20-Vraag

2.2K 376 33
                                    

Mirae membuka mata perlahan, cahaya lampu ruangan seakan menusuk ke dalam netranya. Ia lantas memejamkan kembali matanya sejenak, sebelum kembali membuka mata, membiasakan diri dengan cahaya.

Ia bangun perlahan dari posisi tidurnya. Tangan kanannya terangkat memijat-mijat leher yang terasa pegal. Sembari menolehkan kepala, mendapati Jaemin yang masih terlelap disana. Mengumpulkan kembali nyawanya, Mirae menatap ke arah lelaki di sampingnya itu. Menggigit bibir bawah sebelum bergumam pelan. "Duh, bahunya pasti pegal juga."

Badannya juga akan sakit semua kalau seperti itu caranya tidur. Tapi, ia juga sungkan untuk membangunkan Jaemin dan menyuruhnya pindah ke atas. Paling tidak membenarkan posisi tidurnya.

Mirae mengambil ponselnya di atas meja, membuka layar untuk melihat jam. Pukul tiga pagi. Anak itu masih butuh waktu tidur lebih lama. Ia kembali menolehkan kepala pada Jaemin, tidak mungkin membiarkannya tidur dengan posisi seperti itu sampai pagi betulan.

Tangannya bergerak perlahan, menggoyangkan bahu Jaemin pelan. "Na Jaemin," ujarnya memanggil pelan namun tidak mendapat respon. "Jaemin -ah," sambungnya, "bangun dulu, Na."

Setelah suaranya yang terakhir, Jaemin mencoba membuka sebelah mata. Melihat siapa yang menariknya dari mimpi indah. Tanpa merubah posisi, ia hanya bergumam pelan. "Kau sudah bangun? Jam berapa ini?"

Mirae menghela pelan. Ia kemudian berdiri dari duduknya. "Perbaiki posisi tidurmu itu, nanti tubuhmu malah sakit semua."

"Oke." Jaemin menurut masih dalam keadaan setengah sadar, ia menaikkan kakinya, kembali menutup mata dan merebahkan kepalanya berbaring di atas sofa. Kembali terbuai ke alam mimpi, mungkin saja beberapa saat barusan dia belum bisa membedakan mana mimpi dan mana realita.

Begitu melihat Jaemin kembali terlelap dalam tidurnya, Mirae melangkah pergi, melenggang masuk ke dalam kamarnya. Tiada lagi rasa kantuk yang menghinggapi, padahal belum lama ia terlelap tadi.

Dibukanya perlahan pintu kamar, mendapati Ellen yang juga tengah tertidur lelap di atas kasurnya. Berarti Ellen sudah datang dari tadi, pikirnya. Dia berniat menunggu Ellen pulang tetapi malah ketiduran. Gadis itu lantas bergerak mendekat ke arah kasur. Mengambil sebuah selimut putih yang masih terlipat rapi di atas sana.

"Ellen tidak terlihat memerlukannya." Ia berbicara sendiri, sebelum akhirnya melangkahkan kaki keluar kamar bersama dengan selimut yang baru saja diambilnya.

Menutup kembali pintu kamar, ia melenggang menuju sofa dimana Jaemin terlelap disana. Lantas meletakkan selimut itu pada sofa lain yang kosong. "Barangkali kau butuh," ucapnya pada Jaemin yang tertidur entah Jaemin mendengarnya atau tidak.

Mengambil ponselnya dari atas meja, Mirae kembali melangkahkan kaki melenggang pergi. Kali ini menuju ke arah pintu belakang. Membuka pintunya perlahan agar tidak menimbulkan suara, ia lantas keluar ke halaman belakang rumah.

Udara malam menyambutnya, membuatnya bergidik karena dingin. Langit masih gelap, namun tak ada bintang bahkan bulan yang menghiasinya. Awan mendung menutupi langit malam ditambah udara dingin yang terasa.

Mirae membiarkannya, kakinya melangkah kepada kursi kayu memanjang yang terletak tepat di samping pintu belakang. Lantas mendaratkan diri disana. Mencoba untuk membiasakan tubuhnya dengan udara dingin.

Matanya memandang lurus ke depan. Sisa-sisa sampah bekas mereka tadi masih ada terlihat berserakan. Hamparan rumput yang aslinya berwarna hijau kini terlihat gelap semua. Angin malam sesekali menerpa lembut wajahnya membawa hawa dingin menusuk kulit.

Diangkatnya kembali ponsel pada tangan, membuka layar dan membuka pesan masuk yang belum sempat dibaca. Pesan dari Ah Reum dan ayahnya. Ia lantas lebih dulu membuka pesan dari sang ayah. Jarang sekali pria itu mengirimkan pesan padanya. 

Ex Manager ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang