Prolog

2.2K 225 16
                                    

Hari itu --- satu hari diantara ribuan hari yang telah bergulir. Musim panas tengah mencapai puncaknya. Siang hari di bawah terik matahari yang mengganas, aku berjalan-jalan bersama ibuku di kawasan pertokoan di pinggiran kota Shanghai.

Saat itu usiaku tujuh tahun, dengan wajah imut dan lugu melengkapi kemurnian dari masa-masa yang sangat bahagia. Ibu membelikanku kembang gula, kami tertawa-tawa bersama.

Tiba-tiba terdengar keributan dari seberang jalan. Orang-orang menjerit dan berlarian disusul bunyi letusan tembakan. Aku sangat ketakutan dan bersembunyi di balik tubuh ibuku. Rupanya toko berlian di seberang jalan itu disergap dua kawanan perampok bersenjata. Tidak ada yang berani melawan atau mencegah mereka.

Pemilik toko tewas oleh luka tembakan dan para pegawainya meringkuk ketakutan. Dua orang perampok itu lalu kabur setelah mengantungi barang curian. Mereka melarikan diri dengan sepeda motor setelah sekali lagi menembakan senjata ke sembarang tempat. Salah satu peluru nyasar itu mengenai bahu ibuku.

Ibu menjerit kesakitan, dan akupun menjerit saat darah memercik mengenai wajahku.

Polisi datang terlambat. Tak ada yang tahu apa yang terjadi pada dua perampok bersenjata itu.

Aku pun tidak tahu.

Hari-hari berikutnya peristiwa menegangkan itu mengendap dalam ingatanku.

Ibu dirawat selama tiga hari di rumah sakit. Setelah waktu berlalu, semua kembali normal dan baik-baik saja.

Tapi aku merasa tidak baik-baik saja.

Seribu pertanyaan mengepungku.

Aku tak pernah berhenti bertanya-tanya, mengapa ada orang yang ingin merampok? Mengapa mereka harus melakukan kejahatan? Apa yang ada di pikiran para kriminal saat mereka melakukan kejahatannya? Apa yang mereka rasakan saat mengalirkan darah atau merampas milik orang lain?

Bahkan sisi terjauh, sisi tergelap imajinasiku tidak mampu menuju ke sana. Sekeras apa pun aku mencoba aku tidak juga bisa memahami alasan di balik perbuatan itu.

Tahun-tahun berlalu dan aku pun dewasa. Tapi peristiwa itu masih kuingat dengan baik. Dari kacamata polos seorang anak kecil, rekaman itu mendorongku untuk bercita-cita menjadi penegak hukum.

Aku berjanji pada diriku sendiri, jika aku berhasil jadi polisi, aku akan pastikan tidak akan datang terlambat. Ayah dan ibu menanamkan prinsip itu dengan baik. Untuk tidak melakukan kejahatan atau bersekutu dengannya.

Kebenaran adalah satu-satunya nilai yang harus dipertahankan, bahkan jika kita harus kehilangan segalanya.

Sayangnya, aku tidak lulus masuk akademi kepolisian. Seiring dengan waktu, aku menemukan passionku di bidang lain. Aku menyukai sastra dan seni. Aku senang melukis dan menulis. Sedikit menyimpang jauh dari gagasan heroik menjadi penegak hukum.

Tapi orang bijak mengatakan pena lebih tajam dari senjata. Mungkin itu berlaku untuk pers. Aku tidak ingin menjadi wartawan. Aku memilih menjadi penulis.

Lalu aku mulai menulis novel. Thriller menjadi pilihanku. Aku merasakan kepuasan dengan mengeksekusi para kriminal dalam kisah fiksiku. Aku membenci kriminal. Apapun yang dilakukan para penjahat, mereka pasti akan tertangkap. Aku tidak mengampuni para penjahat dalam fiksiku. Ceritanya harus sempurna.

Di saat hidup tidak memberikanmu kedamaian, fiksi menawarkan kedamaian itu. Saat penegak hukum gagal dalam tugasnya, fiksi memberikan keadilan itu. Aku ingin tulisanku dan prinsip kebenaranku menginspirasi banyak orang.

Aku tidak pernah menyesali apa yang telah kutulis. Tak pernah memikirkan apakah hidup akan menguji prinsip yang kupegang selama ini.

Tapi ternyata kehidupan nyata jauh lebih rumit dan lebih aneh daripada fiksi.

Aku tidak pernah membayangkan akan datang suatu hari di mana aku tidak bisa membedakan antara kenyataan dan fiksi, hari di mana aku harus memilih --- antara cinta dan kebenaran.

Cinta -- sanggupkah perisai kebenaran melindungi aku dari cengkeramannya?

Satu hal yang tak pernah terlintas dalam pikiranku,

bagaimana jika thriller selanjutnya adalah tentang diriku sendiri?

~ • ~ • ~

Aku --- Mr. Sean, dan inilah tulisanku. Satu kisah fiksi yang bahkan sulit dimanipulasi oleh sang penulis itu sendiri.

-------> Next chapter ------->

-------> Next chapter ------->

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
𝐌𝐢𝐝𝐧𝐢𝐠𝐡𝐭 𝐌𝐞𝐦𝐨𝐫𝐢𝐞𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang