JENAKA
-
-
-
-
=====Sepulang sekolah Jena dikejutkan dengan keberadaan keluarganya di ruang tengah. Sudah ada Santhi, Heri, dan Juna di sana. Dan kini ketiganya tengah menatap ke arah Jena yang tengah berdiri dengan rasa penasarannya.
“Pulang juga kamu!” sentak Santhi yang membuat Jena semakin terpaku di tempatnya.
Heri menatap putri bungsunya itu dengan pandangan yang sulit diartikan. Pria yang telah berkepala empat itu menghela napas kasar lalu menghampiri Jena dengan sorot datar, “papa mengerti kamu ini lagi dalam masa pertumbuhan, labil boleh, tapi jangan sampai kelewatan, Jena.”
Jena memandang papanya dengan tidak mengerti, “p-papa ngomong apa? Aku nggak ngerti.”
“Butik mama kamu kena tuntutan gara-gara insident kamu membuat kekacauan di butik mama kamu tempo lalu.”
Jena tercengang, “gimana mungkin? Aku sama sekali nggak ngelakuin kesalahan, pa! Aku lihat dengan mata kelapaku sendiri kalo mbak-mbak yang waktu itu mencoba nyuri di butiknya mama!”
“Mana?! Mana buktinya, Jena! Kamu nggak mikir dulu sebelum bertindak! Nggak ngerti apa dampak yang akan terjadi kalo sampe kamu melakukannya?!” kini Santhi bersuara. Mengeluarkan amarahnya pada Jena.
“Ma aku nggak bohong! Kalo perlu mama cek CCTV di butik mama kalo mbak-mbak yang waktu itu beneran mau nyuri!”
“Kamu pikir mama bodoh?! Jelas-jelas emang yang pertama kali mama cek waktu mama kena tuntutan adalah CCTV! Dan setalah mama cek, nggak ada tanda-tanda kalau wanita itu mau nyuri! Dan apa? Sekarang kamu mau ngelak lagi? Kamu sengaja kan, mau bikin mama malu? Apalagi wanita yang datang ke butik mama waktu itu adalah keponakannya klien mama, Jena! Puas? Kamu puas bikin klien mama mutusin hubungan sama mama?!”
Jena semakin tercekat, dia tidak bisa lagi menahan bulir di pelupuk matanya yang kini menerobos di pipinya. “Ma, aku bener-bener liat-”
“Setelah melakukan semua kekacauan ini kamu masih mengelak, Jena?! Kamu masih nggak mau mengakui kesalahan yang kamu perbuat?”
“Ma, aku bukannya nggak mau mengakui, aku emang nggak bersalah!” tangis Jena kian deras.
“Bagus! Iya bagus sekali! Sekarang kamu jadi anak kurang ajar yang nggak mau mengakui kesalahan! Kamu tau, Jena? Mama dicap sebagai ibu yang nggak pecus didik anaknya karena kelakuan berandalan kamu itu! Nggak cukup kamu bikin mama malu?!”
Rasanya mata Jena sudah buram karena derasnya air mata yang menganak sungai di pelupuknya. Pandangan Jena tertuju pada papanya sama Juna. Kedua laki-laki itu terdiam dengan raut kecewa, jadi di sini tidak ada yang berpihak pada Jena?
KAMU SEDANG MEMBACA
JENAKA [Completed]
Non-FictionBaca aja dulu, soal Vomment piker keri ;v kalo suka silahkan lanjutkan kalo nggak suka silahkan tinggalkan. Hidup jangan dibuat susah hehe ;) #LS ke-2 Dewa tidak pernah menyangka dia akan berurusan dengan Jena, cewek urakan yang gemar melanggar pera...