Chapter 22

1.5K 172 29
                                    

Hema bangun dengan masih tak mengenakan baju dan hanya mengenakan celana boxer ketatnya.

Dia sempat menepuk-nepuk sisi sebelahnya memastikan Robert, nyatanya Robert sudah tidak ada di tempatnya.

Hema bangkit dari tidurannya dan duduk di ranjang. Nyatanya sprei di kasurnya pun sudah terlepas. Kasur itu sudah telanjang tanpa sprei. Hema bingung. Apa Robert sudah pergi. Mungkin belum.

Maka Hema pun keluar kamar dan melihat-lihat pada seisi rumah. Tidak ada Robert disana. Lantas Hema menuju ke halaman belakang rumahnya. Dia tertegun kala melihat tali jemurannya sudah penuh dengan baju basah yang tergantung. Robert ternyata sudah mencucinya sebelum dia pergi. Hema membuang napas kesal. Kecewa karena Robert sudah lebih dulu pergi tanpa pamit. Entah kenapa dia malah membuat Robert jadi penting dalam hidupnya kini.

Hema terduduk di kasurnya. Marah. Kesal entah mengapa. Sebal karena Robert pergi. Padahal dahulunya dia biasa saja pada Robert, bahkan benci.

Sampai kemudian suara pintu luar terbuka terdengar dari kamar Hema. Hema tak peduli, paling juga Bapak.

Nyatanya Hema malah tertegun saat Robert yang masih mengenakan kaus oblong dan belum rapih atau siap kemana-mana, muncul seketika di dalam kamar, di hadapan Hema.

"Mas Hema, ayo makan" ujar Robert. "Saya sudah beli nasi uduk. Sekalian tolong bangunkan Bapak. Soalnya saya ndak enak kalau..."

Dug. Suara badan bertubrukan berbunyi pelan. Mulut Robert berhenti berbicara saat tubuh Hema yang hangat, yang masih bertelanjang dada menempel di tubuhnya. Ya.

Hema memeluk Robert dengan erat. Entah kenapa.

Robert merasa bingung sekaligus takut, "Wis toh, Mas. Saya habis mandi wajib, mosok mau mandi wajib lagi?" polos Robert.

Hema melepas pelukannya dengan cepat, "Yeeee ge'er lu! Siapa yang mau..." Hema gelagapan, takut salah ngomong dan takut kedengaran Bapak. "Tailah" cetusnya.

Robert bingung sendiri.

"Lagian gue heran, lu kan non muslim. Emang harus mandi wajib juga gitu?" tanya Hema, berkecak pinggang.

"Iya, Mas. Mandi kan memang kewajiban toh, Mas? Kalau ndak mandi, bisa bau busuk badannya, toh?" ujar Robert.

Hema memutar bola matanya.

"Mas Hema ada perlu sama saya?" tanya Robert.

"Enggak"

"Kalo ndak ada, kenapa pas saya masuk, Masnya langsung meluk-meluk toh?" tanya Robert.

Hema terpelongo. Matanya bergerak-gerak. Dia gelagapan. "Yaaa... ya itu karena gue..."

Robert mengernyitkan keningnya, "Ya opo toh, Mas?"

Hema malah sebal, karena tak menemukan jawabannya. "Tai lu ah Bet, ah! Dah, gue laper!" Hema keluar kamar lantas menyambar nasi uduknya.

Robert di dalam kamar, masih kebingungan lagi. "Apa lagi toh salah saya? Ndak Mas Hema, ndak Mas Galak, dua-duanya sueneeeeng banget nesu-nesu, marah-marah karo aku" ujar Robert, "Huh, sabaaar sabar"

"Bacooott!!!" teriak Hema dari ruang tengah. Membuat Robert terkejut dan mengelus dada. Lalu Robert beralih pada meja yang disana tergeletak beberapa bungkusan pakaian yang dibelikan oleh Arkan tadi malam. Robert pun memilah-milah untuk dibawanya ke Manado. Namun begitu dia terengah akan satu bag yang berbeda modelnya, Robert pun penasaran dan membuka isi bag tersebut.

Benar saja. Robert melotot kala melihat isi dari bag itu adalah baju milik Arsen, anak dari Bosnya. "Matek aku! Belanjaan turunannya Mas Galak kebawa sama aku, toh! Mati sudah matiiii iki!" Robert berdiri, mondar-mandir, kebingungan. "Haduuuh, iki piye lho? Aku jadi takut begini toh?"

Robert gelagapan. Menggigit bibirnya dengan pusing. "Kalo ndak di balikin, bisa di pecat aku ni. Mas Galak pasti nyari-nyari itu toh. Mana dia sempat berpesan sama aku, katanya belanjaannya untuk Arsen jangan sampe kebawa toh"

Plak. Robert menepuk jidatnya. Dengan sigap, Robert segera menuju ponsel barunya. Namun ternyata ponselnya mati karena belum sempat ia charge. Lantas dia pun segera mengganti baju dan langsung membawa semua paper bag itu. Tak lupa juga dengan ponsel barunya serta dus-dusnya dibawanya.

"Heh, mau kemana lu?" tanya Hema pada Robert.

"Yo mau berangkat toh, Mas" jawab Robert.

"Serius? Bukannya kata lu jam 10 ke kantornya? Ini baru jam tujuh" balas Hema.

"Ada apa ini? Pagi-pagi kok udah ribut sih?" tanya Pak Faiz yang keluar dari kamarnya.

"Tuh Pak tuh, si Robert! Mau berangkat sekarang. Padahal kan dia bilangnya mau gawe jam 10" kompor Hema.

"Kenapa, Bert? Kok kamu tiba-tiba buru-buru seperti ini?" tanya Pak Faiz.

Robert gelagapan, "Sebetulnya saya mau ke rumahnya Mas Galak toh, Pak"

"Hah??? Ngapaiiinn??? Gak sabar amat lu ketemu dia??" cetus Hema.

"Saya mo kembalikan barang belanjaan anaknya, yang ndak sengaja kebawa sama saya toh" ujar Robert, khawatir.

"Ya tapi kenapa harus sekarang, geblek? Kan bisa nanti pas di kantor!" balas Hema lagi.

"Tapi... Mas Hema, Mas Galak ki bukan main galak toh, Mas. Saya takut sama dia. Belum lagi kalo sampe saya ceroboh seperti ini. Saya takut kehilangan pekerjaan ini toh, Mas" ujar Robert.

Hema memutar bola matanya.

"Ya sudah, kalau menurut kamu itu terbaik buat kamu, kamu lakukan saja. Tapi hati-hati ya, Bet" ujar Pak Faiz.

"Baik, Pak. Terima kasih" Robert mencium tangan Pak Faiz.

"Sama-sama"

"Jangan lupa oleh-oleh dari Manado!"

Robert berujar, "Saya usahakan yo, Mas"

"Halah, kayak punya duit aja lu!" tawa kecil Hema.

"Sudah Hema ah. Orang mau pergi jauh kok malah di becandain terus" lerai Pak Faiz.

Hema memandang Robert sejenak.

"Yowis, kalau begitu saya pamit dulu. Permisi..."

"Iyaaa" jawab Pak Faiz. Sementara Hema malah tertegun sebentar, kemudian dia berdiri dan dengan cepat mengejar Robert di luar.

"Beettt!!!" teriak Hema.

Robert berhenti dan menoleh, "Yo, Mas? Ono opo toh?" tanya Robert.

Hema menatap Robert dengan saksama. Dia menelan ludahnya berat. Lalu berujar, "Yang tadi malem, sorry ya. Sorry kalo perlakuan gue, kesannya ngelecehin lu banget"

Robert tertawa kecil, "Oohh, ndapapa toh, Mas, saya juga seneng!"

"Hah??? Lu seneng gue coliin?" ulang Hema.

Robert memukul-mukul mulutnya, "Maap toh, Mas. Bukan begitu. Maksudnya tuu, saya ndapapa kalo Mas Hema begituin saya tadi malem"

"Jadi lu suka juga???" ulang Hema.

"Aduuuhh, kenapa jadi ribet begini toh, bilangnya" Robert malah cemas.

Hema menunggu dengan senyuman nakal ke arah Robert.

"Yowis, Mas, saya duluan dulu yo, sudah buru-buru sekali toh" Robert dengan cepat pergi meninggalkan Hema sendirian yang geleng-geleng kepala menghadapi tingkah polos Robert.

TO BE CONTINUED

Komen yang banyak, biar cepet update.

LOST ON YOU (END 21+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang