"Hai, Noona." Jaemin melambaikan tangan sembari tersenyum lebar ke arah Ellen yang masih menatap mereka berdua kebingungan. "Apa kabar?"
"Kami sedang berlibur, dan Mirae membawa kami kesini," kata Renjun menjawab kebingungan Ellen, lantas menaikkan sebelah alisnya melihat wajah Ellen yang tidak dapat diartikan di tengah kebingungannya. "Apa Noona keberatan?" lanjutnya, "kalau iya, kami bisa menelfon Mirae untuk menjemput --"
"Eh, tidak, bukan begitu." Ellen langsung menyela cepat sembari menggeleng. "Aku hanya bingung karena kalian tiba-tiba ada di sini. Kapan kalian tiba?"
"Kemarin." Renjun kembali menjawab sebelum mengulas senyum tipis. "Noona apa kabar?"
"Baik," jawab Ellen tersenyum kaku. Dia sebenarnya tidak terbiasa dengan Jaemin dan juga Renjun, mereka hanya sempat bertemu beberapa kali di Seoul pada kesempatan-kesempatan yang tidak sengaja.
Jaemin yang memperhatikan lantas berdecak dan mengerucutkan bibir. "Padahal aku yang duluan bertanya kabar Noona."
Decakan Jaemin membuat Ellen menoleh ke arahnya, membuat gadis itu tertawa kecil melihat sikap Jaemin sebelum ia juga melemparkan senyum kepada lelaki tersebut. "Baik, Na Jaemin," ujarnya, "kau mencari apa? Butuh sesuatu?"
"Itu, aku mencari kertas yang bisa digunakan." Jaemin melirik ke arah rak di belakangnya. "Apa ada?"
"Tidak ada kertas di situ, coba kau cari ke kamar Mirae." Ellen menunjuk sebuah pintu yang terletak di sisi kanan ruang makan. "Masuk saja kesana, isinya hanya buku-buku dan alat tulis. Mungkin banyak yang bisa digunakan."
Jaemin dan Renjun menolehkan kepala ke arah telunjuk Ellen, mendapati sebuah pintu berwarna cokelat muda di sana. Tampak berpikir sejenak sebelum menoleh kembali ke arah Ellen dan bertanya ragu, "Apa boleh?"
"Silahkan saja." Ellen mengidikkan bahu. "Lagipula tidak ada hal penting di sana, hanya buku dan kertas-kertas tidak berguna. Kau juga bisa meminjam alat tulisnya di situ."
Lelaki itu mengangguk paham dan tersenyum lebar ke arah Ellen. "Baik, terima kasih Noona," ucapnya sebelum melangkah cepat melewati Renjun yang masih duduk di meja makan dan membuka pintu masuk ke dalam ruangan yang dimaksud.
Setelah Jaemin menghilang dari balik pintu, Renjun mengembalikan pandangannya kepada Ellen. "Noona mau ngapain?"
"Tidak ada." Ellen menjawab sembari melangkahkan kakinya mendekat ke arah meja makan, menarik kursi dan duduk tepat di hadapan Renjun. "Aku dan Mirae selalu kesini untuk menenangkan diri."
Renjun memiringkan kepala menatap wajah Ellen, nampak berpikir sejenak. "Kulihat kalian berdua tenang-tenang saja tanpa perlu ke sini," ujarnya sembari menautkan kedua alis sebelum mengidikkan bahu dan melanjutkan, "yah sedikit galak, sih."
Ellen sontak tertawa mendengar penuturan Renjun barusan. Ya, tidak salah sih. Wajah Ellen 'kan memang terkesan jutek kalau dilihat. Karenanya dia mengira begitu. Kalau Mirae, anak itu memang terkadang seperti itu. Ellen kembali menatap Renjun dan menaikkan kedua alis serta melipat kedua tangannya di atas meja. "Apa Yuta ikut bersama kalian?"
"Ya tidak, lah," jawab Renjun sembari tertawa kecil. Apa urusannya Yuta di Amsterdam sementara dia sibuk dengan comeback di sana? Renjun menaikkan kedua alis. "Noona kangen, ya?" katanya setengah menggoda.
Perkataan Renjun membawat Ellen mendengus dan tertawa kecil kemudian. Tentu, mana bisa dan mana mungkin dia mengelak akan hal itu.
Renjun ikut tertawa kecil melihat ekspresi Ellen, kemudian mengembalikan tampang normal menatap gadis di hadapannya lalu menangkupkan dagu pada telapak tangan yang bertumpu di atas meja dan kembali meloloskan sebuah pertanyaan, "Bagaimana noona bisa ketemu dengan Yuta hyung?"
"Kau ingin tau tentang itu?" Ellen membalas sembari menaikkan sebelah alis menatap tak percaya sebelum akhirnya tertawa kecil dan melanjutkan, "Oh ayolah, ini bukan sesuatu seperti di film yang selalu seru untuk diceritakan."
Renjun menautkan kedua alis heran, baru saja hendak menjawab lagi, suara dentingan dari ponsel mengalihkannya. Membuat lelaki itu buru-buru meraih dan mengecek ponselnya, membaca pesan yang baru saja masuk dan langsung menatap ke arah Ellen. "Noona bisa temani aku?"
***
"Dank u." Mirae mengulurkan tangan begitu beranjak dari duduknya kepada seorang wanita yang terlihat sudah berumur namun masih tampak segar di hadapannya itu. (Terima kasih)
Wanita tersebut ikut berdiri perlahan, memperhatikan uluran tangan Mirae sebelum sedetik kemudian kembali menatap wajah gadis itu dan menggeleng pelan. Ia menghela sebelum mengulas senyum dan menjawab, "Glimlach naar een oude vrouw zoals ik." (Tersenyumlah pada wanita tua sepertiku)
Mirae terdiam sejenak mendengar jawaban tersebut. Menarik kembali uluran tangannya, menahan diri agar tidak merotasikan mata dan mendengus jengah di depan wanita tersebut, ia lantas menarik kedua sudut bibirnya untuk memenuhi permintaan wanita di hadapannya. Membuat wanita itu tersenyum lebih lebar lagi, kendati paham betul senyum terpaksa macam apa yang Mirae lemparkan padanya.
Tanpa mengucap apapun lagi, Mirae kemudian melangkahkan kaki melewati wanita tersebut, keluar dari rumah sederhana yang terletak di pinggiran salah satu desa di Amsterdam. Wanita itu masih mengulas senyumnya melihat Mirae yang terus melangkah keluar dari rumahnya. Lantas menghela pelan. "Waarom haat je iedereen, Rachel?"
"Dirimu benar-benar tidak bisa bersikap sopan."
Mirae menghentikan langkah begitu hendak melewati pagar kayu bercat putih yang mengelilingi rumah tersebut. Menolehkan kepalanya mendapati seorang gadis bersurai kecoklatan yang tengah mencebik dan mendelik ke arahnya. Ia pun membalikkan badan, melipat kedua tangannya di depan dada menatap datar ke arah sang lawan bicara sebelum menaikkan sebelah alis. "Apa itu sopan?"
Mendengar balasan Mirae membuat gadis itu menatap tak percaya. Menahan diri agar tidak mengarahkan selang tanaman yang ia pegang ke arah Mirae dan menyemprot gadis itu dengan air. Sebab nada bicaranya benar-benar penuh keangkuhan dan membuat kesal setengah mati.
Tidak ingin memperpanjang perdebatan, gadis di hadapan Mirae itu kemudian melemparkan selang tanaman yang ia genggam ke sembarang arah. Menatap tak suka ke arah Mirae. "Geen wonder dat je leven triest is," gerutu gadis itu kemudian langsung berbalik melangkah kesal. (Pantas saja hidupmu menyedihkan)
"Bodoh." Mirae menatap punggung gadis tersebut, lantas mendengus sebelum akhirnya kembali berbalik dan keluar dari halaman rumah tersebut. Melangkahkan kaki kemudian langsung masuk ke dalam mobilnya.
Gadis itu menghela begitu menutup kembali pintu mobilnya dan menyandarkan diri sejenak. Kepalanya menoleh, memandangi rumah cat bata bertingkat dua yang baru saja ia datangi. Mengerucutkan bibir ke samping dengan sebelah alis terangkat sebelum bergumam pelan, "Kalian semua lebih menyedihkan."
Perhatiannya kemudian teralihkan kepada suara notifikasi pesan dari ponselnya. Lantas, buru-buru mengeluarkan ponsel dari saku dan membuka layarnya. Menautkan alis membaca pesan yang baru saja masuk dari kontak Renjun.
Renjun
Cepat kembali, Jaemin sendirian di rumahmu
Renjun
Aku pergi menjemput yang lain di Bandara
Renjun
Bersama Ellen noona
.
.
.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex Manager ✔✔
Hayran Kurgu[Sequel of Manager || NCT Dream] ___ Choi Mirae melanjutkan kembali kehidupannya sebagai Choi Rachel di negaranya setelah dengan berat hati meninggalkan Seoul dan pekerjaannya sebagai manager. Completed ✔