=Our time=

389 58 13
                                        

JENAKA

-

-

-

-

=====

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

=====

Subuh-subuh Dewa sudah terjaga, seperti yang telah ia sampaikan pada Jena ketika mengantar cewek itu ke rumah neneknya malam tadi. Dewa akan menjemputnya subuh untuk jalan pagi di daerah sini. Entah apa tujuan Dewa, yang jelas ia ingin selalu cepat-cepat bertemu dengan Jena.

Saat ini Dewa sudah berdiri di depan jendela kamar Jena, melihat lampu kamar Jena yang sudah menyala lagi, sepertinya cewek itu memang sudah bangun. Tentu saja, karena saat ini Dewa tengah menelfonnya.

"Gue udah ada di depan kamar lo," sahut Dewa saat panggilannya sudah diangkat Jena.

Tak ada respon dari Jena, namun detik berikutnya dapat Dewa lihat jendela kamar Jena dan cewek itu muncul sembari tersenyum ke arahnya. Tampak Jena masih menempelkan ponsel di telinganya lantaran sambungan telfon dengan Dewa masih terhubung.

"Keluar," kata Dewa tanpa berniat memutuskan sambungan telfonnya.

"Nggak bisa," Jena menggeleng pelan, "gue kira nenek tadi masih di kamar, ternyata udah ada di ruang tengah. Nenek bakal ngelarang gue keluar kalo masih subuh-subuh gini."

Dewa mendengus kecewa, "ya udah keluar dari jendela situ gimana?" sarannya ngasal yang membuat Jena mendelik.

"Lo gila?! Ini lumayan tinggi, dua meter. Takut!"

Dewa mengerling jahil, "gapapa, gue tangkep," tukasnya seraya memasukan ponselnya ke dalam saku jaket lalu menengadahkan tangannya.

"Nggak ah takut, kalo jatoh terus patah tulang gimana?" cicit Jena sembari memberenggut.

"Nggak akan patah tulang, Jena. Bawah sini kan rumput, bukan trotoar. Lagian juga gue bakal nangkap lo, kok. Trust me!"

Jena masih kekeh menggeleng, "takut."

"Turun atau gue yang naik ke sana?" see! Sikap semena-mena Dewa kambuh lagi.

"Dewa ih!"

"Ya udah sini turun. Percaya sama gue, lo nggak akan kenapa-kenapa."

Dengan penuh keraguan, Jena mulai menaikan kakinya ke alas jendela, "beneran tangkep loh ya, awas kalo sampe kelewat terus gue patah tulang bahkan sampe meninggal! Gue mau nikah dulu!"

Dewa terkekeh, sungguh kekonyolan Jena memang tidak kenal situasi. "Nggak akan gue biarin hal itu terjadi sebelum kita nikah."

Sontak wajah Jena mendadak panas lantaran semburat merah kini menyerang wajah. "Apaan sih Marjono! Dangdut banget lo!"

JENAKA [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang