalanan dengan selamat sampai tujuan. Lantas membuka seatbelt nya dan langsung turun dari mobil.

Kakinya melangkah gontai untuk segera masuk ke rumah. Memastikan adiknya itu masih ada, hidup, bernafas, lalu kemudian tidur dengan tenang.

Ellen kemudian membuka pintu rumah yang belum dikunci. Ia kembali menguap. Astaga, kantuknya makin bertambah ketika sudah menginjakkan kaki di rumah.

Ia kembali mengunci pintu, pandangannya teralihkan kepada sofa di ruang tamu. Iya, dia menemukan Rachel disana. Masih ada, masih tetlihat hidup, bernafas, dan sedang tidur dengan kepala bersender pada bahu Jaemin.

"Dasar anak-anak."

.
.
.
tbc

Ex Manager ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang