"Ada orang tuamu?" Jaemin langsung menoleh dengan kedua alis terangkat tatkala Mirae memarkirkan mobil tepat di pinggir jalan yang berhadapan langsung dengan rumahnya.
"Tidak ada." Mirae mematikan mesin lalu melepaskan seatbelt yang ia kenakan, lantas menoleh ke arah Jaemin di sampingnya. "Kenapa? Kau takut dengan orang tuaku?" tanyanya. "Sama, aku juga takut, kok."
"Bukan begitu, aku mau berkenalan dengan orang tuamu." Jaemin lantas melepaskan seatbelt-nya lalu tertawa kecil, "Bisa-bisanya kau takut dengan orang tuamu."
"Aku lebih takut tidak tuntas ketika ujian." Mirae berucap cepat dan langsung turun dari mobil begitu saja.
Jaemin menaikkan sebelah alis lalu berbalik menatap Renjun di belakang, "Bukankah tadi dia bilang takut dengan orang tua nya?"
Renjun mengidikkan bahu. "Pikir saja sendiri," ucapnya kemudian langsung turun dari mobil mengikuti Mirae. Tidak ingin terlibat lebih jauh dengan pikiran aneh Jaemin sekarang.
Lelaki itu mengusap tengkuk, sebelum menyadari kalau Mirae dan Renjun sudah menghilang dari pandangan lantas menatap rumah Mirae tepat di seberang dan berdecak, "Coba lihat, mereka semua lupa kalau Na Jaemin ada di sini." Ia mengenakan kembali topinya dan langsung turun dari mobil, melangkahkan kakinya, melewati pekarangan depan rumah sembari memandang ke sekeliling. Hanya ada satu rumah di daerah sini, dan rumah lain berjarak agak jauh.
Jaemin masih menikmati pemandangan di sekitar rumah Mirae yang terlihat tenang. Tidak heran, mereka menempuh perjalanan yang lumayan jauh dari pusat kota setelah tadi sempat singgah di Anne Frank House atas permintaan Renjun.
Ia lantas mengeluarkan ponsel dari sakunya, membuka layar ponsel sebelum membuka kamera dan mengarahkan kamera depan ponsel nya ke arah wajah. Dengan senyum kecil, kemudian mengambil selca di sana. Pun tersenyum puas dengan apa yang ia ambil barusan sebelum memasukkan kembali benda itu ke dalam sakunya. Meregangkan kedua tangan sembari menarik udara segar mengisi paru-parunya.
Udara di sini memang sangat segar. Tidak sia-sia Mirae membawanya jauh-jauh ke rumah perkebunan milik orang tuanya, bukan rumah utama tempat mereka tinggal yang masih terletak tidak jauh dari pusat kota.
Jaemin bisa merasakan ketenangan di tempat ini. Asik menikmati pemandangan dan udara di pekarangan depan rumah hingga lupa kalau Renjun dan Mirae mungkin tengah mencarinya di dalam.
Perhatiannya kemudian teralihkan kepada seorang perempuan yang menampakkan diri, keluar dari pintu rumah Mirae. Jaemin menyipitkan mata melihat gadis dengan surai coklat sepunggung itu menuruni dua anak tangga di teras rumah, lantas memiringkan kepala bertanya-tanya dalam hati.
Bukan Ellen, Jaemin jelas mengenal kakak Mirae yang satu itu. Ibunya? Jaemin menggeleng pelan, gadis itu terlalu muda untuk menjadi ibunya Mirae. lagipula, dirinya juga pernah melihat langsung seperti apa rupa wajah Eropa milik ibunya Mirae.
Gadis itu berjalan mendekat ke arah Jaemin, sampai Jaemin dapat melihat dan mengira-ngira. Gadis ini wajahnya seperti orang Asia. Sampai gadis itu berada beberapa jarak di dekat Jaemin, melihat sekilas lalu tersenyum kecil dan menunduk sopan sebelum kembali melangkahkan kakinya melewati Jaemin.
Jaemin pun membalikkan badan, melihat gadis itu perlahan melangkah menjauh sembari memiringkan kepala dengan mata menyipit dan kedua alis tertaut yang menatap penasaran, lantas bergumam pelan, "Tidak mirip Mirae, sih."
Beberapa saat hingga ia pada akhirnya kembali membenarkan posisi berdiri dan mengidikkan bahu. Mencoba tidak memperdulikan dan memikirkan apapun. Siapapun itu dan darimana pun. Yang penting tidak merugikan dirinya dan orang-orang disekitarnya, pikir Jaemin. Ia kemudian lanjut melangkahkan kakinya berniat menyusul Mirae dan Renjun di dalam.
Melangkahi dua anak tangga hingga sampai ke teras rumah, Jaemin menatap terlebih dahulu ke arah pintu rumah dan bagian depan rumah Mirae, lantas mengangguk kecil melihat seperti apa, sih, bentuk rumah di Amsterdam, terlebih yang di perkebunan sepert ini.
"Liburan lama di sini asik sepertinya," gumam Jaemin sebelum memutuskan untuk masuk.
Begitu melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumah Mirae, pandangan Jaemin mengedar ke sekeliling. Dari pintu, ia langsung berada di ruangan yang tidak memiliki sekat antara ruang tamu, ruang tengah, dan ruang makannya.
Matanya mengedar ke sekeliling. Mengamati beberapa lukisan yang tergantung di dinding. Sebagian besar interior rumah terbuat dari kayu. Sembari memandang ke sekeliling rumah, Jaemin mengangguk kecil melihat seisinya. Pasti orang tua Mirae suka hal-hal berbau seni, dan dipajang di rumah ini.
Di ruang makan, dimana Mirae dan Renjun duduk berhadapan pada sebuah meja panjang yang terletak di tengah-tengah ruangan menghela sembari memandang malas ke arah Jaemin yang masih sibuk mengamati setiap detail isi rumah.
Renjun lantas menoleh ke arah Mirae di hadapannya dengan kedua alis terangkat. "Panggil tidak?"
"Biarkan saja dulu," balas Mirae tanpa menoleh, masih memandangi Jaemin yang serius mengamati tiap sudut rumahnya. Mirae bahkan tidak paham, apa yang menarik untuk diamati segitunya.
"Hey, Na Jaemin, kemari!"
Mirae sontak menoleh ke arah Renjun yang barusan bersuara, menatap datar sebelum akhirnya menghela napas, "Kubilang biar saja dulu."
Yang ditatap malah tersenyum dan menatap polos tanpa dosa. "Wah, lama tidak melanggar kata-kata noona."
"Masih saja memanggilku seperti itu." Mirae berdecak dan menangkupkan dagunya pada tangan kanan yang bertumpu di atas meja melihat Jaemin yang langsung berbalik dan melangkah mendekat ke arah meja makan.
Lelaki itu langsung menarik kursi di samping Renjun dan melepaskan topi hitam yang sedari tadi ia kenakan. Matanya mengamati seisi meja makan dimana terdapat tiga mangkuk sup rumput laut, pizza, ayam, dan juga opera cake di tengah sana.
"Padahal kita baru habis makan." Renjun kembali berbicara sembari mengerucutkan bibir ke samping. "Tapi ayam itu menggodaku."
Sementara Jaemin memandangi opera cake di tengah-tengah meja makan, dimana di atasnya bertuliskan hiasan ucapan selamat ulang tahun beserta namanya di sana, membuat lelaki itu tersenyum menampilkan deretan giginya, "Wah, aku tidak menyangka."
"Aku juga tidak menyangka Mirae noona ingat 'tanggal' ulang tahunmu." Renjun menoleh pada Jaemin menekankan kata 'tanggal' pada kalimatnya.
"Mau menangis saja aku rasanya," kata Jaemin masih dengan tawa kecilnya, "Aku benar-benar tidak menyangka, serius." Ia kemudian menoleh ke arah Renjun yang benar-benar sedang menahan diri untuk tidak tertawa.
Mirae lantas menaikkan sebelah alis menatap keduanya bergantian. "What's wrong?"
Mereka berdua kembali menatap tenang ke arah Mirae, sebelum akhirnya Renjun kembali bersuara, "13 Agustus bukan 13 Oktober."
Mendengar perkataan Renjun membuat Mirae terdiam, menatap ke arah lelaki itu beberapa saat sebelum akhirnya menghela panjang melemparkan tatapan datar kepada lelaki di hadapannya. "Kenapa tidak bilang dari awal, Huang Renjun!?"
"Salah siapa yang tidak bertanya?" Sementara Renjun masih berusaha untuk tidak melepas tawa nya melihat Mirae yang tengah mengusap wajah frustasi akibat ingatannya yang tidak begitu baik mengenai tanggal-tanggal penting seperti ini contohnya.
"Sudah." Jaemin menyahut menengahi, "Tidak apa-apa. Berhubung kemarin Mirae tidak memberikan ucapan atau hadiah padaku..."
Mirae mengangkat wajah menatap Jaemin. "Nah, anggap saja hari ini."
"Baiklah." Renjun menoleh ke arah Jaemin masih dengan tawa kecilnya, "Buat permohonan seperti kemarin, tapi yang bisa kami dengar."
Lelaki itu terdiam beberapa saat sebelum akhirnya mengangguk, lantas langsung menyatukan kedua tangannya dan menunduk sembari menutup mata dengan mulut yang berbicara. "Kebahagiaan untuk keluargaku, teman-temanku, dan penggemarku. Kesuksesan untuk grup kita... Dan Semoga Mirae kembali ke Seoul."
.
.
.
tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex Manager ✔✔
Fanfiction[Sequel of Manager || NCT Dream] ___ Choi Mirae melanjutkan kembali kehidupannya sebagai Choi Rachel di negaranya setelah dengan berat hati meninggalkan Seoul dan pekerjaannya sebagai manager. Completed ✔