24-Back

1.8K 307 52
                                    

Waktu terus berjalan. Kali ini dapat mereka rasakan waktu yang berjalan itu. Sudah lima hari mereka menghabiskan waktu di Amsterdam. Mengunjungi berbagai tempat wisata, sampai rekaman untuk konten sesuai jadwal awal yang sebisa mungkin diselesaikan dalam waktu singkat. 

Hanya rekaman biasa, yang tidak memerlukan orang lain. Manager mereka, Choi Jiseok dan Nam Hyungwoon yang tiba sehari setelah mereka. Entah konten macam apa yang mereka persiapkan hingga merepotkan diri terbang ke benua seberang sementara negara mereka banyak sekali tempat yang bisa digunakan. Buang-buang dana perusahaan.

Renjun melangkah mendekat kepada Choi Jiseok yang baru saja selesai melakukan panggilan. Pandangannya menelisik ke segala arah ruang tunggu bandara Schiphol sebelum kembali beralih kepada lelaki paruh baya itu. "Mirae tidak mengantar kita?" 

Mendengar pertanyaan Renjun yang tiba-tiba, Jiseok menautkan alis. Mencoba menatap mata renjun di bawah topi yang ia kenakan. "Memang dia siapamu?" katanya kemudian terkekeh pelan sebelum melanjutkan, "penting sekali mengantarmu."

"Ya, barangkali." Renjun mengidikkan bahu. Pandangannya kemudian teralihkan pada kursi tunggu. Dimana Jaemin duduk diam disana  dengan perhatian yang terlalu difokuskan pada ponsel. Sesaat Renjun menghela pelan. "Bisa-bisanya anak itu suka cewek seperti Mirae."

"Ribet memang jadi bocah seperti kalian." Menyilangkan kedua tangan di depan dada, Jiseok kemudian memposisikan dirinya tepat di samping Renjun. 

"Memang Mirae kemana, sih?" Menoleh kepada Jiseok, Renjun menaikkan kedua alisnya. Menatap penasaran. "Semenjak pergi dari rumah pertanian tidak kelihatan lagi."

Jiseok hanya mengidikkan bahu merespon pertanyaan Renjun. Memang Mirae tidak pernah mereka lihat lagi semenjak pergi dari rumah pertanian beberapa hari lalu. Tidak ada kabar, dan mereka tidak ada yang menghubungi. Sudah pasti Jiseok tahu mengapa keponakannya yang satu itu tidak muncul lagi menjadi supir dan pemandu wisata gratis mereka. Tapi, tentu bukan bagian Jiseok untuk memberitahu orang lain.

Mengerucutkan bibir ke samping, Renjun lantas mengangguk pelan. Lelaki itu melangkah menjauh dari Jiseok. Memilih mendaratkan diri tepat di samping Jaemin yang masih bersipandang dengan ponselnya. Renjun mencoba melirik ponsel Jaemin. "Kau ini ngapain, sih?"

Jaemin lantas terkesiap mendengar suara Renjun yang tiba-tiba saja terdengar tepat di dekat telinganya. Untung saja Jaemin hanya menggumam kecil tanpa membuat keributan karena kagetnya. Mengelus dada, Jaemin menghela pelan. "Ya Tuhan, kenapa aku diberikan teman seperti ini?"

Renjun mengerjap, memandang aneh kepada Jaemin dengan dahi berkerut. "Memang aku teman macam apa?"

Menyelesaikan aduannya, lelaki itu kembali menatap kepada Renjun. Menatap beberapa saat sebelum mengulas senyum andalan yang hanya terlihat dari matanya. "Teman yang sangat baik hati dan penyayang," ucapnya selembut mungkin dan kembali membenarkan posisi duduknya dan menyandarkan diri kembali fokus pada ponsel. Bersikap seolah tiada lagi Huang Renjun di dekatnya.

Masih menatap aneh, Renjun kemudian menghela pelan. "Tuhan, kenapa aku diberikan teman sinting seperti ini?"

***


Mirae menarik koper melangkah masuk ke dalam rumah diikuti oleh Anna di belakangnya. Pandangannya mengedar ke sekeliling. Rumah yang ditinggali Ellen sewaktu di Seoul ini memang terlihat nyaman.

Seluruh ruangan didominasi oleh warna krim. Beberapa lukisan tergantung pada dindingnya. Namun, sepertinya properti disini seperti rak-rak buku dan sofa serta televisi tampak sangat berdebu sebab ditinggalkan begitu saja oleh Ellen.

Ex Manager ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang