7-Sorry

3.9K 564 21
                                    

Seusai membersihkan diri, Mirae langsung turun ke bawah menuju meja makan setelah ibu dan ayahnya memanggil anak itu untuk makan malam bersama.

Hanya Mirae, ayahnya, dan ibunya. Ellen sangat jarang ikut makan malam bersama semenjak namanya melejit, dan jadwalnya semakin padat. Hanya sesekali, ketika jadwalnya benar-benar kosong.

Seisi meja makan hanya dipenuhi oleh suara alat makan yang beradu, sesekali ayah dan ibu Mirae membahas masalah pekerjaan dan perusahaan, sementara Mirae hanya melanjutkan makan. Bahkan obrolan seperti itu sama sekali tidak menarik minatnya untuk menyimak terlebih nimbrung ke dalam sana. Membosankan, pikirnya.

"Rachel,"

Gadis itu mengangkat kepala menoleh ke arah sang ibu yang baru saja menyebut namanya, membuat ia mengangkat kedua alis.

Wanita paruh baya berambut pirang dengan wajah khas Eropa itu pun meletakkan alat makan di tangannya, menyatukan kedua tangan di atas meja sebelum menatap serius anak bungsunya dan melanjutkan, "Kau sudah siap untuk ujian masuk universitas besok, kan?"

Mirae menelan makanan yang ada pada mulutnya. Sebenarnya, pertanyaan macam apa lagi yang ibunya berikan. Persiapan macam apa lagi yang dibutuhkan Mirae untuk ujian masuk universitas? Tanpa ujian atau tes seperti itu pun Mirae bahkan bisa lolos begitu saja hanya dengan mengandalkan nilai ujian akhirnya di sekolah.

Namun pada akhirnya gadis itu memilih untuk mengangguk dan nengalihkan perhatian, melanjutkan kembali makan malamnya.

"Jangan kabur-kabur lagi. Cuman kamu yang bisa diharapkan, Rachel." Suara ayahnya sekarang terdengar, tapi gadis itu tidak peduli. "Ellen tidak bisa diharapkan, dia malah memilih dunianya sendiri."

Disana, Ellen yang baru saja menampakkan dirinya langsung mematung seketika tatkala namanya disebut oleh ayahnya. Menahan gejolak dalam dirinya, gadis bersurai pirang sebahu itu menghela dan tersenyum miring sedetik kemudian, melangkahkan kakinya mendekat ke meja makan dan mendaratkan diri pada kursi tepat di hadapan Mirae.

Membuat Mirae kembali mengangkat kepalanya, membulatkan mata begitu mendapati Ellen sudah duduk di hadapannya, meraih sebuah apel dari atas meja dan melahapnya begitu saja sembari memandang Mirae, ayahnya, dan ibunya bergantian, ia pun meloloskan sebuah kalimat, "Ayo, lanjutkan ngobrolnya."

"Tumben kau pulang jam segini." Mirae yang duluan mengeluarkan suara setelah Ellen ikut bergabung bersama mereka.

Ellen kembali menggigit apel di tangannya kemudian menaikkan sebelah alis sebelum menjawab, "Memang kau tau ini jam berapa?"

"Tidak, sih." Mirae kembali membalas kemudian menghela pelan. Iya juga, ya. Dia, kan, tidak ada menengok jam sedari pulang tadi. Tapi biasanya Ellen memang pulang jauh setelah jam makan malam dia bersama keluarganya.

"Si Jepang itu apa kabar?" Suara ibunya kembali terdengar, mengalihkan atensi Mirae dan juga Ellen.

"Yuta." Ellen meralat ucapan ibunya sembari merotasikan mata sebelum melanjutkan sedetik kemudian, "Baik."

"Kapan dia punya rencana menikahimu?"

Pertanyaan yang tiba-tiba keluar dari mulut ibunya itu pun sontak membuat Ellen menghentikan aktivitasnya menggigit apel, Mirae pun ikut menoleh sebelum Ellen menggerutu, "Ibu, aku belum mau menikah dalam waktu dekat!"

"Geez, aku cuman bertanya." Ibunya kembali membalas. (Astaga)

Ellen pun mendengus jengah. Bisa-bisanya wanita karir seperti itu menyuruh anaknya menikah di usia muda, disaat karirnya bahkan sedang melejit sekarang ini.

"Kenapa kau tidak berkarir di Korea saja sana?" Suara ayahnya kini terdengar membuat kedua gadis itu pun langsung menoleh.

"Ik werd verbannen?" Ellen menaikkan sebelah alis menatap sang ayah. (Aku diusir?)

Mirae berdecak, menatap ke arah Ellen sebelum ikut bersuara mencoba untuk tidak membiarkan meja makan menjadi panas malam ini dengan debat tidak penting antaea orang tua dan anak. "Maksud ayah, biar kau bisa dekat dengan Yuta di sana."

"Biar pacarmu tidak selingkuh."

"De meeste ook Ellen die vals speelde." Dengan santai wanita paruh baya itu pun kembali menyahut membuat kedua anaknya kemudian menatap ke arahnya. Mirae paham betul itu adalah sebuah candaan, tapi wajah sang ibu kelewat serius hingga tidak dapat diidentifikasi kapan dia sedang bercanda. (Paling juga Ellen yang selingkuh)

Ellen mendengus pelan, keputusan yang salah ternyata ia memilih untuk bergabung kesini. Ia pun meletakkan sisa apelnya di meja. "Welterusten," ucapnya singkat sembari berdiri dari duduknya dan melangkahkan kaki meninggalkan meja makan. (Selamat malam)

Mirae meletakkan alat makannya, mengambil segelas air di hadapannya lalu meneguk air dalam gelas tersebut sebelum meletakkannya kembali kw atas meja. "Aku sudah selesai," ucapnya dan ikut berdiri melangkahkan kaki meninggalkan ayah dan ibunya yang masih di meja makan.

Kakinya melangkah menaiki satu persatu anak tangga sampai ia menemukan pintu kamarnya di lantai dua. Di bukanya pintu kamar tersebut  dan masuk ke dalam, sebelum menutup kembali pintunya dan melangkah mendekat ke arah meja belajarnya.

Mendaratkan diri di sana, lantas mengambil ponsel yang terletak di atas meja itu. Di buka nya layar ponsel itu dan menemukan beberapa notifikasi di sana. Ia pun kemudian membuka salah satu notifikasi yang masuk ke ponselnya itu.

Jaemin
Maaf

Mirae mengernyit membaca pesan yang masuk dari Jaemin itu, lantas menggerakkan jarinya mengetikkan balasan.

Untuk?

Beberapa detik pesan itu terkirim, balasan dari Jaemin pun sudaj masuk kembali.

Jaemin
Apa aku perlu ke rumahmu dan minta maaf langsung?

Mirae benar-benar heran. Sebelum membalas, ia diam menatap layar ponselnya, memikirkan kesalahan macam apa yang sudah dilakukan oleh Jaemin sampai anak itu meminta maaf seperti ini. Sampai pesan dari Na Jaemin pun kembali masuk mengalihkan perhatiannya.

Jaemin
Mirae, aku betulan minta maaf ㅠㅠ
Jaemin
Kau marah betulan? Kok pesanku hanya dibaca?

Ketika jemari Mirae bergerak hendak mengetikkan balasan, kendati masih berpikir keheranan, sebuah panggilan masuk terpampang di layar ponselnya dengan kontak bertuliskan nama Jaemin di sana.

Mirae pun menghela napas, menjawab panggilan tersebut lalu menempelkannya pada telinga kanan dan langsung menyambar, "Minta maaf buat apa, sih?"

"Itu, yang tadi sama penggemar. Kulihat kau kesal sekali."

Beberapa detik Mirae terdiam, kembali mengingat kejadian yang dimaksudkan oleh Jaemin sebelum kembali menyahut cepat, "Apa? Kau baru sadar membela orang yang salah??"

"Ish bukan begitu." Terdengar suara decakan Jaemin dari sana. "Intinya aku minta maaf, deh."

Mirae terdiam, tidak kunjung membalas atau tidak tau harus membalas apa. Haruskah meng-iya kan saja perkataan Jaemin, ataukah mengerjai anak itu terlebih dahulu seperti yang sering dilakukan teman-temannya? Sampai akhirnya kembali terdengar suara dari seberang sana.

"Noona, mianhae."

Sontak Mirae langsung menjauhkan ponsel itu dari telinganya dengan mata membulat. "Na Jaemin, kau mau kubunuh?" ucapnya kemudian menempelkan kembali ponsel itu pada telinga kanan.

Mirae dapat mendengar suara lain dari seberang sana. "Sudah kubilang, jangan coba begitu dengan Mirae."

"Lho?" Gadis itu menautkan kedua alisnya, "Disitu ada Renjun?"



.
.
.
tbc



Ex Manager ✔✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang