Arze - 25

195 22 10
                                    

Arze © Kelompok 3

Chapter 25

Written by noppysyz

Pergi saja, engkau pergi darikuBiar kubunuh perasaan untukmuMeski berat melangkahHatiku hanya tak siap terlukaBeri kisah kita sedikit waktuSemesta mengirim dirimu untukkuKita adalah rasa yang tepatDi waktu yang salah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pergi saja, engkau pergi dariku
Biar kubunuh perasaan untukmu
Meski berat melangkah
Hatiku hanya tak siap terluka
Beri kisah kita sedikit waktu
Semesta mengirim dirimu untukku
Kita adalah rasa yang tepat
Di waktu yang salah

Arsen melajukan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata. Ia tidak peduli jika ia harus ditilang petugas lalu lintas karena mengabaikan rambu-rambu lalu lintas. Yang ia pikirkan saat ini adalah bagaimana caranya agar ia bisa sampai ke rumah Zella dengan tepat waktu.

Flashback on

Suara tembakan khas game memenuhi kamar Arsen malam ini. Sedari tadi entah mengapa pikirannya selalu memikirkan Zella. Bahkan, jantungnya berdegup kencang. Jika benar ia rindu, tidak seharusnya meninggalkan jejak tidak nyaman di dalam dirinya.

“Woy, di sebelah kiri. Bukan di sana goblok!” serunya kepada partner bermain gamenya. Saat bersama Kinan dulu mungkin tiap malam ia tidak akan tenang di rumah. Pasti jika tidak jalan-jalan, mereka akan pergi belanja kesana kemari. Berbeda saat dengan Zella, ia lebih banyak menghargai waktu.

Tapi malam ini ia merasakan sesuatu yang janggal. Lebih tepatnya perasaan tidak nyaman. Ia bermain game agar mengalihkan rasa kurang nyamannya tersebut. Namun, raganya keburu lelah dan memilih untuk tidur. Besok pagi-pagi sekali ia akan ke rumah Zella.

Keesokan paginya.

Morning Pa, Ma,” sapa Arsen setibanya di meja makan.

“Too, darling,” balas Lilian sembari tersenyum kaku.

Marco dan Lilian saling bertukar pandangan. Mereka ragu ingin memulainya dari mana.

“Ekhem.” Marco berdehem untuk mencairkan suasana.

Arsen menatap curiga Marco dan Lilian secara bergantian. Ia menaikkan kedua alisnya sebagai tanda tanya.

“Kenapa?” tanyanya di sela-sela makan.

“A-anu, kamu mau ke rumah Zella, ya?” Lilian membuka suaranya walaupun terdengar kikuk.

“Iya. Dia kan, pacar aku. Wajar dong Pa, Ma,” balas Arsen terkekeh.

Ia menjadi bingung mengapa kedua orang tuanya bertanya hal yang jawabannya sudah jelas. Kalau sudah begini firasatkan semakin tidak enak. Karena jarang-jarang orang tuanya bersikap seperti ini.

03:Arze✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang