Mirae menarik napas dalam-dalam, setelah keluar dari ruang pimpinan agensi dan kembali masuk ke dalam ruangan manager bersama pamannya. Ia langsung mendaratkan diri duduk di balik meja kerja milik Jiseok, sementara lelaki itu mengambil tempat duduk di sofa.
"Paman betulan sudah bilang ke ibuku?" Suara Mirae terdengar, membuka konversasi. "Masa sih segampang itu? Tidak mungkin kan?"
"Inilah pentingnya komunikasi antara orang tua dan anak." Jiseok mengalihkan pandangan, memusatkan netranya pada Mirae sebelum kemudian menghela pelan. "Ibumu itu bucin ayahmu, kalau ayahmu yang bilang padanya pasti dia juga akan mengikuti dengan berat hati dan tidak ikhlas serta misuh sehari semalam."
Mirae hanya diam, sebelum sesaat kemudian menghela pelan sembari menyenderkan dirinya. Ia mengalihkan pandangan ke sisi lain ruangan, memijat pelan pelipis dengan tangan kanannya.
Tiba-tiba saja ia teringat satu hal, lantas pandangannya kembali ke arah pamannya yang sudah membuka laptop di atas meja. Mirae menegakkan tubuhnya. "Paman, membermu benar-benar sibuk ya hari ini?"
"Sampai akhir tahun sibuk sih." Jiseok mengalihkan pandangannya dari layar laptop menatap ke arah Mirae. "Tapi, tidak terlalu banyak jadwal. Paling hanya banyak latihan mereka."
Gadis itu mengangguk paham kemudian, meraih ponselnya diatas meja, lantas bangkit dari duduknya. Kakinya melangkah menuju ke pada tirai yang menutupi kaca di sisi ruangan, belakang meja pamannya.
Tangannya bergerak menyibak separuh tirai itu, membiarkan sinar matahari menerobos masuk begitu saja, menambah pencahayaan di dalam ruangan. Ia bersender di sana dengan kedua tangan yang bersidekap. Memandang ke arah keramaian kota Seoul di bawah sana.
Mirae menghela napas, menyenderkan kepalanya pada kaca. Dibiarkannya cahaya matahari yang melewati kaca menerpa wajahnya. Lantas kembali bersuara. "Kok hidupku tidak pernah jelas ya?"
Baru saja mengembalikan fokus kepada kerjaan, mendengar suara Mirae membuat Jiseok kembali mengalihkan perhatian. Dipandanginya keponakannya yang berdiri beberapa jarak disana, menatap tanpa arti ke bawah sana.
Jiseok menghela pelan. "Begitu orang tidak punya tujuan hidup."
Melirik seklias, gadis itu lantas berdecak sebal mendengar sindiran pamannya barusan kendati hal itu mungkin memang benar adanya. Mungkin hidupnya memang tidak jelas karena tidak punya tujuan dan tidak paham untuk siapa dan untuk apa sebenarnya dia hidup ini.
"Sudahlah, jalani saja." Jiseok kembali bersuara. "Hal seperti ini yang ingin kau lakukan, kan?" lanjutnya, "sama seperti Ellen. Kalau anak itu di depan layar, kau ingin di balik layar."
"Iya, sih ..."
"Divisi perencanaan sudah posisi yang bagus, sesuai juga dengan otak kreatifmu yang kukira tidak berguna itu."
Mendengar kalimat aneh disana, Mirae menautkan alis menatap tak suka sebelum mendengus jengah dan kembali mendengar pamannya yang bersuara.
"Aku tau kau lebih pintar dalam hal lain, tapi tak bisa dipungkiri kalau kau juga mampu di bidang ini, terlebih ini hal yang ingin kau lakukan."
"Tapi, kan --"
"Lakukan apa yang ingin kau lakukan selagi ada kesempatan, belum tentu kau punya kesempatan seperti ini di kehidupan selanjutnya." Jiseok menjeda kalimatnya, menarik napas sebelum sesaat kemudian melanjutkan. "Tidak selamanya kok kau disini. Ketika kau sudah cukup dewasa dan mampu mengambil tanggung jawab besar, barulah kau mengambil alih perusahaan ibumu itu. Orang tua tidak selalu harus dituruti kok."
"Orang ini mengajarkanku untuk durhaka." Mirae bergumam sepelan mungkin. Nampak tak acuh. Kendati demikian, telinganya menyerap semua perkataan pamannya. Membawanya dalam keyakinan, berusaha menghapus keraguan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex Manager ✔✔
Fanfic[Sequel of Manager || NCT Dream] ___ Choi Mirae melanjutkan kembali kehidupannya sebagai Choi Rachel di negaranya setelah dengan berat hati meninggalkan Seoul dan pekerjaannya sebagai manager. Completed ✔