Chapter 5 : Rosy

755 143 12
                                    

~•~ Tulisan dengan huruf italic adalah novel Xiao Zhan ~•~

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


~•~ Tulisan dengan huruf italic adalah novel Xiao Zhan ~•~

Rosy mencengkeram kemudi dengan tangan gemetar. Insiden perkelahian itu masih mempengaruhinya. Dia berulangkali menarik nafas panjang dan menghembuskannya keras-keras.

"Cepat jalan..!" Wang Yibo nyaris merintih. Dia meringkuk di jok berlapis kulit di samping Rosy. Belati yang berlumuran darah itu dia pegang di tangan kirinya.

Rosy mulai mengemudi dengan kecepatan tinggi.

"Kurangi kecepatan!" desis pemuda itu.

"Kenapa?"

"Mengemudi tengah malam dengan kecepatan tinggi akan mengundang kecurigaan. Ada cctv dimana-dimana."

Rosy menggigit bibirnya. Dia memelankan laju mobil.

"Kali ini kau benar-benar memerlukan dokter," ujarnya khawatir.

Yibo menggeleng. Dia memejamkan mata dan mengatur nafas.

"Kita pulang kemana?" tanya Rosy.

"Kembali ke apartemenmu," jawab Yibo tanpa membuka mata.

"Kau datang dan pergi seenaknya," gerutu Rosy.

"Sekarang katakan bagaimana kau bisa sampai di daerah Regence? Di sana cukup rawan."

"Aku menghindari seseorang."

"Ya, tapi kau seharusnya tidak meladeni preman-preman itu."

"Aku melindungimu gadis bodoh.." gerutu Yibo.

Rosy mendecakkan lidahnya dengan kesal.

"Lagipula kenapa kau mengikutiku sampai kesana? Apa kau penasaran karena sudah lama aku tidak menciummu," dengus pemuda itu lagi sama kesalnya.

"Kau mulai lagi Yibo!"

"Aku letih. Kubilang kurangi kecepatan tapi tidak seperti ini, kau mengemudi selamban kura-kura."

Rosy mendesis dan menginjak gas dalam-dalam.
"Kenapa kau membawa belati itu?" usik Rosy.

"Kalau aku membiarkan belati ini di tubuh preman itu, polisi akan menemukan sidik jariku."

"Cerdas!"

"Memang. Kau sudah tahu dari dulu."

Rosy mengerutkan bibirnya.

Sudah lewat tengah malam saat mereka tiba di apartemen Rosy. Gadis itu memapahnya ke ruang tengah dan mendudukkannya di sofa.

"Ini sudah yang kedua kali dalam sebulan," ujar Rosy. Dia mengambil kotak obat dan air dalam wadah untuk membersihkan darah dan luka di tangan dan kaki pemuda itu.

"Ahh.. Pelan-pelan," Wang Yibo meringis kesakitan.

"Salahmu. Harusnya tadi kita lari saja."

"Lainkali kau jangan mencariku, kalau sampai diserang preman lagi aku akan membiarkan mereka mencincangmu," pemuda itu mengumpat dengan terpatah-patah.

𝐌𝐢𝐝𝐧𝐢𝐠𝐡𝐭 𝐌𝐞𝐦𝐨𝐫𝐢𝐞𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang