4.7 || Insiden

16.2K 1.1K 57
                                    

Selamat   membaca!🍂

Sudah dua hari semenjak kepergian Deral, Gress terus murung dan enggan keluar dari kamar. Hari-hari yang dilaluinya terasa lebih hampa dan tidak ada warna semenjak hilangannya Deral.

Sikap Gress berubah 180 derajat, yang tadinya ceria, cerewet, bawel dan suka menebar senyum kini lenyap termakan angin.

Sudah 2 hari pula Gress mencoba menghubungi Deral, bahkan sudah ratusan kali Gress mencobanya namun hasilnya nihil. Deral menon-aktipkan ponselnya dan jikalau itupun aktip pesan dari Gress tidak dibaca sama sekali.

Gress bingung dengan dirinya, kenapa kepergian Deral terasa lebih menyesakkan dibanding dengan pengkhianatan Ares waktu itu. Bahkan Gress lebih banyak menangisi kepergian Deral daripada Ares waktu itu.

Ternyata melupakan Deral tidak semudah melupakan Ares. Bahkan setelah putus dari Ares, Gress merasa dirinya bebas namun kenapa dengan Deral tidak? Malahan rasa sesak dihatinya seperti tidak ingin beranjak sama sekali.

Toktoktok

Ketukan pintu membuat lamunan Gress buyar, Gress dengan cepat mengusap wajahnya dan memutuskan untuk berhenti memikirkan Deral sekarang. Hati juga pikirannya lelah dan butuh istirahat untuk menormalkannya seperti sedia kala.

"Dek, kakak masuk yah!" Ujar Gefa dariluar

"Masuk aja kak!" Teriak Gress lemas seperti tidak ada tenaga

Gefa melihat kondisi Gress saat ini, piyama yang kusut serta rambut yang acak-acakkan dan jangan lupakan lingkaran hitam dibawah mata Gress juga matanya yang agak membengkak.

Gefa tidak tahu apa yang terjadi pada Gress saat ini, saat dia membuka pintu untuk Gress waktu itu yang entah darimana wajah adiknya murung hingga sampai sekarang. Bahkan Vani dan juga Freedy sampai terheran-heran dibuatnya.

"Kenapa dek? Kamu ada masalah? Cerita sama kakak" ujar Gefa lembut dan duduk disebelah adiknya.

Gress menggeleng dan mengeratkan pelukannya pada boneka patrick pemberian Deral dulu.

"Jangan bohong dek, kamu ada masalahkan? Cerita sama kakak! Jangan bikin semua keluarga khawatir sama kamu dek. Kamu bisa berbagi keluh-kesah kamu sama kakak. Itupun jika kamu masih menganggap kakak ini sebagai kakak kamu" ujar Gefa sambil memalingkan wajahnya menatap jendela kamar.

"K-kak!" Cicit Gress yang kini air matanya sudah meluruh keluar

Gefa berbalik ketika mendengar suara lirihan Gress yang seperti orang berputus asa dan pasrah akan keadaan. Karena tidak tega melihat Gress seperti itu, Gefa langsung memeluk erat tubuh Gress erat seakan-akan menyalurkan kekuatan.

"Dek, cerita sama kakak. Kakak nggak tahu kalau kamu bungkam kayak gini!"

"Ka-kak Deral..... pergi"

"Deral? Pergi?.... pergi kemana dek? Coba cerita yang detail biar kakak paham"

Gress meregangkan pelukannya dan mulai sedikit demi sedikit menceritakan semua masalah yang dipikulnya pada Gefa. Mungkin jika berbagi dengan seseorang beban yang dipikulnya tidak akan terlalu berat.

saat Gress menceritakan mengenai perlakuan Deral yang semena-mena pada adiknya tanpa sadar tangan Gefa terkepal kuat.

"Kakak nggak nyangka Deral secemen itu. Kakak harus hubungin dia sekarang" ujar Gefa penuh emosi dan mulai membuka handphonenya.

Gress mencegah Gefa yang akan menelpon Deral,"udah kak! Percuma. Pasti enggak diangkat kak. Udahlah biarin aja. Terserah kak Deral, Gress cape kak" ujarnya lirih diakhir kalimat

My Cute Girl (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang