Chapter 29 : Jealous

539 103 16
                                    

Kota seribu lampu, satu pekan kemudian.

Jadi -- ini bagaikan satu kesepakatan

Pikir Xiao Zhan hening.

Sudah satu pekan berlalu sejak drama di rumah sakit. Si pencuri tampan tidak menghubunginya satu kali pun.

Apa aku harus menghubunginya?

Mengatakan apa?

Hallo pencuri, apa kabar? Aku merindukanmu...

Cihhh!!!

Xiao Zhan duduk seorang diri dalam bayang-bayang dedaunan pohon yang tumbuh tinggi dan lebat di depan  sebuah kafe kecil berkonsep taman.

Di siang hari, angin bertiup lembut dan suasana teduh dari pohon membawa kesejukan. Dia melayangkan pandang ke meja-meja kosong lantas matanya menangkap serumpun semak bunga azalea di sudut taman.

"Tambah tehnya," ujar Xiao Zhan pada seorang pelayan yang kebetulan lewat. Si pelayan mengangguk.

Ini sudah ketiga kalinya dalam seminggu, dirinya terdampar di kafe-kafe kecil yang sepi, terisolasi, dengan nama yang tidak diingatnya. Dia susah tidur dan berhari-hari tidak mendapatkan inspirasi.

Zhuocheng masih menerornya nyaris setiap hari, deadline tinggal dua hari lagi. Xiao Zhan memutuskan untuk tidak menerbitkan satu bab pun dari kelanjutan novelnya untuk minggu ini. Paling buruk adalah dia akan panen cacian dan hujatan. Dia sudah tidak peduli dengan umpatan keras editornya.

Lalu apa yang ditakutkannya? Xiao Zhan hanya takut pada perasaan hampa yang beberapa hari terakhir ini telah merundungnya.

Si pelayan datang menyuguhkan secangkir teh lemon hangat.

Xiao Zhan menatap cairan berwarna coklat cerah dalam cangkir. Dia butuh minuman lain. Bukan jenis minuman ini, atau kalau memungkinkan, dia butuh mantra pelupa, yang bisa membuatnya lupa selamanya akan seseorang. Itu jauh lebih ampuh dari minuman yang bisa membuatnya lupa sesaat.

Xiao Zhan melirik sekali lagi ke rumpun bunga azalea. Meminum tehnya dengan tidak sabar, lalu menyambar kunci mobil yang tergeletak di meja dan berjalan pergi.

~ • ~

"Mau minum apa?" tanya Wang Yibo, masih dengan tatapan takjub dengan pemandangan indah di hadapannya.

"Tidak, terima kasih."

Xiao Zhan duduk dengan kikuk di ruang tengah villa keheningan, sementara Yibo menuju meja bar di sisi lain ruangan.

"Mimpi apa aku semalam," ia mengulum senyum.
"Kau datang kemari atas keinginanmu sendiri."

"Jangan salah sangka, aku tidak datang untuk momen yang mengharukan. Aku hanya lewat," ujar Xiao Zhan, menelan ludah.
"Aku dalam perjalanan kembali ke Shanghai dari kota seribu lampu."

"Oh.. " reaksi Yibo datar. Dia menuang segelas brandy.
"Kau datang ke sana mencari inspirasi untuk novel kelas tiga itu?"

"Berhenti menghinaku," tukas Xiao Zhan. Mengerutkan bibirnya yang tipis, tahi lalat kecil di ujung kiri bibirnya menambah manis ekpresinya.

"Aku bercanda." Yibo terkekeh pelan.
"Entah mengapa hasilnya selalu saja tidak lucu."

"Membosankan," celetuk Xiao Zhan.

"Apa kau sejenis orang yang bisa berdiam diri di kafe selama berhari-hari?" tanya Yibo.

Xiao Zhan mengangguk seraya melirik.

𝐌𝐢𝐝𝐧𝐢𝐠𝐡𝐭 𝐌𝐞𝐦𝐨𝐫𝐢𝐞𝐬Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang