Arze - 24

170 19 2
                                    

Arze © Kelompok 3

Chapter 24

Written by noppysyz

Ruangan bertirai putih menyambut indera penglihatannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ruangan bertirai putih menyambut indera penglihatannya. Melalui celah-celah ventilasi cahaya masuk dan memberi sedikit penerangan. Ruangan yang beraroma lavender menyeruak masuk ke dalam indera penciumannya. Mata Zella terbuka sempurna. Namun, tak seorangpun yang dapat ia temui selain sebuket bunga yang berada di atas nakas.

“Gue di mana sih?” gumamnya.

Ranjang yang ia tempati khas seperti dalam ruang inap di sebuah rumah sakit. Tapi mengapa ia tidak merasakan sakit apapun dalam tubuhnya. Bahkan, ia merasa sangat segar dan bersemangat. Zella memperhatikan sekelilingnya lebih detail. Sofa yang berada di sudut ruangan, kamar kecil yang terlihat seperti kamar mandi berada tepat di pojok kiri. Zella sangat yakin bahwa ini adalah ruang inap. Tapi lagi-lagi kejanggalan ia rasakan.

Dengan kaki tanpa berbalutkan alas Zella memberanikan diri untuk turun dari ranjangnya. Ia sedikit melonjak ketika dingin menyambut tapak kakinya. Bahkan, kakinya bisa kesemutan jika terus menginjak lantai berwarna putih tersebut. Tapi ia terus melangkahkan kakinya berusaha menyusuri tiap detail isi ruangan. Dengan harapan semua jawabannya bisa terjawabkan.

Hal yang pertama ia lihat ketika membuka jendela ruangan adalah pepohonan-pepohonan besar yang daunnya berguguran. Zella berdecak kagum. Ia pernah melihat pemandangan ini di instagram. Seperti musim gugur di negara-negera Eropa. Biasanya ia melihat di akun-akun orang Eropa. Tapi kali ini terlihat benar-benar nyata. Seketika Zella terlonjak kaget.

‘Nggak mungkin gue lagi di Eropa,’ batinnya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Zella memegang tepian jendela dan pandangannya menyapu semua objek yang bisa ia lihat. Dan baru sadar jika ia berada di ruangan bertingkat. Sekelilingnya memperlihatkan betapa luasnya tempat yang ia tempati saat ini. Ia mengeluarkan kepalanya dan tampaklah pemandangan yang begitu indah di matanya. Angin sepoi-sepoi khas musim gugur menyapu kepalanya. Ia baru tahu bahwa musim gugur bisa seindah ini. Tubuhnya mulai menghangat ketika terkena paparan sinar matahari.

Zella memutuskan untuk kembali duduk di ranjangnya. “Tapi kok gue nggak ingat apa-apa sih?” gumamnya. Ia meraih sebuket bunga yang masih segar di atas nakas.

“Siapa yang ngasih bunga, ya?” katanya seraya tersenyum, “cantik banget.”

Ia memuaskan keinginannya untuk mencium aroma bunga yang begitu memabukkan. Entah kenapa ia merasa sedikit damai. Padahal, seharusnya ia panik dengan keberadaannya yang sangat asing. Namun, ia beralih pada secarik kertas berwarna senada dengan buket bunga yang ia genggamnya.

“Jangan bilang ini tagihan beli buketnya.”

Sepertinya dugaannya salah. Kertas itu lebih mengarah pada suatu pesan singkat yang ditulis menggunakan tinta pena.

Dear Zella,

Kamu adalah gadis kuat dan keras kepala.
Sakit itu bukan apa-apa bagimu.
Zella pasti bisa bertahan.
Zell, I Love You.

-Arsen-

Zella mengerenyitkan keningnya. Ia benar-benar tidak paham maksud pesan tersebut. Dan siapa sosok penulis pesan itu? Arsen? Apa dia pacar Zella? Tapi mengapa ia tidak bisa mengingat kenangan apapun?

Pikiran Zella mendadak kacau balau. Ia sudah berusaha keras untuk mengingat kejadian-kejadian yang menimpanya. Namun, nihil. Secara tiba-tiba Zella merasakan kepalanya nyeri dan seperti akan meledak. Jantungnya berdegup lebih kencang dan ia merasakan tenggorokannya tercekat. Guncangan hebat ia rasakan sampai-sampai tidak bisa menopang berat tubuhnya sendiri.

“Akh!” Zella tersungkur ke lantai. Rasa sakit yang tiba-tiba ia rasakan membuatnya tubuhnya gemetar. Ia tertarih-tatih merangkak berusaha mencari pertolongan. Namun, tak seorangpun yang mendengar rintihannya. Matanya memerah menahan sakit di bagian kepalanya.

Ia tidak tahu apa yang terjadi padanya. Dadanya sakit seakan di tusuk belati berkali-kali. Ruangan terlihat berputar-putar di matanya. Dan pandangannya mulai mengabur. Zella melihat telapak tangannya yang pucat dan kuku-kuku jarinya yang memutih. Urat-urat lehernya pun sudah jelas terlihat. Ia tidak bisa menahan rasa sakit ini lebih lama lagi. Ia tidak bisa.

“To-long ...,” lirihnya.

“Ma ....”

“Pa ....”

“Arsen ....”

BRUGH

Tubuh Zella sukses tersungkur menyentuh lantai dengan hidung yang sudah mengeluarkan darah. Di saat yang bersamaan, dedaunan pohon jatuh berguguran dan terbawa angin. Seakan membawa kabar perpisahan sekaligus memberi kedamaian untuk Zella.

I know you’re somewhere out there
Somewhere far away
I want you back
I want you back

“Zella! Kamu harus bertahan!”

“Ini nggak mungkin! Zella!!!”

“Zell, I love you.”

My neighbors think I’m crazy
But they don’t understand
You’re all I had
You’re all I had

At night when the stars light up my room
I sit by myself talking to the moon
Tryna get to you
In hopes you’re on the other side talking to me too
Or am I a fool who sits alone talking to the moon?

“Anak kita kuat, Ma.”

•••

TBC💜

03:Arze✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang