[43]

1K 180 44
                                    

[pakabs, bro?!]



















Sebenarnya, dhirga jarang mementingkan pandangan orang atau pikiran orang lain. Tapi, karena ini menyangkut sahabatnya, ya wajar aja dong dirinya kepikiran. Dia merasa canggung semenjak Nakila yang tiba-tiba jarang berinteraksi dengan dirinya atau cuma ngomong seperlunya doang gitu loh.

Kebiasaan mereka di kantor yang kayak beli kopi bareng, atau makan siang bareng, atau sekadar tanya-tanya formal atau non formal. Saat ini, sama sekali berkurang.

Pas ditanya kenapa, jawabannya gak apa-apa. Emang cewek gitu ye, padahal mah ada apa-apa. Gak tau, dia merasa gak enak aja gitu.

Yaudah, yang dhirga lakukan cuma diam dan membiarkan Nakila menemukan ruang bebasnya. Mungkin ada sesuatu yang bikin gadis itu menghindari semua.

Atauㅡhanya dia?

"Ini laporan dari divisi pemasaran soal tata letak penjualan furniture di ruko pasadena, berikut penjelasan strategi penjualannya." Nakila memberikan map berwarna merah diatas mejanya dhirga.

Mata bulatnya hanya menatap pria itu seadanya tanpa berkata lebih lanjut. Ah tidak, dia seperti ingin mengutarakan sesuatu namun enggan.

Perihal tentang semuanya, ia sudah tau dari Ardi. Bahkan, dhirga gak pernah sekalipun membicarakan privasi sama dia. Kayak, ada benteng yang tinggi diantara mereka berdua. Padahal Nakila sudah memberikan kode yang jelas kepada pria itu kalo ia sering memberikan perhatian lebih atau perlakuan tidak biasa.

Tapi tetap saja. Nakila gak bisa merubahnya.

Perlukah ia berkata dengan lantang kalo ia sangat mencintai sahabatnya itu sejak dulu?

Nakila seperti merasa kalah disini. Entah Juminten atau dinara, ia merasa kalah dengan dua orang itu.

"Untuk presentasinya, kasih tau divisi pemasaran buat ngasih jadwalnya ke saya. Melalui kamu." Dhirga memberikan map itu lagi dan Nakila menerimanya.

"Siap, pak." Ucap Nakila singkat. Kaki jenjangnya berbalik arah untuk menuju keluar ruangannya dhirga. Semakin lama disini, membuatnya semakin merasa sesak di dada karena kenyataan telah menghimpitnya secara bersamaan.

"Nakila."

Perempuan itu menoleh ke belakang dan menemukan dhirga yang sudah berjalan ke arahnya. Ia berhenti dengan jarak sekitar setengah meter dari ia berdiri.

Hanan, jangan tatap aku kayak gitu, tatapan itu yang sering bikin aku semakin salah paham, batinnya.

"Kenapa, nan?" Tanyanya.

Pria itu menggaruk kecil hidungnya dan terlihat ragu untuk mengatakan sesuatu. Dari gerak-geriknya keliatan.

"Akuㅡ"

"..."

"Aku... Minta maaf." Katanya.

Dahinya mengernyit kecil saat ucapan permintaan maaf keluar dari bibirnya.

"Buat apa minta maaf?" Tanya Nakila pelan.

Dhirga memasukkan tangannya ke dalam kantung celana hitamnya dan menghela napas pelan. "Aku gak tau, apa yang menimpa kamu akhir-akhir ini, terus kamu kayak keliatan menghindar dan... Ya, sedih. Marah sama aku mungkin? Aku minta maaf kalo aku punya salah, meskipun itu senagaja atau gak di sengaja."

"..."

"Atauㅡkamu punya masalah yang ganggu pikiran kamu? Mau cerita? Siapa tau aku bisa bantu."

Babysitter JamjamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang