"Bagaimana bisa kau mengatakan tidak mengenalnya sementara aku melihat gadis itu keluar dari rumahmu?" Jaemin melemparkan tatapan intimidasinya pada Mirae yang sedari tadi mengatakan kalau mengenal siapa gadis yang baru saja dimintai tolong oleh Jaemin untuk mengambil foto. Jaemin sudah jelas tahu Mirae mengelak ntah apa tujuannya. Menghela pelan, lelaki itu lantas melanjutkan, "Choi Mirae, aku tidak suka ada yang berbohong padaku."
Mirae memutar tubuh, menatap Jaemin di hadapannya dengan wajah datar. "Bukankah aku berbohong padamu sejak awal?" Ia menaikkan kedua alis. "Tapi, kau tetap saja dekat-dekat denganku."
Jaemin terdiam, melemparkan tatapan heran ke arah Mirae. Menyadari hal itu, Mirae mengangkat sebelah alisnya lantas menghela pelan sedetik kemudian. "Lupakan." Mirae mengambil kesimpulan bahwa Jaemin ternyata tidak paham apa-apa. Tidak ingin meneruskan, ia lantas berbalik. "Ayo kembali," ucapnya kemudian sembari melangkahkan kaki.
"Ish, nanti dulu."
Mendengar samar decakan Jaemin, Mirae sontak menghentikan langkah. Berbalik. Menatap lurus lelaki di hadapannya yang masih berdiri di tempat yang sama memandangnya dengan bibir yang mengerucut seperti anak kecil. Mirae menatap tak percaya, ingin melempar sepatu saja rasanya.
"Yang lain nanti mencari," sahut Mirae.
Jaemin mencebik, "Biarkan saja, kita habiskan waktu berdua."
Terdiam sejenak, lantas mendesah pelan. Mirae melangkahkan kakinya untuk kembali. Membuat Jaemin tersenyum bersemangat. "Ayo, ajak aku keliling tempat ini." Lantas berbalik dan meninggalkan Mirae di belakang.
Mirae hanya bisa menghela pelan untuk ke sekian kali dan mengikuti langkah kaki Jaemin kendati ingin sekali kembali ke rumah dan menikmati tidur siangnya yang terlambat. Baiklah, tidak masalah.
"Mau kemana lagi?" Gadis itu kembali mengeluarkan suara. "Dari ujung ke ujung yang kau lihat begini semua," katanya melemparkan tatapan ke arah hamparan rumput hijau di antara mereka berdua, dengan beberapa rumah pertanian yang sangat jarang dan hewan-hewan seperti sapi yang menikmati hidupnya di tengah-tengah rerumputan.
"Enak sekali, ya, hidupnya dia." Jaemin menghentikan langkah mengalihkan pandangan ke arah beberapa sapi yang tengah duduk di atas rerumputan di tengah-tengah sana. "Tidak ada beban."
Mirae menautkan alis menatap heran, melemparkan pandangan secara bergantian kemudian kembali menatap Jaemin masih dengan kedua alis tertaut. "Kau mau jadi sapi?"
"Kita jadi sapi berdua aja gimana?"
Dengan mulut yang sedikit terbuka menatap lelaki di hadapannya tak percaya bergantian dengan sapi-sapi yang tengah menikmati hidup di bawah matahari beralaskan rerumputan hijau di tengah-tengah sana, mau tak mau Mirae kembali menghela napas pelan. Menyingkap rambutnya ke belakang sembari menggigit bibir bawah. Makin ke sini Na Jaemin memang semakin tidak masuk akal, pikirnya.
"Tapi betulan, lho." Jaemin kembali bersuara, melangkahkan kaki ke arah pagar besi yang membatasi jalan dengan hamparan rumput di samping mereka lantas menunjuk sapi-sapi itu dengan mata sebelum kembali melanjutkan, "Lihat, enak sekali hidupnya hanya berjemur dan bersantai di sana, dicarikan makan, tidak capek latihan ..."
Jaemin menggantungkan kalimatnya tatkala Mirae ikut melangkah mendekat, memosisikan diri tepat di sampingnya mengikuti arah pandang Jaemin yang lurus ke depan. Hening. Mereka berdua mengamati objek yang sama. Sapi-sapi di tengah hamparan rumput hijau yang belum juga digiring kembali ke kandang oleh pemiliknya.
"Kau berbicara seakan punya masalah hidup yang berat saja," kata Mirae beberap saat kemudian. Membalikan tubuh bersandar pada pagar besi di sana sementara Jaemin tepat pada posisi nya memandang hamparan rerumputan di hadapannya.
Lelaki itu tertawa kecil mendengarnya. "Memang harus punya masalah hidup dulu kalau mau jadi sapi?"
"Ya, kau sudah hidup enak masa mau jadi makhluk lain."
"Hidup enak, ya..." Jaemin bergumam sembari terkekeh pelan sebelum meloloskan sebuah helaan sedetik kemudian. Kembali menatap Mirae dengan kedua alis yang terangkat mengalihkan pembicaraan tatkala melontarkan pertanyaan lain. "Kok aku tidak ada melihat kincir angin sedari tadi, dari awal aku tiba?"
Mirae menatap lelaki itu heran. "Kincir angin?"
"Jangan bilang kau juga tidak tau kalau negaramu dijuluki negara kincir angin?"
"Ya, bukan berarti di setiap tempat ada kincir angin." Mirae merotasikan matanya. Memang tempat seperti ini biasanya diisi oleh kincir angin, mungkin itu yang Jaemin lihat di internet atau di manapun. "Kalau mau lihat kincir angin ada banyak di Desa Kinderdijk, itu tempat wisata populer."
"Jauh tidak dari sini?" tanya Jaemin lagi.
Mirae mengangguk, tempatnya jauh dari Amsterdam membuat Jaemin menghela dan mengembalikan pandangannya ke arah sapi-sapi yang sudah mulai beranjak tatkala pemilik mereka datang hendak membawa pulang. "Yah, sapinya pergi."
"Loh, memang ini sudah sore, ya?" Mirae menautkan kedua alis. Mengeluarkan kembali ponsel dari dalam sakunya untuk melihat jam. Waktu selalu berjalan sangat cepat rupanya. Memasukkan kembali ponsel ke dalam saku, matanya mengarah kepada matahari yang sudah hampir menurun memancarkan sinar jingga. Benar, kenapa waktu cepat sekali berlalu?
"Oh iya, aku masih penasaran." Jaemin menoleh menatap penasaran. "Tentang gadis yang tadi."
Mirae kembali berdecak, dia pikir Jaemin sudah mengabaikan tentang hal itu. Lantas menatap sebal. "Kenapa, sih? Suka, ya?"
"Hmm." Jaemin tampak berpikir sejenak sebelum menyahut kembali. "Cantik, sih."
"Jadi sapi saja sana." Mirae mendengus jengah dan langsung melangkahkan kakinya pergi meninggalkan Jaemin yang kebingungan.
"Hey, aku kan mau jadi sapinya berdua."
***
"Mirae, kau kelihatan seperti orang cemburu loh." Jaemin menyamakan langkahnya dengan Mirae setelah menyusul gadis itu.
Mirae menoleh dengan sebelah alis yang terangkat lantas mendengus pelan sedetik kemudian. Yang benar saja, pikirnya. "Lebih baik aku cemburu dengan sapi."
"Kalau begitu aku pacaran dengan sapi aja gimana?"
"Memang sapi mau denganmu?" Mirae menghela pelan. "Sepertinya kau mulai sinting, Na Jaemin."
Jaemin tertawa pelan, tidak menyahut lagi. Berjalan beriringan dengan Mirae semari menikmati angin sore. Matanya mengarah ke langit, sinar jingga dari matahari masih berpendar kendati matahari sudah mulai turun hendak tenggelam. "Aku tidak pernah memperhatikan kalau langit sore hari secantik ini."
"Karena ada aku di sini."
Sontak lelaki itu langsung mengalihkan pandangan kembali ke arah Mirae di sampingnya, tertawa pelan sedetik kemudian. "Cantik sapi yang tadi ... Eh? Sapinya jantan atau betina?"
"Pikir saja sendiri." Mirae mempercepat langkahnya mendahului Jaemin. Pembahasan tentang sapi tidak akan ada habisnya.
Beberapa langkah sampai Mirae kembali berada di depan rumahnya. Melirik sekilas ke arah pintu rumah, yakin kalau pintu itu sepertinya sudah terkunci rapat, Mirae langsung melangkahkan kakinya menuju ke mobil.
Jaemin langsung berjalan cepat menghampiri Mirae sebelum gadis itu masuk ke dalam mobilnya. "Lho? Mau kemana?" tanyanya heran.
Mirae yang sudah membuka pintu mobil menghentikan niatnya untuk masuk dan menatap Jaemin. "Kau bilang mau pergi berbelanja?"
"Tidak menunggu yang lain?"
"Untuk apa?" Gadis itu menautkan kedua alis lantas menghela pelan. "Mereka pasti sedang bersenang-senang tanpamu," ucapnya dan langsung masuk begitu saja ke dalam mobil.
Jaemin terdiam sejenak, menatap pintu mobil yang tertutup sebelum bergumam pelan, "Tanpa kita harusnya."
.
.
.
tbc
Note :
Tidak ada konflik yang berarti dalam cerita ini. Cuman buat senang-senang:)
KAMU SEDANG MEMBACA
Ex Manager ✔✔
Fanfiction[Sequel of Manager || NCT Dream] ___ Choi Mirae melanjutkan kembali kehidupannya sebagai Choi Rachel di negaranya setelah dengan berat hati meninggalkan Seoul dan pekerjaannya sebagai manager. Completed ✔